Sebagai salah satu orang penikmat dunia sepakbola, saya cukup kesal dan miris dengan kondisi persepakbolaan indonesia sekarang. Bagaimana tidak sepakbola yang sudah menjadi tontonan wajib bagi jutaan pasang mata warga indonesia, sekarang menjadi salah satu olahraga yang susah untuk kita lihat dan nikmati di layar kaca. Biasanya setiap seminggu sekali ataupun dua kali, kita dapat menyaksikan klub-klub indonesia bertanding dalam ajang Indonesia Super League maupun divisi utama. Hal itu tidak terlepas dari pembekuan yang dilakukan induk sepakbola tertinggi dunia atau FIFA. Pembekuan ini terjadi akibat adanya intervensi pemerintah dalam tubuh Perserikatan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI).
Masalah mafia sepakbola sampai kurangnya tranparansi yang dilakukan PSSI menjadi beberapa alasan Mengapa Menteri Pemuda dan Olahraga Republik Indonesia, Imam Nahrowi membekukan kepengurusan PSSI. Ironisnya pembekuan yang dilakukan Menpora ini dilakukan saat kompetisi Indonesia Super League maupun divisi utama baru saja berjalan. Sebenarnya FIFA telah memberikan tenggat waktu terhadap PSSI maupun pemerintah untuk mengakhiri konflik yang ada, namun baik Menpora maupun PSSI gagal menemukan kesepakatan damai. Akhirnya FIFA pun melakukan pembekuan terhadap semua kegiatan sepakbola. Konsekuensinya pun sudah bisa ditebak, kompetisi dibawah naungan PSSI diberhentikan sementara karena adanya masalah ini.
Tak hanya kompetisi yang terhenti, namun hal-hal yang berbau dengan semua kegiatan sepakbola dilarang. Mulai keikutsertaan klub-klub ISL seperti Persipura Jayapura dan Persib Bandung yang harus didiskualifikasi dari Liga Champions Asia hingga dicoretnya timnas Indonesia di semua usia dalam mengikuti berbagai macam turnamen maupun kualifikasi Piala Asia dan Piala Dunia. Hal ini menjadi kekecewaan besar bagi seluruh penikmat sepakbola indonesia mengingat negara-negara tetangga yang mulai berprestasi dan meninggalkan sepakbola indonesia yang beberapa tahun ini selalu saja ada masalah.
Terhentinya kompetisi ISL maupun divisi utama tentunya berimbas buruk kepada klub dan para pemain yang meruput di Liga Indonesia. Bagi para klub klub tentunya pemasukan klub dari hak siar Televisi dan para sponsor-sponsor yang ada. Hal ini menyebabkan kondisi keuangan klub tersendat sehingga pemberian gaji terhadap para pemain menjadi susah terealisasi. Bagi para pemain sendiri, ini tentunya sebuah kerugian besar dan efeknya berdampak buruk terhadap kondisi ekonomi mereka. Berbeda bagi pemain asing yang bisa mencari solusi dengan bermain di Liga negara tetangga seperti malaysia maupun thailand, para pemain indonesia terpaksa mengikuti Liga Tarkam maupun mulai untuk berbisnis agar keuangan mereka tetap bisa terisi dan berjalan.
Tak hanya klub-klub dan pemain yang dirugikan, beberapa masyarakat yang menggantungkan hidupnya di dunia sepakbola pun merasakan akibatnya. Mulai dari penjual souvenir sampai pedagang pedagang lainnya pun harus menerima jika omzet mereka mengalami penurunan drastis. Tanpa mengurangi apresiasi terhadap pemerintah, toh Janji Menpora untuk membuat kompetisi sampai saat ini belum direalisasikan. Dua turnamen memang sudah dibentuk oleh Menpora sebagai solusi bagi semua insan sepakbola. Namun mereka kurang puas sebab turnamen bukanlah kompetisi yang memilik euforia dan kualitas yang setara. Selain itu turnamen memiliki jangka waktu pelaksanaan yang pendek dan sesaat. Semua pihak tentunya mengharapkan kompetisi yang sehat, berkelanjutan dan menghibur. Maka dari itu sudah seharusnya Menpora memikirkan langkah yang bijak yaitu dengan mencabut pembekuan terhadap PSSI agar kompetisi dapat segera berjalan dan memulai dari awal untuk memperbaiki prestasi sepakbola indonesia
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H