[caption id="attachment_304228" align="alignleft" width="300" caption="LOGO FIESTA (FESTIVAL TEATER SASTRA INDONESIA) 6 UNJ"][/caption]
Judul yang telah dibaca diatas, terlalu bombastis atau mungkin begitu realistis? Demikian semboyan FIESTA 6. Festival Teater Sastra Indonesia yang sudah digelar ke enam kalinya, memang mata kuliah yang banyak mendapat perhatian di Jurusan Bahasa dan Sastra Indonesia tanpa mengesampingkan mata kuliah lainnya. Teater adalah media yang tepat untuk mahasiswa menampilkan kreativitas kesenian secara kompetitif sehingga mendidik generasi muda yang seimbang antara logika, etika dan dan estetika. Menanamkan karakter bisa melalui berbagai media, dan teater adalah salah satunya. Berbicara tentang teater tidak melulu soal bagaimana menampilkan pertunjukan yang wah. Tapi di teater kita juga diajarkan nilai-nilai kemanusian. Seperti bagaimana menghargai peran yang akan dibawakan. Dengan bermain drama atau teater, seseorang bisa mengenal berbagai karakter yang dimiliki manusia dan memilih yang mana yang baik dan buruk. Ilmu sastra dan teater berperan sangat besar menanamkan nilai-nilai investasi moral masa depan dan melatih pendidikan karakter, mengingat sastra dan teater itu berbicara tentang manusia dan kemanusiaan. Konflik kemanusiaan selalu menguasai perhatian dan minat umum, memang saya rasa itulah substansinya, bahwa lakon harus menghidupkan pernyataan kehendak manusia menghadapi dua kekuatan yang saling beroposisi, yang secara teknis disebut 'kisah dari protagonis' (yang menginginkan sesuatu) dan 'antagonis' (yang menentang dipenuhinya keinginan tersebut). Bagi para mahasiswa, terutama saya sendiri. Dengan adanya FIESTA kita semua dapat belajar banyak. Mahasiswa dapat belajar agar menemukan solusi dengan pembagian divisi dalam teater. Pembagiannya menjadi dua divisi yaitu divisi produksi dan teater. Divisi produksi mengurusi tetek bengek masalah manajemen diluar keestetikaan sebuah pertunjukan. Sedangkan divisi artistik mengenai proses teater itu sendiri. Dalam teater kita juga mempelajari berbagai hal, yaitu tiga latihan elemter yang harus dikuasai yaitu olah tubuh, olah intelektual dan olah sukma Poin pertama adalah melatih seluruh anggota tubuh dari kesiapan tubuh dan vokal. Hal tersebut begitu berguna bagi para mahasiswa pendidikan yang akan bermukim di institusi, dan mahasiswa sastra yang begitu pandai berkomunikasi ketika berada di dunia kerja nantinya. Dengan kesiapan tubuh dan vokal, ketika kita bekerja, stamina dan kesehatan kita tetap terjaga. Dengan vokal dan artikulasi yang jelas akan terjadi sebuah proses komunikasi yang baik antara komunikator dan komunikan. Yang kedua, intelektual dan wawasan sehubungan dengan proses kreatif-serta wawasan teater dan budaya. Hal ini tidak hanya berlaku ketika ujian akhir apresiasi drama saja, namun dapat bertahan sepanjang hayat hingga raga tiada. Karena ilmu tidak dapat sebanding dengan harta berapapun nominalnya. Yang ketiga, olah sukma. Dalam KBBI, sukma adalah jiwa. Pepatah kuno mengatakan didalam tubuh yang sehat, terdapat jiwa yang kuat. Ketika kita sudah olah vokal dan tubuh, maka aktor sudah siap secara komprehensif menerima materi terkait proses kreatif. Kemudian kita perlu memusatkan pikiran dan meditasi agar pikiran dan jiwa kita fokus pada suatu kegiatan-yaitu proses teater itu sendiri. Hal itu begitu relevan dengan pembentukan karakter ketika kita berada di lingkungan baru, kita harus bisa beradaptasi dan aktif, bukan hanya menunggu dan ingin dimengerti. Sebagai seni pertunjukan, teater itu berproses secara kolektif. Diperlukan kerja sama yang baik antar lini. Sutradara mengintepretasikan teks yang ditulis oleh penulis menjadi lukisan yang menarik diatas panggung. Aktor mendapatkan mandat dari sutradara agar bermain seperti ini-seperti itu-seperti apa saja yang dikehendaki dan memungkinkan. Pimpinan artistik bersama sutradara selalu berdiskusi dengan kemungkinan penataan cahaya yang bagaimana, set property dan hand property yang seperti apa yang dibutuhkan. Tim penata busana dan tata rias, saling silang hal ihwal wajah dan bungkusan tubuh para aktor yang ingin dijadikan sedemikian rupa. Tim publikasi, dokumentasi dan berkenaan dengan tiket selalu berkoordinir dengan segala pementasan sebelum dimulai hingga acara berlangsung. Teater adalah gotong royong dan kemanusian. Seperti teori kebutuhan maslow, setelah rasa keamanan, dicintai maka selanjutnya aktualisasi. Teater bukan sekedar aktualisasi, namun seperti sudah mendarah daging oleh sebagian orang dan keseluruhan. Karena, teater adalah kehidupan itu sendiri. Semua itu begitu berguna kala kita bekerja harus berhubungan dengan banyak orang, dengan berbagai psikologis dan karakter yang berbeda. Hal Ihwal Pendidikan dan Pembangunan Karakter Pendidikan merupakan proses yang paling bertanggung jawab dalam melahirkan warga negara Indonesia yang memiliki karakter kuat sebagai modal dalam membangun peradaban tinggi dan unggul. Karakter bangsa yang kuat merupakan produk dari pendidikan yang bagus dan mengembangkan karakter. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang dibuatnya. Untuk itu, pembentukan karakter merupakan salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sisdiknas tahun 2003 menyatakan bahwa tujuan pendidikan nasional di antaranya adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian, dan akhlak mulia. Pendidikan karakter dapat diintegrasikan dalam pembelajaran setiap mata pelajaran, termasuk pembelajaran kesenian, dalam hal ini pembelajaran/pendidikan drama/teater. Materi pembelajaran yang berkaitan dengan norma atau nilai-nilai pada setiap mata pelajaran perlu dikembangkan, dieksplisitkan, dikaitkan dengan konteks kehidupan sehari-hari. Dengan demikian, pembelajaran nilai-nilai karakter tidak hanya pada tataran kognitif, tetapi menyentuh pada internalisasi, dan pengamalan nyata dalam kehidupan peserta didik sehari-hari di masyarakat. Secara lebih spesifik, ada sembilan pilar karakter yang berasal dari nilai-nilai luhur universal, yaitu: pertama, karakter cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya; kedua, kemandirian dan tanggungjawab; ketiga, kejujuran/amanah, diplomatis; keempat, hormat dan santun; kelima, dermawan, suka tolong-menolong dan gotong royong/kerjasama; keenam, percaya diri dan pekerja keras; ketujuh, kepemimpinan dan keadilan; kedelapan, baik dan rendah hati, dan kesembilan, karakter toleransi, kedamaian, dan kesatuan (Suyanto, 2009). Saya rasa, konklusi dari judul yang terlalu bombastis atau mungkin realistis telah terjawab. Saya, mahasiswa yang sebentar lagi akan mengikuti proses serupa, yakin membangun karakter melalui teater adalah hal yang realistis. Banyak pengalaman dan pembelajaran yang bisa diambil dari sebuah mata kuliah yang dengan model kompetisi. Kita jadi lebih terpacu lagi untuk tidak cepat puas dengan ilmu kita dan terus meningkatkan kemampuan kita. Teater mengajarkan kerendahhatian dan keikhlasan. Kemudian, yang saya yakini di FIESTA ini, bukan hanya tentang bagaimana cara berakting yang baik, cara membuat properti yang penuh artistik dan estetis, atau menjual pementasan dengan membludaknya penonton. Lebih dari itu, teater begitu relevan dengan kehidupan di dunia nyata yang begitu dinamis. Saya sudah mengalami, meski hanya dalam cakupan eksternal yang terbatas. Dan kita semua akan mengalami, atau banyak yang sudah jauh mengalami dan menghayati setiap inci dari pertunjukan ke pertunjukan- yang melahirkan banyak kritik untuk kemajuan manusia, pendidikan dan bangsa tentunya. (GP) Bacaan Pembantu Sumaryadi. 1987. Ebook 'SENI DRAMA DAN PENDIDIKAN KARAKTER' Yogyakarta: FBS Universitas Negeri Yogyakarta.
Ramelan, Kastoyo. 1980. Seni Drama. Solo: Tiga Serangkai.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H