Mohon tunggu...
Galih Rudyto
Galih Rudyto Mohon Tunggu... lainnya -

Hanyalah "Wong Cilik". Pernah bekerja di BUMN penerbangan tapi terpaksa mendarat darurat akibat "Bad Weather"

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

AFTA 2015, Belajar dari Fakta

27 Februari 2014   05:04 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:25 1222
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berawal dari sebuah "letupan kecil" atas tulisan seorang ekonom, politikus sekaligus dosen, yang secara singkat menjelaskan dan menunjukkan sumber data yang dapat dijadikan rujukan berkaitan dengan ASEAN dan AFTA disini. Akhirnya saya mencoba meluncur ke TKP dan mengumpulkan data-data yang ada. Sepintas yang saya dapatkan adalah paparan grafik dan angka-angka. Angka pada dasarnya adalah sebuah figur tanpa kata-kata. Namun jika dicermati, angka-angka tersebut seakan dapat berbicara dan menjelaskan apa yang terjadi dan menjadikan sebuah fakta yang sulit terbantahkan.

Mari kita analisa bersama-sama, fakta-fakta angka yang terdapat dalam laporan ASEAN Community Progress Monitoring System 2012, berikut ini :

1393385478844648596
1393385478844648596

Meskipun terus mengalami pertumbuhan, namun jumlah nilai perdagangan barang Intra-ASEAN Indonesia masih bertengger di rangking 4, atau masih dibawah Singapura, Thailand dan Malaysia. Share of Intra ASEAN Trade in Goods Indonesia sebesar 20,69 % atau masih dibawah rata-rata ASEAN yang sebesar 27,01 %.

1393385523586640399
1393385523586640399

Nilai Intra-ASEAN Trade in Service ASEAN menunjukkan peningkatan signifikan khususnya di bidang bisnis perjalanan (Travel). Aspek Travel and Tourism, dimana saat ini merupakan tulang punggung pendapatan nasional setelah minyak dan gas, meskipun terus tumbuh dan berkembang, namun peluang ini belum secara maksimal dinikmati oleh "Indonesia sebagai negara terbesar" dalam luas area dan jumlah penduduknya di ASEAN. Peluang tersebut ternyata justru berhasil dimanfaatkan oleh Malaysia, Thailand dan Singapura.

Data WEF menyangkut Travel and Tourism Competitiveness (TTC) tahun 2013, juga menyebutkan hal senada, dimana Indonesia berada di rangking ke-70 dunia, dibawah Singapura (R-10), Malaysia (R-34) dan Thailand (R-43) seperti disini.

"Aneh bin ajaib", Singapura yang luas wilayahnya hanya 0,04% dan jumlah penduduknya hanya 2,25% dari Indonesia, justru mampu melampaui Indonesia dari sisi perolehan wisatawan. Singapura benar-benar telah berhasil menjadikan bandara Changi sebagai pusat transit di Asia dari/ke benua lainnya. Sebuah dambaan yang sama seperti bandara Hang Nadim, Batam bagi Indonesia. Sayang usulan Batam sebagai pusat transit Asia, seperti yang diulas disini, tidak didukung banyak pihak dan internal Indonesia sendiri. Batam yang pada dekade 70-an direncanakan sebagai pusat industri dan dikenal sebagai Badan Otoritas Batam (BOB), setelah reformasi, bersama dengan Bintan dan Karimun berstatus Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Mantan Presiden Habibie menyebutkan, Batam sebelum reformasi, mampu memberikan sumbangsih kepada negara sekitar 17%, namun setelah reformasi hanya 7% seperti disebutkan disini.

13933855731194179
13933855731194179

Biaya penelitian dan pengembangan meningkat, yang ditunjukkan dengan meningkatnya share biaya Research and Development terhadap GDP Indonesia. Namun peningkatan tersebut tidak berbanding sama dengan jumlah peneliti yang dimiliki oleh Indonesia. Terjadi "anomali", dimana biaya meningkat namun jumlah Researchers per 1 juta penduduk justru turun.

Singapura dan Malaysia berani membelanjakan masing masing 2,2 % dan 0,6% dari GDP-nya untuk membiayai di bidang penelitian dan pengembangannya, sehingga tak heran jika keduanya mendapatkan hasil lebih sesuai dengan yang telah dikeluarkan.

13933856191928349980
13933856191928349980

Pertumbuhan bisnis yang semakin cepat dan meningkatnya aktifitas bisnis seperti produksi, distribusi dan konsumsi, serta terus bertambahnya populasi, berdampak pada lingkungan karena adanya aspek penggunaan sumber daya alam.

Grafik diatas menunjukkan jumlah wilayah Indonesia yang diproteksi semakin meningkat, namun dari sisi luas areal hutannya justru menyusut. Berarti peningkatan Protected Area tersebut condong ke konservasi laut, sejalan dengan keberadaan Indonesia sebagai negara maritim yang memiliki luas lautan mencapai 5,8 juta km2. Lautan Indonesia merupakan wilayah Marine Mega-Biodiversity terbesar di dunia, memiliki 8.500 species ikan, 555 species rumput laut dan 950 species biota terumbu karang (Sumber : Kementerian Kelautan dan Perikanan).

Dunia bisnis saat ini haruslah berwawasan lingkungan, karena terjadinya eksploitasi yang berlebihan justru secara jangka panjang akan merugikan dunia bisnis itu sendiri, dimana pasokan sumber daya alam yang digunakan akan semakin menipis. Untuk menghindari penyusutan dan kerusakan lingkungan hidup, maka dibutuhkan proteksi berupa konservasi hutan, laut dan spesies.

Berdasarkan Organisasi Konservasi Alam Dunia (WWF), keanekaragaman hayati Indonesia merupakan yang tertinggi di dunia, dimana salah satunya yang terkandung di hutan Indonesia meliputi 12 % species mamalia dunia, 7,3 % species reptil dan amfibi, serta 17 % species burung dunia.

Namun deforestasi tersebut tidak hanya dialami oleh Indonesia. Dari ke-10 anggota ASEAN hanya Vietnam, Laos dan Thailand yang mampu menjaga lahan hutannya dengan lebih baik. Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) menyebutkan bahwa sekitar 14,6 juta hektar lahan hutan hilang setiap tahunnya. Berdasarkan data Kementerian Kehutanan Republik Indonesia, sedikitnya 1,1 juta hektar atau 2% dari hutan Indonesia menyusut setiap tahunnya dan saat ini masih tersisa sekitar 130 juta hektar, namun 42 juta hektar diantaranya sudah habis ditebang. Greenpeace bahkan menyebutkan bahwa Indonesia pemegang "rekor penghancur hutan" tercepat dunia, seperti disini.

Kesimpulan, Indonesia harus segera berbenah. Meskipun waktu yang tersisa relatif singkat yaitu tahun depan, namun idealnya "tidak ada kata terlambat". Negara dan seluruh bangsa Indonesia harus segera bangkit dan "mengejar ketertinggalan".

Berdasarkan fakta-fakta diatas, maka untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang ada, Indonesia harus segera melakukan pembenahan, berupa :

1)  Meningkatkan transaksi perdagangan.


  • Dunia usaha diharapkan terus melakukan upaya efisiensi, produktifitas, peningkatan mutu produk, layanan dan inovasi, sehingga mampu bersaing dengan produk-produk dari negara ASEAN lainnya.

  • Melaksanakan kebijakan yang lebih "Pro" terhadap UKM, karena UKM adalah pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Peran UKM sangat meyakinkan, jumlahnya sekitar 99,9 % dari jumlah unit usaha di Indonesia, menyerap 97,3 % dari total tenaga kerja di Indonesia dan menyumbang 57,1 % pada PDB (Kompas.com, 28 Juni 2013). Pemerintah diharapkan bisa membantu dari sisi pembiayaan dengan bunga rendah dan terus membina dan meningkatkan kualitas UKM, sehingga produk-produk hasil UKM bisa diserap di pasar ASEAN.
  • Mengurangi porsi bahan baku dari impor dengan meningkatkan rantai pasok (supply chain), sehingga komponen-komponen yang dibutuhkan sebagian besar dapat dipenuhi di dalam negeri. Langkah ini sekaligus sebagai upaya penghematan devisa negara.
  • Mensosialisasikan peluang-peluang yang tersedia di pasar ASEAN ke seluruh pelaku bisnis di Indonesia.


2)  Menaikkan pendapatan Travel and Tourism


  • Terus mengembangkan wilayah-wilayah yang dapat dijadikan Daerah Tujuan Wisata (DTW)
  • Gencar mempromosikan keindahan alam Indonesia di luar negeri, baik secara langsung maupun melalui media online yang sedang menjamur saat ini.
  • Peningkatan kerjasama bilateral dengan berbagai negara, melalui program sister city dan sister province.
  • Pengembangan bandar udara dan pelabuhan dengan layanan prima dan berkelas internasional, sehingga memperbesar akses masuk dan meningkatkan jumlah wisatawan yang berkunjung ke Indonesia.
  • Penerbangan langsung dari tempat asal wisatawan ke kota-kota tujuan wisata di Indonesia


3) Meningkatkan mutu SDM
Anggaran pendidikan Indonesia sebenarnya sudah cukup besar yaitu sekitar 4% dari PDB atau 20% dari APBN sesuai amanat UU Sisdiknas, Nomor 20 Tahun 2003. Namun berdasarkan hasil survei Education for All (EFA) Global Monitoring Report yang dipublikasikan UNESCO pada 1 Maret 2011, telah menempatkan indeks pembangunan pendidikan Indonesia di urutan ke-69 dari 127 negara. Hasil survei lainnya adalah dari Programme for International Student Assessment (PISA) pada 2012, juga mengonfirmasikan rendahnya kondisi pendidikan nasional. PISA menguji kemampuan siswa di 3 (tiga) bidang yaitu matematika, membaca, dan sains. Nampaknya Indonesia bermasalah dengan "aspek kualitas” sehingga masih perlu dibenahi. Pembenahan Indonesia di bidang pendidikan adalah :


  • Agar pemerintah mencurahkan perhatian yang lebih besar dan menempatkan sektor pendidikan sebagai prioritas utama, karena pendidikan merupakan "kunci" terbentuknya masa depan bangsa Indonesia kearah yang lebih baik.
  • Berupaya untuk mencetak SDM yang unggul dan berkarakter, menyusun sistem pendidikan yang bilingual dan peningkatan kemampuan di bidang tehnologi dan informasi (ICT), sehingga mampu menjawab kebutuhan SDM yang berkualitas dan bersaing.


4) Membina dan mendorong dunia usaha agar melakukan perilaku bisnis yang sehat dan berwawasan lingkungan. Hal-hal yang perlu dilakukan antara lain :


  • Penggunaan sistem tehnologi yang berwawasan lingkungan, dimana mampu mengurangi emisi gas rumah kaca/CO2, penghematan energi dan efisiensi biaya.
  • Melakukan konsep-konsep bisnis yang berwawasan lingkungan. Konsep tersebut dimaksudkan agar lingkungan jangan dianggap sebagai beban, namun harus dimanfaatkan sebagai peluang bisnis dan digunakan sebagai alat untuk meningkatkan usaha-usaha di bidang ekonomi.
  • Menerapkan konsep "keseimbangan" antara pemanfaatan dan pelestarian. Maksud yang terkandung adalah, bahwa aktifitas bisnis bukan hanya untuk saat ini tapi jangka panjang dan juga harus memberi peluang pemenuhan kebutuhan untuk generasi selanjutnya di masa yang akan datang.

Apabila seluruh bangsa Indonesia memiliki visi dan semangat yang sama untuk mengejar ketertinggalan dan terus bekerja keras dengan sungguh-sungguh, maka kelak Indonesia bersama-sama dengan negara ASEAN lainnya, benar-benar bisa menjadi pusat produksi dan investasi yang menarik bagi para pelaku bisnis dan investor Global. Cerminan dari masuknya investasi asing ke Indonesia adalah dengan semakin meningkatnya share atau nilai dari Foreign Direct Investment (FDI).

13933856801517660139
13933856801517660139

Laporan ASEAN Economic Community (AEC) diatas menggambarkan bahwa, kumulatif Foreign Direct Investment (FDI) Indonesia selama 6 (enam) tahun dari tahun 2006-2011, Indonesia berada pada rangking ke-2 dengan share sebesar 13,1% atau setelah Singapura yang memiliki share tertinggi sebesar 50,9%.

Menurut data Worldbank, FDI Indonesiatahun 2012 adalah sebesar $ 19.618.049.398 atau sebesar 2,2% dari GDP seperti disini. Jika dibandingkan dengan tahun 2011, meningkat sebesar 2%.

13933865361960302075
13933865361960302075

Berdasarkan data 4 (empat) tahun terakhir sejak tahun 2009-2012 diatas, telah terjadi peningkatan rata-rata FDI sebesar 75%. Dibandingkan data selama kurun waktu 2006-2011 dengan 2009-2012, total FDI ASEAN mengalami kontraksi sebesar -17%, hal ini disebabkan oleh terpaan krisis global pada tahun 2008.

Worldbank memberikan proyeksi atau gambaran pertumbuhan perekonomian Indonesia ke depan adalah sebagai berikut :

1393385725570851162
1393385725570851162

Jadi apapun hasilnya kelak, konsekuensi dari telah diratifikasinya AFTA oleh Indonesia sebagai bagian dari negara ASEAN adalah harus menindaklanjuti dan melaksanakan program bersama ASEAN yang telah disepakati.

Komitmen adalah sebuah "janji", janji adalah sebuah "hutang"yang harus dibayar oleh Indonesia dengan segenap upaya. Dan suka atau tidak suka, siap atau tidak siap, nampaknya implementasi AFTA tidak memberikan alternatif lain bagi Indonesia untuk menghindarinya.

Artikel lain : Menyoal Penyesuaian LPG 12 Kg

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun