Mohon tunggu...
Galih Kusumah
Galih Kusumah Mohon Tunggu... Researcher -

Entrepreneur, Lecturer, Researcher

Selanjutnya

Tutup

Cerita Pemilih

Memahami (Warisan)

6 Juni 2017   06:59 Diperbarui: 6 Juni 2017   06:59 59
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Anda bosan?
Saya juga.

Tapi hati ini gelisah dengan begitu banyak orang yang memahami 'Warisan' secara negatif.
Bagi mereka, 'Warisan' merupakan hasil pemikiran Liberal, menyesatkan, dan anti Islam.
Interpretasi ini sekaligus 'menuduh' semua yang pro terhadap konten 'Warisan' sebagai bagian dari kelompok Liberal yang menyesatkan.

Poin kebencian mereka terhadap 'Warisan' bermuara pada satu kalimat: "Agama adalah Warisan".
"Agama Islam itu bukan sekedar Warisan" kata mereka sembari memberi bukti dengan banyaknya Mualaf yang mendapatkan hidayah. 

Argumen ini valid. Tapi bukan itu pokok tulisan 'Warisan'. 'Warisan' tidak pernah bermaksud untuk mem-validasi argumen bahwa Agama adalah sebuah warisan yang diturunkan orang tua dan tidak dapat berubah. Bukan itu intisari 'Warisan'.

Ijinkan saya menceritakan suatu kisah nyata untuk memahami 'Warisan'.
Jeffrey Lang, seorang Mualaf yang juga seorang Profesor Matematik dari Amerika, dalam suatu ceramahnya pernah mengungkap pertumbuhan Islam di Amerika yang menggembirakan sekaligus menyedihkan. Menggembirakan (bagi Muslim) karena banyak non-muslim yang mendapat hidayah dan masuk Islam. Mereka datang ke mesjid-mesjid lokal, mencari informasi, kemudian memutuskan untuk menjadi mualaf. Setiap bulannya jumlah ini selalu bertambah. Pada suatu waktu, datang empat orang wanita warga negara Amerika datang ke sebuah Mesjid setempat. Mereka, secara bersama-sama, saling menguatkan dan memutuskan untuk menjadi Mualaf pada saat itu juga. Semenjak itu mereka sering mengunjungi Mesjid untuk mempelajari agama. Tapi setiap kali mereka datang ke Mesjid mereka selalu mendapatkan penolakan dari sekelompok Muslim keturunan. Mereka di bentak, dimarahi bahkan di usir dari mesjid. Bagi orang-orang dari kelompok tersebut, wanita dilarang untuk mengikuti kajian di mesjid bersama dengan para muslimin (pria). Hingga akhirnya keempat mualaf tersebut tidak lagi datang berkunjung ke mesjid. Tiga dari empat mualaf itu kini murtad kembali (1). 

Mengapa hal itu bisa sampai terjadi?
Karena sekelompok muslim keturunan tersebut memiliki pemahaman warisan dimana wanita tidak boleh duduk bersama dalam satu majelis, bahwa wanita tidak secerdas laki-laki, bahwa tugas wanita adalah berdiam diri dirumah.
Karena Warisan pemahaman agama seperti itulah yang di pahami oleh sekelompok muslim keturunan tersebut. Bukan karena Islam-nya, tapi karena Warisan pemahamannya. 

Agama itu Warisan? Jelas bukan, atau setidaknya tidak sepenuhnya benar, saya setuju itu.
'Warisan' bercerita tentang pemahaman dan persepsi orang terhadap agama yang dianutnya.
Persepsi dan pemahaman tersebut seringkali merupakan warisan pemahaman dari keluarganya, kelompoknya, dan pemuka agamanya.
Persepsi dan pemahaman itulah yang seringkali menjadi dasar dalam menentukan sikap seseorang pada orang lain. Persepsi dan pemahaman tersebut bukan suatu kebenaran yang hakiki dari agamanya.

'Warisan' berkisah tentang suatu pemahaman berpikir yang diturunkan oleh orang tua, guru, keluarga atau lingkungan, yang kita pegang dan kita pertahankan, bukan karena pemahaman tersebut adalah sebenar-benarnya kebenaran, tapi karena kita anggap pemahaman itu benar karena telah diwariskan secara turun temurun. 

Lihatlah kejadian pawai obor beberapa waktu yang lalu. Disaat anak-anak menyelingi kalimat shalawat dengan lagu 'Menanam Jagung' yang digubah menjadi lagu "Bunuh si Ahok..." (2).
Apakah teriakan itu karena agamanya?
Apakah lagu itu diinspirasi dari Islam?
TIDAK...

Lagu itu di ilhami dari warisan pemikiran yang diturunkan kepada mereka oleh orang tua, keluarga, guru dan lingkungannya.
Bukan oleh Agamanya.
Bukan dari Islam.
Itulah yang ingin disampaikan oleh 'Warisan'.

Lihatlah bagaimana kemudian 'Warisan' ditutup dengan paragraf berikut:
"Ketika negara lain sudah pergi ke bulan atau merancang teknologi yang memajukan peradaban, kita masih sibuk meributkan soal warisan. Kita tidak harus berpikiran sama, tapi marilah kita sama-sama berpikir."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerita Pemilih Selengkapnya
Lihat Cerita Pemilih Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun