Mohon tunggu...
galuh cahyaningrum
galuh cahyaningrum Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

kata sastra kalau ngga ada yang abadi dalam bahagia ngga ada yang abadi juga dalam sedih

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

tangisan misterius

23 November 2024   15:30 Diperbarui: 23 November 2024   16:07 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hujan turun sangat deras. Arah pandangku tertuju di rumah seberang itu. Rumah di seberang selalu terlihat suram dikala hujan turun. Jam dinding menunjukkan pukul 21.00, ibu sudah meneriakki ku agar segera tidur. Aku pun menarik selimut dan mulai memejamkan mata dan mulai terlelap. Tiba tiba suhu kamarku menjadi lebih dingin dibanding biasanya, aku terbangun mendengar suara keras seperti kayu jatuh, lalu aku menoleh ke sumber suara, ternyata jendelaku belum tertutup dan angin meniupnya. Aku berjalan menuju jendela atensiku sepenuhnya tertuju di rumah seberang, “ah lagi-lagi pemiliknya tidak di rumah ya” batinku sambil menutup jendela. Pemilik rumah selalu pergi pagi-pagi buta dan kembali dalam waktu yang lama, aku sering melihat keluarga kecil itu pergi meninggalkan halaman rumahnya saat aku hendak berangkat ke masjid komplek. Aku menarik selimut dan berniat tidur kembali karena jam masih menunjukkan pukul 00.00, saat hendak memejamkan mata aku mendengar suara lirih tangisan dari seberang sana. Suara tangisan ini selalu terdengar di pukul 00.00, aku sampai hafal dengan tangisan ini. Setiap tangisan itu muncul bulu kuduk ku berdiri, pasalnya tangisan itu terdengar menakutkan. Sudah satu jam aku mencoba untuk tidur sayangnya mataku tidak bisa di ajak kerja sama. Suara itu tidak terdengar lagi. Aku penasaran dan bangkit dari kamar tidurku.

Aku dimarahi ibu karena bangun kesiangan. Hari ini aku berniat untuk bermain di rumah temanku, rumahnya terletak di sebelah rumah suram itu. Aku dan teman-temanku menyebutnya rumah suram karena rumahnya minim pencahayaan dan sedikit tidak terawat, banyak tumbuhan liar di pekarangan rumahnya seperti tidak pernah di urus saja. Setiba nya aku di rumah andrian, ternyata teman-teman ku yang lain sudah berkumpul dan membicarakan sesuatu yang serius, aku pun mendekat dan bergabung dalam obrolan mereka.

”iya kan kemarin padahal aku berniat begadang sampai subuh, tapi aku memaksakan tidur lebih cepat setelah mendengar tangisan itu” gerutu niam.

“untungnya aku gak dengar kemarin, soalnya pakai headseat hahaha” sambung lila sambil tertawa.

“sama, aku juga mendengar suara itu lagi saat terbangun di tengah malam” ucapku. Teman teman mengatakan bahwa rumah itu kalau malam tidak berpenghuni, lalu siapakah yang menangis di dalam rumah itu. “mungkin saja kalian salah dengar, bisa saja suara adek nina yang terbangun pada mlam hari?” tambahku. Tapi teman-teman tidak setuju dengan apa yang aku katakan, dan mereka kekeuh mengatakan bahwa itu hal mistis dan sering di sebut hantu oleh masyarakat sekitar. Sebenarnya tidak hanya aku dan teman-temanku yang mendengar suara itu, tetapi ibu-ibu komplek juga mendengarnya. Aku bisa tahu itu karena sering ikut ibu belanja di tukang sayur keliling, yang selalu berhenti di depan rumahku. Para ibu-ibu itu sering bergosip tentang rumah seberang yang katanya rumahnya tidak pernah di tinggali sehingga jadi sarang hantu.

Langit sudah berwarna jingga, kami pulang ke rumah masing-masing. Di perjalanan pulang aku selalu terbayang-bayang dengan rencana mereka tadi. Kami berencana mengunjungi rumah itu pada malam hari. Sebenarnya aku bingung hendak ikut rencana mereka atau tidak, karena takut dimarahi ibu masuk rumah orang tanpa izin, tetapi aku juga penasaran apakah hantu itu memang benar-benar ada?. Malam pun tiba, aku mengendap-endap keluar dari rumah, sepertinya ibu sudah tidur karena lampu ruang tamu sudah dimatikan. Aku bergegas keluar dan menutup pintu secara perlahan. Terlihat teman-temanku yang berkumpul di depan rumah itu. Mereka melambaikan tangan kepadaku. Kami bergegas masuk kedalam pekarangan rumah itu. Suara deritan gerbang yang sudah berkarat terdengar nyaring. Krieeet. “apa pemilik rumahnya tidak takut kemalingan ya guys?” kata si lila. “mungkin di rumahnya tidak ada barang berharga?” jawab feri. Aku memandang ke seluruh penjuru rumah ini. Rumahnya benar benar tidak di rawat, banyak lumut di tembok, tanaman liar yang mengelilingi tiang-tiang rumah, tikus yang berlarian, bahkan lampu di rumah ini sangat redup. Lila tiba-tiba berteriak, kami pun mendekat ke arah lila. “hey lila ada apa?, apa kamu melihat hantu” ucap niam. Lila menggeleng dia menunjuk tikus yang masuk ke dalam jendela itu. Kami menghela nafas panjang ternyata hanya tikus yang hendak masuk ke dalam rumah. Aku melihat ke arah jendela, rupanya jendelanya tidak tertutup sempurna, kami mendekat ke arah jendela. Kami saling beradu pandangan mengisyaratkan “siapa yang mau masuk”. Dengan kesepakatan bersama kami melakukan hompipa bahwa yang kalah dialah yang akan masuk. Aku memukul kepalaku, aku dan niam yang akan masuk, karena kalah dalam hompipa. Aku masuk duluan, astaga jendela ini sangat sempit tubuhku yang kecil saja sangat sesak memasukinya. Aku menyibak gorden di hadapanku, dalam nya sangat berdebu dan tidak seperti rumah. Niam menyusulku dia menggerutu karena jendelanya sangat kecil. “ini kenapa semua perabotan rumah mereka tertutupi kain putih dehh vin” ucap niam bertanya padaku. Aku mengedikkan bahu. Di dalam rumah ini seperti tidak pernah di tinggali, bahkan suara jarum jam pun tidak terdengar. Aku dan niam mendengar barang jatuh di lantai atas. Niam yang pengecut langsung memeluk lenganku dan mengatakan “aku takut vin, kita balik saja yuk” dengan wajahnya yang hampir menangis. “kita sudah masuk masa mau keluar sih, palingan itu suara tikus. Niam hantu itu tidak ada kata ustad arkan.” Ucapku menenangkan niam. Kita berdua berjalan menaiki tangga kayu menuju lantai dua. Di lantai dua ini hanya terdapat satu kamar. Pintu kamar itu terbuka sedikit, sepertinya tidak ada siapa siapa batinku, niam mengintip di depan pintu yang terbuka itu. Wajah niam sangat pias seperti melihat hantu, ia berteriak dan lari meninggalkanku sendirian. Aku panik dan sangat bingung dengan bodohnya aku membuka knop pintu dan masuk kedalamnya. Pandanganku kabur sekelilingku berkunang-kunang dan badanku jatuh kelantai.

Aku mengerjapkan mata melihat sekelilingku, terdapat wanita dengan paras yang cantik sepertinya seumuran denganku, rambutnya sangat panjang dan lurus, matanya indah dan sembap terlihat sering menangis. Wajah paniknya terlihat jelas dimataku, dia membuka suara “maaf aku kira kamu penjahat, jadi aku memukul lehermu” suaranya sangat lirih. Aku duduk dari posisi tidurku. Aku bertanya “kamu siapa?”. Dia memperkenalkan dirinya, namanya aca. Rupanya tadi aku dipukul oleh aca sampai pingsan. Aku meminta maaf juga karena sudah memasuki rumahnya tanpa izin pemilik rumah dan menjelaskan alasanku masuk rumah ini. Aca mengangguk paham. Tiba-tiba suara ribut terdengar di bawah sana. Aku melupakan bahwa teman-temanku menunggu lama di bawah sana. Saat hendak turun ke bawah pak rt dan teman-temanku menerobos masuk dengan mendobrak pintu. Aku melihat ibu juga ada di sana dengan wajah yang khawatir. “anak vin itu beneran manusiakan” ucap pak rt dengan wajah sedikit pucat. “iya pak rt, namanya aca. Selama ini aca di tinggal sendirian di rumah sama orang tuanya. Jadi yang sering nangis malem malem itu si aca ini katanya kebangun tiap malem karna mimpi buruk.” Jelasku. Teman-temanku menghela nafas lega. “vin aku kira kamu tadi di makan kuntilanak” ucap niam. Aku memarahi niam karna meninggalkanku sendirian. Niam menggaruk kepalanya dengan wajah tengilnya.

Ibu membangunkanku katanya di suruh datang ke rumah seberang, padhal mataku masih berat karena kemarin pulang jam 2 dini hari. Aku bergegas mandi dan bersiap. Setibanya di rumah itu aku melihat ada pak rt, teman-temanku, orang tua aca dan aca. Kami meminta maaf karena sudah masuk ke dalam rumah tanpa izin. Lalu pak rt juga memberi nasihat kepada kedua orang tua aca. Aku baru tahu aca ternyata memiliki adik perempuan yang menggemaskan. Ternyata orang tua aca menyadari kesalahannya karena meninggalkan anaknya sendirian di rumah. Ternyata mereka mengantarkan adiknya kemoterapi di luarkota dan hendak pindah di kota tersebut untuk pengobatan adiknya. Aca pindah hari ini juga. Kami seluruh warga komplek mawar melambai menandakan salam perpisahan. Aca tersenyum ke arahku dan melambai. “sampai jumpa” ucapnya.

[Selesai]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun