Kedua, dimana-mana yang namanya pekerjaan pondasi dan tiang itu harus menggunakan bekisting, tanya sama siapa saja yang tau konstruksi, kalo pengecoran dilakukan di tempat itu harus pake bekisting, mengenai DED, kalo pekerjaan sudah jalan terus DED-nya belum disiapkan, berarti perencanaannya yang payah.
Ketiga, di RAB gak ada oskop-nya, baru pertama kali saya tahu ada proyek miliaran yang pekerjaan pavingnya tidak menggunakan oskop.
Keempat, peristiwa alam yang menyebabkan kerusakan saluran itu alasan yang sangat tidak masuk akal, kalo peristiwa alam atau pergeseran tanah, sepengetahuan saya retaknya dari bawah, bukan permukaan salurannya yang pecah-pecah seperti foto yang anda tunjukkan, kalo lihat foto anda itu namanya kualitas pengecoran yang cacat mutu.
Kelima, saya tidak yakin kalo pekerjaan yang nantinya akan ditutupi tanah boleh dikerjakan dengan mengurangi kualitas atau mutunya.
Sejak saya baca tulisan anda di kompasiana pertama kali, ini pengawasnya seolah-olah mau melimpahkan semua kesalahan pada pihak perencana dan pelaksana!”
Mohammad Waziruddin, ST, MM selaku PPK, ketika ditanyakan pendapatnya, mengungkapkan bahwa dirinya sependapat dengan konsultan pengawas, "tanggapan saya sama dengan konsultan" jawabnya singkat.
Hingga tulisan ini dirilis, Kementerian Perhubungan masih belum dapat memberikan tanggapan.
Diharapkan bagi aparat penegak hukum untuk dapat menelusuri dan menindaklanjuti kerugian Negara yang ditimbulkan dari dugaan cacat mutu konstruksi Pembangunan Terminal Bangkalan Tipe A ini. Jika aparat hukum tidak bisa mengambil tindakan yang tegas sesuai dengan kewenangan yang telah dimiliki, kemana lagi masyarakat harus mengadu?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H