Garuda Indonesia memutuskan tidak lagi menerapkan PSC on Ticket atau memisahkan kembali pajak bandar udara dengan harga tiket per 1 Oktober 2014. Seperti diketahui, sebelumnya hanya dua maskapai yaitu Garuda dan Citilink yang menerapkan PSC on Ticket. Garuda telah menerapkannya sejak Oktober 2012, sedangkan Citilink per November 2014. Setelah kontrak antara Garuda Indonesia dengan PT Angkasa Pura I dan II berakhir pada 30 September 2014 lalu, Garuda kembali ke pola lama (kecuali Citilink), karena penerapan PSC on tiket tidak diikuti oleh semua maskapai di Indonesia. Beberapa maskapai beralasan bahwa untuk memantau dan mencocokkan data penumpang dengan PSC (pajak bandar udara) butuh investasi di bidang IT. Pengelola bandar udara juga terkesan kurang tegas dalam menerapkan PSC on tiket sesuai standar pelayanan IATA pada semua maskapai domestik dan maskapai penerbangan asing yang keluar masuk Indonesia.
Akibat dari penerapan kebijakan yang parsial dan setengah-setengah tersebut, Garuda Indonesia kena getahnya (menjadi korban) yaitu mengalami under collection (tak tertagih) sekitar Rp 2,2 miliar per bulan. Secara total sepanjang dua tahun kontrak, Garuda dikabarkan rugi sekitar Rp 52,8 miliar. Kerugian Garuda atas PSC yang tak tertagih terutama untuk rute inbound (luar negeri ke Indonesia) dimana rutenya multi leg (rute lanjutan) dan banyak stop over (persinggahan). Karena pembayaran berdasarkan manifest pesawat, maka Garuda harus tetap setor ke pengelola bandara. Jika sudah begini siapa yang bertanggung jawab?
Garuda Indonesia dikabarkan siap untuk menjalankan kembali penggabungan PSC dengan tiket asalkan semua maskapai melakukannya. Seperti diketahui, International Air transport Association (IATA) telah menetapkan PSC on Ticket sebagai bagian dari standar pelayanan. Kemenhub RI juga telah menerbitkan Peraturan Dirjen Perhubungan Udara No. KP/447/2014, tanggal 9 September 2014 agar comply dengan aturan IATA diatas. Jadi tidak ada alasan untuk menunda-nunda implementasi kebijakan PSC on Ticket. Bukankah kepentingan publik harus diutamakan? Apalagi jika bersentuhan dengan masalah kepatuhan terhadap hukum (penerbangan). Ini baru #Shame on You#.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H