Akhirnya apa yang ane tunggu-tunggu terjadi juga.Nggak percuma selama ini ane kagum sama Jokowi dan percaya penuh kepadanya karena Jokowi memang seperti itu. Berpikir sederhana, punya keyakinan, punya visi ke depan, berani memperjuangkan keyakinannya dan langsung melakukan apa yang seharusnya dilakukan.
Sebelumnya berkali-kali Jokowi sudah mengatakan bila nanti dirinya bisa menjadi Presiden berikutnya maka tidak ada istilah koalisi pada pemerintahannya. Yang ada hanyalah kerja sama antarpartai politik untuk mewujudkan Indonesia yang lebih baik lagi.
Siapa pun yang ingin bekerja sama dengan PDIP ataupun Jokowi, boleh juga dengan pakai istilah koalisi haruslah kerja sama yang benar-benar untuk membangun Indonesia. Tidak ada yang namanya Koalisi bagi-bagi kue kekuasaan, tidak ada istilahnya bagi-bagi kursi menteri. Yang ada hanyalah berjuang bersama untuk Indonesia.
Makanya bisa kita lihat setelah beberapa hari ini hanya partai Nasdem yang bersedia diajak bekerja sama/ berkoalisi tanpa berbagi kue kekuasaan. Apakah Nasdem bodoh atau tidak tentu kita tidak tahu apa yang menjadi motivasi sebenarnya dari Surya Paloh untuk bersedia berkoalisi dengan PDIP tanpa berbagi kue kekuasaan.Surya Paloh bukan orang bodoh dan Surya juga mempunyai visi dan mimpi ke depan. Secara berpikir positif untuk Nasdem dan Surya Paloh, mungkin slogan mereka yang berbunyi ‘Gerakan Perubahan’ yang menjadi latar belakang bergabungnya Nasdem dengan PDIP. Semoga saja.
Dan secara logika sebenarnya sangat tidak mungkin kalau Jokowi tidak mau membagi sama sekali jatah menteri untuk partai lain yang berkoalisi dengan PDIP. Secara pribadi ane yakin Jokowi akan membentuk kabinetnya denganmenempatkan orang-orang ahli/akademisi yang nonpartisan pada pos-pos penting dalam beberapa kementerian. Tetapi jugaJokowiakan memberikan posisi-posisi yang tidak terlalu vital kepada kader-kader partai koalisinya dengan syarat kader-kader partai tersebut memiliki kompetensidi bidang yang akan dijabatnya nanti.
Hanya saja dari awal Jokowi berbicara pahit-pahitnya lebih dahulu dengan mempertimbangkan bila kursi menteri yang diberikan kepada kader dari suatu parpol kemudian hari yang bersangkutan tidak berprestasi maka Jokowi dengan segera bisa memberhentikannya tanpa disertaiguncangan politis yang dapat ditimbulkannya akibat kejadian tersebut.
Selanjutnyakita lihat PKB yang sebenarnya sudah berkali-kali bertemu dengan kubu PDIP di mana sampai dengan hari ke-6 pasca-Pileg, PKB belum bisa memutuskan akan bergabung dengan PDIP atau tidak. Secara pribadi Muhaimin Iskandar cukup nyaman dengan PDIP dan Jokowi tetapi rupanya di kubu PKB begitu banyak suara yang berbeda sehingga Muhaimin belum bisa memberi kepastian kepada PDIP. Begitu juga dengan PAN yang sempat mengadakan pembicaraan dengan PDIP tetapi akhirnya belum berani menunjukkan kepastian akan merapat ke PDIP atau tidak.
Khususnya PKB, dalam internal PKB memang banyak sekali faksi-faksi di sana dengan berbagai kepentingan.Rupanya perolehan suara yang naik signifikan membuat banyak orang di sana yang sudah merasa ikut bekerja dan ikut berjasa merasa yakin mereka boleh mengusulkan kepentingannya masing-masing sehingga akhirnya sulit sekali mendapatkan kata sepakat di antara mereka.
Keberhasilan PKB menaikkan perolehan suaranya memang dipengaruhi oleh kebijaksanaan Muhaimin Iskandar yang mampu mencari/mendapatkan dukungan dari kalangan PBNU, Barisan Mahfud MD, Barisan Rhoma Irama, Barisan muda yang digawangi Ahmad Dani dan barisan pendukung Muhaimin sendiri.Mungkin ada lainnya, tetapi sepertinya yang disebut-sebut di atas yang menghasilkan kenaikan suara yang signifikan.
Dan ketika hasil perolehan suara naik demikian Muhaimin malah terpenjara dengan kondisi yang sulit di mana banyak pihak menuntut kepentingannya masing-masing. Dari barisan pendukung Muhaimin sendiri ingin segera agar PKB bergabung dengan PDIP dan mengusung Muhaimin sebagai Cawapres, barisan pendukung Mahfud MD berbeda di mana mereka menginginkan Mahfud yang menjadi Cawapres Jokowi, sedangkan barisan Rhoma Irama berkeinginan agar PKB berkoalisi dengan partai-partai Islam yang mungkin bisa mendukung Rhoma untuk menjadi Capresnya.
Akhirnya Muhaimin mengambil langkah berhenti sejenak dan melepaskan faksi-faksi yang ada untuk masing-masing melobi koalisi-koalisi yang diinginkan masing-masing faksi-faksi tersebut. Muhaimin masih menunggu faksi-faksi internal PKB untuk dapat menemukan kata sepakat. Dan akibatnya PDIP dan Jokowi merasa PKB ragu-ragu untuk bekerja sama dengan mereka.
Dan kabar yang beredar sore tadi [15/4/2014], Jokowi telah mengadakan pertemuan denganForum Pemimpin Redaksi dari beberapa media [Forum Pemred] di restoran Horapa Jakarta Pusat.
Dalam pertemuan tersebut Jokowi menegaskan Indonesia membutuhkan kerja sama politik yang kuat untuk membuat perubahan/kemajuan yang berarti.Tetapi kerja sama yang demikian harus dilandasi oleh keinginan yang kuat untuk melakukan perbaikan dan bukan atas dasar berbagi kekuasaan.
Jokowi mengungkapkan bahwa PDIP memang sangat mencari dan sangat membutuhkan rekan partai politik yang bisa diajak untuk tujuan tersebut dan kebetulan baru menemukan partai Nasdem saja sementara yang lain belum bersedia diajak untuk itu.
Dan bila memang tidak dapat menemukan partai lain yang dapat diajak bekerja sama maka menurut Jokowi, tidak menjadi masalah kalau hanya PDIP dan Nasdem yang mengusungnya untuk bertarung di Pilpres mendatang. Bila dihitung suara PDIP sekitar 19 persen ditambah suara Nasdem sekitar 6,5 persen sudah mendapatkan angka 25,5 persen artinya sudah mencukupi untuk angka Presidential Treshold.Dan seperti inilah yang dikatakan Jokowi seperti yang direlease Detiknews.com,
"Kerja sama terserah, tapi jangan minta-minta jatah kursi. Kalau nggak akan seperti ini terus,"[Indonesia tidak akan maju-maju], ujar Jokowi,selanjutnya Jokowi mengatakan ,‘Ada satu NasDem dan cukup. Dan yang lain ke satu lagi itu terserah," ujarnya di Restauran Horapa, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2014)/Detiknews.
Sampai di sini yang bisa kita simpulkan adalah Jokowi telah mengeluarkan tantangan kepada partai-partai lain bahwa PDIP dan dirinya akan mendobrak tradisi pemerintah sebelum-sebelumnya dengan tidak akan berbagi kekuasaan.Partai politik adalah perpanjangan tangan dari aspirasi rakyat dan Partai Politik yang benar adalah Partai yang bukan bertujuan untuk mencari kekuasaan semata. Apakah partai-partai yang lain akan tetap mempertahankan tradisi berbagi kue kekuasaan ataukah setuju dengan Jokowi dan PDIP?
Dan kelihatannya meskipun nanti hanya berdua saja, PDIP dan Nasdem akan berani bertarung di Pilpres nanti dengan suatu keyakinan Menang atau Kalah itu rakyat yang menentukan dan bukan Dukungan dari partai-partai politik yang hanya berharap akan dapat kue kekuasaan atau jatah menteri nantinya.
Jokowi punya keyakinan yang sangat kuat untuk cita-citanya dan berani untuk memperjuangkannya.
Akhirnya kita semua menunggu apakah terjadi pertarungan antara PDIP-Nasdem melawan 10 partai lainnya ataukah ada partai yang lain yang bersedia membantu Jokowi?
Salam Blogger
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H