Mohon tunggu...
Galih Deornay
Galih Deornay Mohon Tunggu... Mahasiswa - i am a student of international relations, international issues and applied theory in international relations studies is getting me addicted to why and what the world is constructed today. more than that, I am a baby learning to walk in my mother's arms.

"Bukan untuk sekolah saya hidup, tetapi untuk hidup saya sekolah."

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Gender Equality dalam Sustainable Development Goals (SDGs): Sejauh Manakah Indonesia Memposisikan Perempuan dalam Kesetaraan?

12 Maret 2022   16:08 Diperbarui: 12 Maret 2022   16:12 1497
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Gender dalam Konstruksi Pandangan masyarakat saat ini.

Sebuah paradigma mengenai kesetaraan dan gender adalah sesuatu yang tidak terjadi begitu saja. Gender yang tercipta dalam masyarakat adalah realitas sosial yang dikonstruksikan oleh masyarakat didalamnya dan bukan merupakan sebuah pemberian atau given. Pembagian ranah lingkup dan peran didalam masyarakat, diranah publik misalnya, penempatan posisi perempuan dan pria akan berbeda, dimana pria akan lebih dikategorikan individu yang beraktivitas dalam ranah publik dan perempuan cendrung akan di lingkungan domestik/privat atau rumah tangga. Hal tersebut kemudian berdampak pada peran pria akan disebut produktif dengan tugas mencari uang, sedangkan perempuan hanya dianggap berperan sebagai reproduktif yaitu hamil, dan melahirkan keturunan. Perbedaan peran yang terjadi diatas tersebut, kemudian menciptakan cara pandang tentang karakter dan sifat manusia yang dinilai berdasarkan peran. Pria akan dikatakan maskulin, kuat dan kasar, sedangkan perempuan lebih diidentifikasi dengan lemah, lembut dan feminis.

Sebenarnya, perbedaan itu bukan merupakan sebuah permasalah, karena pada dasarnya perempuan dan pria itu dari bentuk fisiknya pasti memiliki perbedaan yang mendasar. Namun akan menjadi sebuah permasalahan jika perbedaan tersebut kemudian menjadi dasar utama dalam membedakan perempuan dan pria dalam peran. Saya pikir, disitulah kemudian menjadi masalahnya yang kemudian menciptakan ketidaksetaraan itu sendiri. Pada hakekatnya perbedaan perempuam dan pria hanya pada alat kelamin dalam fungsi reproduksi. Perbedaan dari segi biologis antara perempuan dan pria ini kemudian menjadi tolak ukur dalam fungsi sosial yang ada dalam masyarakat dan kemudian mennciptakan sebuah realitas sosial yang tidak benar di dalam masayarakat Indonesia saat ini.

Perempuan Indonesia dan Kesetaraan Gender dalam Sustainable Development Goals (SDGs) saat ini

Indonesia adalah salah satu dari sekian negara yang mengadopsi dan berpartisipasi dalam mencapai 17  program SDGs target global yang dibawahi oleh United Nations Development Programme (UNDP). Salah satu tujuan kelimanya adalah kesetaran gender (gender equality). Dalam sebuah kritik kaum feminist terhadap kaum modernist mereka berpendapat bahwa; agenda pembangunan adalah male narative. Maksudnya adalah; keterlibatan perempuan dalam pengambilan kebijakan sangatlah minim bahkan sampai pada perempuan tidak dikiut sertakan karena menurut mereka bahwa perempuan akan mencampurkan perasaan dalam mengambil sebuah kebijakan. Hal ini dapat kita lihat dalam keterwakilan perempuan dalam parlemen belum mencapai 30% dari seharunya yang ditergetkan dalam affirmative (UU No. 8/Tahun 2012 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Saya pikir hal tersebut dalam kritik kaum feminist adalah benar dan masih terjadi di dalam keterlibata perempuan dalam sistem politik dan partisipasinya di Indonesia saat ini.

