Baru saja dapat pelajaran berharga di ruang tunggu Poli Anak RSUD Kudus. Pelajaran tentang pentingnya menumbuhkan rasa syukur setiap waktu. Â Yang seringkali saya pribadi lalai bahwa sehat itu anugerah luar biasa melebihi jumlah uang yang kita miliki.
Syukur itu bermula sewaktu bertemu dengan gadis kecil bernama Eren. Didampingi kedua orangtuanya yang sama-sama sedang sabar menunggu dokter Susilo, S.PA datang. Balita ini telah divonis dokter mengidap DS (Down Sindrom) sejak lahir. Di saat ratusan DS lain tertatih-tatih melangsungkan hidupnya tetapi gadis mungil ini saya lihat tegar dibalik susah payahnya mengikuti fase pertumbuhan anak seumurannya.
Anak DS terlahir dengan segenap kekurangan. Bermuka seribu tipikal mongolisme. Sesama penderita DS memiliki wajah yang sama. Perkembangan lokomotorik agak terlambat. Bahkan riskan mengidap Penyakit Jantung Bawaan ( PJB ) dan Pheneumonia. Selama ini pengobatan DS terhitung rumit dan tidak murah.
Dengan bantuan suntik STEM CELL akan membantu regenerasi sel-sel yang rusak. Akan tetapi teknologi semacam ini belum ada di RS Kudus. Mereka harus dirujuk ke Solo supaya memperoleh suntikan STEM CELL. "Dan teknologi ini tidak menjamin sembuh total" ungkapnya.
Persoalan DS diawali dari ketidaknormalan pada jumlah kromosom. Manusia lahir harusnya membawa 23 pasang (46) kromosom. Adik Eren ini ketambahan 1 kromosom pada nomor 21. Sehingga jumlah kromosom nya berjumlah 47. Hanya ketambahan 1 kromosom pada tubuh, orang lahir bisa dalam kondisi abnormal.
Bersukurlah jika tubuh kita hari ini dirangkai dengan rantai nukleotida membentuk 46 kromosom. Bertambah dan berkurang sebuah kromosom akibat mutasi telah menakdirkan tumbuh dan kembang seseorang akan berbeda dengan anak normal. Eren yang berumur 2 tahun 9 bulan yang harusnya sudah bisa berlari namun dia hanya bisa duduk terpaku di posisinya.
Energi syukur itu kian terasa tatkala menyaksikkan betapa sangat besar kesabaran orang tua Eren. "Saya hanya menjalani takdir dan tidak ada orang tua manapun menginginkan anaknya lahir membawa sejumlah penyakit" sambung ibu Eren.
Kesabaran dan ketelatenannya telah membuahkan hasil. Seakan ibu Eren ingin mengajukan antitesa dokter bahwa DS bisa disembuhkan asal ada ikhtiar dan doa. Dunia kesehatan terlanjur mempercayai bahwa rata-rata penyandang down syndrome tidak bisa hidup lebih dari usia 10 tahun. Biasanya DS meninggal karena jantung.
Teringat empat bulan lalu kasus serupa yang dialami adik Ocha. Ia teman putri saya kontrol di RSUP Karyadi. Dia DS hanya bertahan sampai 20 bulan. Komplikasi jantung, paru-paru, dan alat pendengaran akibat kelebihan satu kromosom telah mengantar dek Ocha ke surga.
DS memang mengerikan. Tapi hari ini saya melihat keajaiban pada Eren. Di tengah keterlambatan lokomotoriknya ia masih bisa bertahan seraya tersenyum kepada siapapun yang menyapanya. Maka alangkah malunya jika saya ini yang terlahir dengan 46 kromosom, tidak mensyukuri sebagai nikmat terbesar dari-Nya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H