Islam adalah agama yang memiliki keunikan tersendiri dalam hal syariah, sangan kompeherensif dan universal. Dalam hal konsumsi pun islam mengajarkan sangan moderat dan sederhana, tidak berlebihan, tidak boros dan tidak kekurangan karena pemborosan adalah saudara-saudara setan sebagaimana telah dijelaskan dala Al-Qur'an yang artinya : "Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya". (Q.S, Al-Isra' : 27)Â Â Â Â Â
Konsumsi pada hakekatnya adalah mengeluarkan sesuatu dalam rangka memenuhi kebutuhan. Konsumsi adalah permintaan, sedangkan produksi adalah penyediaan atau penawaran. Kebutuhan konsumen yang kini dan yang telah diperhitungkan sebelumnya merupakan insentif pokok pokok bagi kegiatan-kegiatan ekonominya sendiri. Mereka mungkin tidak hanya menyerap pendapatannya tetapi juga memberi insentif untuk meningkatkannya. Hal ini mengandung arti bahwa pembicaraan mengenai konsumsi adalah primer, dan hanya bila para ahli ekonomi mempertunjukkan kemampuannya untuk memahami, dan menjelaskan prinsip produksi maupun konsumsi sajalah, mereka dapat dianggap kompeten untuk mengembangkan hukum-hukum nilai dan distribusi atau hampir setiap cabang lain dari subyek tersebut.
      Dalam pembahasan ini kita dapat mengetahui bagaimana konsumsi yang baik dan benar menurut islam. Perintah-perintah islam terhadap konsumsi dituntun oleh prinsip-prinsip berikut :
- Prinsip Keadilan : Prinsip ini mengandung arti penting mengenai mencari rezeki secara halal dan tidak dilarang dalam hukum islam. Dalam ayat Al-Qur'an yang artinya "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi..." (Q.S, Al-Baqarah, 2:169). Dalam soal makanan dan minuman yang terlarag adalah : darah, daging binatang yang telah mati sendiri, daging babi, daging binatang yang ketika disembelih tidak menyebut naman Allah dengan maksud dipersembahkan sebagai kurban untuk memuja berhala atau tuhan-tuhan lain, dan persembahan bagi orang-orang yang dianggap suci atau siapapun selain Allah.
- Prinsip Kebersihan : Dalam prinsip ini telah jelas di dalam Al-Qur'an ataupun Sunnah bahwa makanan yang dimakan atau dikonsumsi adalah makanan yang baik dan tidak menjijikkan. Salman meriwayatkan, bahwa Rasulullah SAW berkata : "Makanan diberkahi jika kita mencuci tangan sebelum dan setelah memakannya". (Tirmidzi, Mishkat). Selain itu, nabi Muhammad mengajarkan bahwa jangan meniup makanan dan minuman dan harus selalu menutupinya.
- Prinsip Kesederhanaan : Dalam prinsip ini mengatur perilaku manusia mengenai makanan dan minuman adalah sikap tidak berlebih-lebihan. Dalam Al-Qur'an dikatakan "... makan dan minumlah, tetapi jangan berlebih-lebihan; sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Q.S, Al-A'raaf, 7:31). Tidak berlebih-lebihan dalam konsumsi bisa disebut juga dengan israf (pemborosan) atau tabzir (menghambur-hamburkan harta tanpa guna). Tabzir yakni mempergunakan harta dengan cara yang salah yakni untuk tujuan penyuapan, hal-hal yang melanggar hukum atau dengan cara yang tanpa aturan.
- Prinsip Kemurahan Hati : Dalam prinsip ini menjelaskan bahwa apabila kita mentaati perintah islam maka tidak ada bahaya maupun dosa ketika makan dan minum makanan yang disediakan Allah karena kemurahan hati-Nya. Selama maksudnya adalah untuk kelangsungan hidup dan kesehatan yang lebih baik dengan menunaikan perintah Tuhan dengan keimanan yang kuat dalam tuntunan-Nya dan perbuatan adil sesuai dengan itu, yang menjamin persesuaian bagi semua perintah-Nya.
- Prinsip Moralitas : Dalam prinsip ini bukan hanya mengenai makanan dan minuman langsung, tetapi juga dengan tujuan terakhirnya, yakni untuk peningkatan atau kemajuan nilai-nilai moral spiritual. Maka dari itu kita sebagai seorang muslim selalu diajarkan untuk menyebut nama Allah sebelum makan dan menyatakan terima kasih kepada-Nya setelah makan.
Disamping memberikan keleluasaan kaum muslimin memakan makanan yang halal dan enak, Al-Qur'an memberi keseimbangan antara faham Zuhud yang menolak kesenangan duniawi di satu sisi dan paham materialisme yang mengakibatkan orang-orang hanyut dalam kehidupan yang mementingkan jasmani dan hawa nafsu semata di sisi lain.Â
Islam tidak melarang kaum muslimin untuk menikmati barang-barang yang bersih dan halal tapi juga tidak membolehkan kahidupan materialisme yang hanya berdasarkan hawa nafsu belaka.Â
Dengan kata lain menjauhkan diri dari kesenangan duniawimerupakan suatu tindakan mengingkari nikmat dan hal itu sama seperti mencari kesenangan hidup menurut hawa nafsu yang melampaui batas. Kehidupan yang paling baik menurut Al-Qur'an adalah meikmati kehidupan secara seimbang tanpa harus menitikberatkan pada satu pihak secara ekstrim. Dengan demikian setiap individu diberi kebebasan sepenuhnya dalam pembelanjaan atas barang-barang yang baik dan suci dengan ketentuan tidak mendatangkan bahaya bagi keamanan dan kesejahteraan negara.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul Mannnan Muhammad, 1997, Teori dan Praktek Ekonomi Islam, Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Rahman Afzalur, 2002, Doktrin Ekonomi Islam (Jilid II), Yogyakarta : PT. Dana Bhakti Prima Yasa.
Suprayitno Eko, 2005, Ekonomi Islam, Yogyakarta : Graha Ilmu.
Rokhim Abdul, 2013, Ekonomi Islam Perspektif Muhammad SAW, Jember : STAIN Jember Press.