Dalam mewujudkan kesetaraan gender, UNDP melalui programnya berupaya dalam menciptakan realitas dan fungsi sosial yang sama antara pria dan wanita. Ada empat program yang kemudian menjadi dasar utama dalam mewujudkan kesetaraan tersebut;

Pertama; mengakhiri semua jenis diskriminasi terhadap perempuan dan anak perempuan bukan hanya HAM yang mendasar tetapi penting juga untung masa depan berkelanjutan. Menurut laporan Komisi Nasional Anti Kekerasan Terhadap Perempuan; CATAHU 2020 mencatat 431.471 kasus kekerasan terhadap perempuan yang dilaporkan dan ditangani sepanjang tahun 2019 yang besarannya naik 6% dari tahun sebelumnya (406.178 kasus). Kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan ini terdiri dari: 1). 14.719 kasus yang ditangani oleh 239 lembaga mitra pengadalayanan yang tersebar di 33 Provinsi, 2). 421.752 kasus bersumber pada data kasus/perkara yang ditangani oleh Pengadilan Agama, dan 3) 1.277 kasus yang mengadu langsung ke Komnas Perempuan. Saya pikir point nomor satu ini belum benar-benar mencapi kategori, dimana kasus kekerasan terhadap perempuan masih sangat tinggi dan perlu ditinjau kembali terkait kebijakan penghapusan kekerasan seksual sehingga menciptakan ruang aman bagi perempuan dan anak perempuan Indonesia.

Kedua; peningkatan akses pendidikan dasar dalam memberikan kesempatan kepada anak perempuan dalam mencapai kesetaraan gender untuk memperoleh pendidikan dasar. Menurut laporan Kemenpppa; Berdasarkan hasil Susenas Maret 2018, kemampuan membaca dan menulis telah dikuasai oleh hampir seluruh penduduk Indonesia berusia 15 tahun ke atas. Hal ini dapat diamati dari angka melek huruf baik perempuan maupun laki-laki yang mencapai lebih dari 90 persen. Meskipun demikian, kemampuan membaca dan menulis perempuan masih lebih rendah dibandingkan laki-laki. Pada tahun 2018, sebanyak 93,99 persen perempuan usia 15 tahun ke atas mampu membaca dan menulis huruf latin, arab, atau lainnya, sedangkan persentase laki-laki lebih tinggi yaitu 97,33 persen (Kemenpppa, 2019). Dapat dilihat bahwa masih ada gap antara perempuan dan laki-laki dalam angka melek huruf di Indonesia saat ini, namun sejauh ini dapat dikatakan bahwa kesempatan bagi perempuan dalam memperoleh pendidikan dasar sudah bukan lagi merupakan sebuah hal yang menjadi persoalan. Sejauh ini, sudah ada kebebasan bagi perempuan dalam mengakses pendidkan tergantung dari kemampuan orang tua (terkait biaya) dalam mendukung pendidikanya sampai sejauh mana.

Ketiga; Kekerasan dan eksploitasi seksual, pembagian perawatan yang tidak setara dan pekerjaan rumah tangga, serta diskriminasi dalam jabatan publik tetap menjadi hambatan besar. Perubahan iklim dan bencana terus memiliki efek yang tidak proporsional pada perempuan dan anak-anak, seperti halnya konflik dan migrasi. Pasalnya, berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), telah terjadi 7818 kasus kekerasan terhadap perempuan dengan 7917 korban sepanjang Januari-Oktober 2021. Tempat kerja pun menjadi salah satu lokasi rentan terjadinya kekerasan yaitu 156 pelaporan. Tidak hanya itu, sebanyak 79 korban mengalami kekerasan oleh rekan kerjanya dan 29 korban oleh majikannya.( Republika.co.id, 2021). Kekerasan terhadap perempuan diranh publik dan tempat kerja di Indonesia saat ini masih sangat memprihatikan dari tingginya kasus yang dilaporkan diatas. Saya pikir pembenahan kembali R3P atau Ruang Perlindungan Pekerja Perempuan perlu ditinjau kembali efektivitas serta mendorong pelakuan hukum yang sesuai sehingga dapat menurunkan tingkat kekerasan pada perempuan  Indonesia saat ini.

Keempat; Sangat penting untuk memberi perempuan hak yang sama atas tanah dan properti, kesehatan seksual dan reproduksi, dan teknologi dan internet. Saat ini ada lebih banyak wanita di jabatan publik daripada sebelumnya, tetapi mendorong lebih banyak pemimpin wanita akan membantu mencapai kesetaraan gender yang lebih besar.Saya pikir hal ini sudah sempat saya jabarkan sebelumnya terkait dengan  keterlibatan peran permpuan dalam parlemen saat ini yang belum mencapai target 30% berdasarkan affirmative UU No.8/Tahun 2012, tentang Pemilihan Umum.

Apakah Indonesia sudah menjadi negara yang menempatkan posisi, hak, kebebasan serta partisipasi politik perempuan sudah pada tingkat yang diharapkan?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun