Mohon tunggu...
Galuh Parantri
Galuh Parantri Mohon Tunggu... karyawan swasta -

SocMed lover, Writer, part timer moderator @diskonews, full timer @Beritasatu, ex- vivanews , gapapa miss typo-Yang Penting Punya Hatiâ„¢\r\n I nearly always write just as I nearly always breathe (Steinbeck)\r\nhttp://galoeh11.blogspot.co.id

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Satu Kali Ciuman

11 November 2011   03:20 Diperbarui: 4 April 2017   17:25 2315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Aku gelisah. Jam tanganku menunjukkan sudah lewat sepuluh menit dari jam dia berjanji akan menemuiku. Tapi tak juga kutemukan sosoknya sedari tadi. Aku mencoba menenangkan diri dengan berbalas-balas pesan dengan temanku melalui handphone. Tapi rasa gugup, gelisah , dan tidak tenang tetap menghantuiku. Kakiku tetap saja bergoyang-goyang tanpa ritme yang jelas. Tak sadar mulutku bersiul-siul kecil tanpa tahu lagu ada yang kudendangkan lewat siulanku. Di menit kelimabelas aku menunggu, aku merasa mungkin aku terlambat datang. Mungkin dia sudah meninggalkan bandara. Kenapa dia enggak ngubungin aku sih? Apa susahnya berkomunikasi lewat hp-nya? Kupandangi layar monitor yang menampilkan jadwal kedatangan pesawat. GIA 215, tak lagi tertera disana. Aku terlambat deh kayanya.... Ya, aku pasti terlambat. Kulangkahkan kakiku menuju retoran cepat saji hanya untuk membeli segelas coke. Barangkali ini menenangkanku sebelum aku meninggalkan bandara. Pikiranku masih bermain-main dengan kesimpulan yang tidak jelas. Ting! Pesan twitter terbaca olehku. 'Kamu yang menggunakan baju abu-abu dengan segelas coke dan nyaris frustasi di sudut ruang resto cepat saji?' Glek. Dia sudah melihatku, mengawasiku lebih tepatnya. Kutebar pandanganku melihat sekeliling. Uh, dimana sih dia? Detak jantungku berdegup kencang. Gelisahku kembali datang. Tuhan..aku belum siap! Dimana sih dia? Aku tak berani menatap sekelilingku lagi. Pandanganku hanya tertuju pada layar handphoneku yang kugenggam erat dalam pangkuanku. Aku hanya menunduk. Tanpa sadar, pandanganku terganggu oleh sepasang sepatu sneakers Adidas dekil, yang sudah berdiri tepat disampingku. O'o....ini diakah? Mataku bergerak mulai dari sepatu dekil itu perlahan menuju keatas hingga mencapai wajahnya. Fyuh, bener dia... Seorang pria berkacamata, dengan kaos dan jeans casual, tinggi standar laki-laki, dengan senyum khasnya sudah ada di hadapanku menyodorkan tangannya. Kuraih tangannya untuk berjabat tangan. Lalu kami memilih duduk. Dia tersenyum memandangku seraya menyalakan rokoknya. Aku semakin tak karuan. Kami hanya berdiam meski duduk berhadapan. Aku memain-mainkan sedotan coke-ku. Menggoyang-goyangkan kakiku. Aku kembali gelisah seperti tadi. Sedangkan dia terus mengepulkan asap rokoknya. "Kita cabut yok" Ajakannya memecah keheningan diantara kami. Aku hanya mengangguk dan mengikuti langkahnya menuju parkiran mobil. Degup jantungku semakin kencang ketika berada di dalam mobil. Tidak seperti diluar tadi, berpuluh-puluh orang lalu-lalang dengan kepentingannya sendiri. Di mobil ini semuanya jadi semakin lebih privat. Dia masih diam. Berkonsentrasi mengemudikan mobilnya. Mobil ini melaju cepat membelah jalan bebas hambatan menuju tengah kota. Aku belum tahu persis, akan kemanakah kami? Aku memilih untuk diam, diam dan diam, menikmati laju mobil ini. Di tengah jantung kota Jakarta, dia mengarahkan mobilnya masuk ke parkiran sebuah pusat perbelanjaan. Perasaanku campur aduk. Darah di tubuhku mengalir cepat seperti membentuk daun sesuai nama daerah ini. melingkar, melingkar, melingkar, tak karuan. Mobil ini berhenti di lantai teratas gedung ini. Terpakir rapi. Dia tersenyum memandangku. Aku semakin salah tingkah. Dan pasrah mengikuti langkahnya turun dari mobil menuju ruang lift. Tuhan...aku nggak tau apa yang kurasakan ini...Tuhan ...aku nggak siap! Ting! Suara lift memecah kesunyian kami. Lift terbuka, kosong. Tapi dia tak melangkahkan kakinya ke dalam lift. Dia hanya berdiri dan memandangku. Akupun hanya diam tak bergerak juga. Lift kembali menutup meninggalkan kami yang masih diam seribu bahasa. "Eeengg..." aku mencoba membuka percakapan. Dalam hitungan detik sebelum aku mengeluarkan kalimatku, tangan kirinya meraihku cepat. Dan sebuah ciuman mendarat tepat di bibirku yang sedang terbuka untuk berbicara. Kondisi yang sangat tidak siap. Cepat. Aku tak tahu apa dia mengecupku, atau hanya menempelkan bibirnya di bibirku. Yang pasti bibir kami bertemu. Tuhan! Ternyata rasanya begini, Cukup satu kali, Tidak lagi, Karena aku laki-laki. *** GaL Saturday, October 31, 2009 at 2:01pm

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun