Mohon tunggu...
Galeh Pramudianto
Galeh Pramudianto Mohon Tunggu... Guru - https://linktr.ee/galehpramudianto

Pengamat langit-langit kamar.

Selanjutnya

Tutup

Music Pilihan

Bahasa Lagu sebagai Media Komunikasi: Ketika Lirik Menjadi Jangkrik

26 Mei 2014   03:01 Diperbarui: 30 November 2021   07:44 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bens Leo dan Is di Rawamangun. (Dok. Pribadi)

Rawamangun, Jakarta — Sebuah lirik lagu yang ditulis oleh musisi dan pengarang memang berguna untuk menyampaikan sebuah pesan kepada penikmat dan pendengar lagu. Namun apa hendak dikata, bila lirik-lirik lagu yang berguna menyampaikan pesan tersebut kini hanya sebagai pemanis dari orkestra yang tercipta.

Berangkat dari permasalahan tersebut, kelas 2 B jurusan Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia mengadakan seminar dengan tajuk “Semarak Harmoni Bahasa: Bahasa Lagu sebagai Media Komunikasi (Ketika Lirik Menjadi Jangkrik)” yang berlangsung hari Selasa (13/05/2014) di Aula UPT Perpustakaan UNJ.

Ketika praktisi, musisi dan akademisi duduk bersama untuk berdiskusi, maka hasilnya adalah berbagai perspektif tentang musik, utamanya adalah lirik. Bens Leo, pengamat musik nasional duduk bersama dengan Is (vokalis) Payung Teduh. Ketika musisi dan pengamat telah siap, sepatutnya memang sosok akademisi dibutuhkan untuk memaparkan argumen dengan diskursus teori. Namun ketiadaan dosen seni musik UNJ tersebut, tidak mengurangi keseruan dan semarak dari seminar ini.

Seminar ini adalah sebuah tugas akhir dari mata kuliah Berbicara Interaktif. Sebelum masuk ke topik pembicaraan bersama para pembicara, mahasiswa kelas 2 B juga menjadi pembicara dengan membahas berbagai genre musik dengan lirik sebagai topik permasalahannya. Setelah acara dibuka dengan sambutan-sambutan dari para dosen, urutan pertamanya adalah genre musik dangdut. Berbagai pemakalah menjelaskan dengan bahasan yang variatif dan menarik. Ada yang berkaitan dengan makna leksikal (makna sebenarnya), konotatif (kiasan), historisitas dari lirik-lirik dangdut pada masanya dan masa kini.

Setelah dangdut, genre musik yang dibahas adalah pop, kemudian berturut-turut reggae, jazz dan terakhir rock. Pembahasan tentang genre-genre musik tersebut mengerucut pada substansi lirik sebagai media penyampai pesan dari sebuah lagu. Dari permasalahan lirik tersebut—timbul banyak pertanyaan—seperti mengapa lirik lagu zaman sekarang kurang memperhatikan unsur estetis, tidak merepresentasikan sebuah peristiwa, terlalu ‘telanjang’ dan semua permasalahan itu dibahas dengan berbagai pendekatan dan teori, utamanya sastra yang mengacu pada teks.

Sementara,  Bens Leo memaparkan bahwa lirik lagu zaman sekarang mengalami perbedaan dengan zaman dulu. Hal itu dikarenakan adanya periodesasi dan perkembangan global dalam musik. Ketika ditanya oleh salah satu penonton tentang sebuah musik yang disetel di angkutan umum namun lirik lagunya tidak karuan, Bens Leo mengatakan untuk lebih selektif soal itu. “Nanti kalau mbak mau naik angkot, dipilih dulu angkotnya. Kalau lagunya tidak enak didengar, lebih baik turun dari angkot tersebut. Daripada merasa terganggu dan tidak nyaman” guyon Bens Leo yang diiringi tawa dari penonton.

Selain itu Bens Leo juga memberitahu bahwa lirik dan musik Indonesia saat ini tidak selamanya buruk. Ia memberi contoh “Banyak band Indonesia yang punya prestasi bagus, namun tidak banyak diketahui seperti White Shoes and The Couples Company, Mocca, The S.I.G.I.T dan band baru saat ini yang begitu potensial, vokalisnya ada di samping saya” ujarnya kepada Is (vokalis) Payung Teduh yang tersenyum.

“Pertama saya bertemu beliau, saat saya ikut audisi dan beliau menjadi juri. Dan sekarang beliau di samping saya sama-sama menjadi pembicara,” ungkap Is. Ia menjelaskan tentang proses kreatif lirik-lirik lagu Payung Teduh yang tercipta karena memang tercipta begitu saja. "Angin Pujaan Hujan itu sebenarnya maknanya sederhana, namun banyak orang yang berlebihan dalam menanggapi,” lanjutnya. Ia juga menolak bahwa lirik Payung Teduh selalu diasosiasikan dengan 'galau'. Menurut Is hal tersebut beralasan. Bahwa banyak masyarakat kita yang selalu mengidentifikasikan musik sendu itu galau, padahal sebenarnya tidak.

Di penghujung acara, pria asli bernama Mohammad Istiqamah Djamad ini menyanyikan Angin Pujaan Hujan yang dihujani banyak apresiasi dari penonton yang hadir. (Galeh)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun