Mungkin sebagian dari kita memandang biasa saja perusahaan induk menjual barang ke perusahaan anak atau sebaliknya dengan harga yang lebih tinggi atau lebih rendah dari harga pasar, namanya juga satu grup. Tapi tahukah kita bahwa dibalik transaksi tersebut ada hak-hak negara yang dirampas, yaitu pajak negara.
Perbedaan ketersediaan sumberdaya, perbedaan daerah pemasaran dan perbedaan tarif pajak memacu perusahaan-perusahaan multinasional untuk mendirikan perusahaan-perusahaan di berbagai belahan dunia. Dengan memanfaatkan tax heaven country (negara-negara dengan tarif pajak rendah), maka perusahaan multinasional bisa mencuri pajak dari negara yang mempunyai sumber daya melimpah.
Sebagai ilustrasi dapat saya sampaikan sebagai berikut:
Perusaan A adalah induk perusahaan yang berkedudukan di negara X, sedangkan perusahaan B adalah anak perusaan yang berlokasi di negara Y. Tarif pajak di negara Y (negara dimana B berkedudukan) adalah sebesar 25%. Harga pasar barang yang diproduksi oleh B sebesar 10.000.
Berikut ini adalah laporan laba/rugi perusahaan B jika B langsung menjual barangnya ke konsumen.
No
Item
B
Sales
10.000
COGS
5.500
Gross profit
4.500
Adm Expense
500
Earning Before Income tax
4.000
Income Tax (25%)
1.000
Net Income
3.000
Kemudian, oleh karena  Induk A merasa keberatan karena harus membayar pajak sebesar 1.000, maka Induk A mendirikan perusahaan C di negara Z. Sebagai Informasi bahwa Z merupakan tax heaven country dengan tarif pajak 5%.
Dengan adanya perusahaan C ini, maka B menjual barang kepada C dengan harga 7.000 dan C menjual barang ke konsumen dengan harga pasar (10.000 ).
Berikut adalah laporan laba/rugi perusahaan B dengan skema tersebut
No
Item
B
Sales
7.000
COGS
5.500
Gross profit
1.500
Adm Expense
500
Earning Before Income tax
1.000
Income Tax (25%)
250
Net Income
750
Sedangkan berikut ini adalah laporan laba/rugi perusahaan C dengan sekma tersebut:
No
Item
C
Sales
10.000
COGS
7.000
Gross profit
3.000
Adm Expense
500
Earning Before Income tax
2.500
Income Tax (5%)
125
Net Income
2.375
Dan berikut ini adalah laporan laba rugi konsolidasi A sebagai induk perusahaan.
No
Item
B
C
A
Sales
7.000
10.000
17.000
COGS
5.500
7.000
12.500
Gross profit
1.500
3.000
4.500
Adm Expense
500
500
1.000
Earning Before Income tax
1.000
2.500
3.500
Income Tax
250
125
375
Net Income
750
2.375
3.125
Dari sini kita bisa melihat bahwa jika B menjual barang dengan harga dibawah harga pasar kepada perusahaan dalam satu grupnya, pajak yang dibayar totalnya adalah sebesar 375, jauh lebih rendah daripada B menjual barangnya langsung kepada konsumen dengan harga pasar. Sehingga kita bisa mengatakan bahwa potensi pajak yang dirampas dari negara Y adalah sebesar 625 (1.000 – 375).
No
Item
B
A
Sales
10.000
17.000
COGS
5.500
12.500
Gross profit
4.500
4.500
Adm Expense
500
1.000
Earning Before Income tax
4.000
3.500
Income Tax
1.000
375
Net Income
3.000
3.125
Apa yang kita bicarakan di atas adalah apa yang disebut sebagai transfer pricing. Colbert, dkk dalam Reeve, (2000:122) menuturkan bahwa transfer pricing dapat diterjemahkan sebagai pembebanan nilai moneter atas pertukaran barang-barang dan jasa-jasa diantara subunit-subunit organisasi yang lebih, sedangkan menurut Hansen dan Mowen (1997:792) transfer pricing adalah harga yang dibebankan untuk barang-barang yang diproduksi oleh suatu divisi dan ditransfer ke divisi lain.
Transfer pricing seringkali dikonotasikan dengan hal-hal negatif. Namun sejatinya tidak demikian, Ada beberapa motivasi perusahaan dalam melakukan transaksi transfer pricing. Pertama, dari sisi hukum perseroan, transfer pricing dapat digunakan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi dan sinergi antara perusahaan dengan pemegang sahamnya, Wolfgang Schon (2012:47-67).
Kedua, dari sisi akuntansi manajerial transfer pricing dapat digunakan untuk memaksimalkan laba suatu perusahaan melalui penentuan harga barang atau jasa oleh suatu unit organisasi dari suatu perusahaan kepada unit organisasi lainnya dalam suatu perusahaan yang sama, C.T. Horngren, W.O. Stratton, dan G.L. Sundem (1996:336).
Ketiga, transfer pricing dalam perspektif perpajakan adalah suatu kebijakan harga dalam transaksi yang dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa. Proses kebijakan tersebut menentukan pula besaran penghasilan dari setiap entitas yang terlibat, R. Feinschreiber (2001:2-1).
Menurut Lorraine Eden (2003:3) makna negatif tersebut sebetulnya mengacu kepada apa yang disebut sebagai manipulasi transfer pricing, abuse of transfer pricing, transfer mispricing dan sebagainya. Manipulasi transfer pricing dapat didefinisikan sebagai suatu kebijakan atas harga transfer yang berada diatas atau dibawah opportunity cost dalam rangka untuk penghindaran kontrol pemerintah dan atau aktivitas memanfaatkan perbedaan regulasi antar negara, terutama terkait dengan tarif pajak.
Demikian pembahasan singkat mengenai transfer pricing, mendatang kita akan membahas lebih lanjut mengenai taknik, analisis, metode dan sisis lain dari transfer pricing.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H