Mohon tunggu...
Galaxi2014 Okepunya
Galaxi2014 Okepunya Mohon Tunggu... -

Galindra Cakra Setiaji , Anak Gunung yang datang ke Ibukota karena ingin melihat Indonesia Lebih Baik Lagi.\r\n\r\nFollow me @Galaxi2014

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Siapa Yang Lebih Waras, KIH atau KMP?

4 November 2014   21:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   18:41 953
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pemilu Legislatif tahun 2004 pemenangnya adalah Golkar, PDIP dan PKB. Yang menjadi Ketua DPR saat itu adalah Agung Laksonodari Golkar. Wakilnya Soetardjo dari PDIP dan Muhaimin Iskandar dari PKB. Alat Kelengkapan DPR dibagi rata dengan 16 partai yang ada di parlemen pada saat itu.

Selanjutnya pada tahun 2009 Pemenang Pileg adalah : Demokrat, Golkar dan PDIP. Yang menjadi Ketua DPR Marzuki Alie (Demokrat) sedangkan Wakil Ketua DPR : Priyo Budi (Golkar) dan Pramono Anung (PDIP). Alat Kelengkapan DPR pun dibagi rata untuk partai-partai yang ada di DPR.

Kondisi Parlemen pada tahun 2004 dan 2009 bisa dikatakan sudah dapat mencerminkan proporsi kekuatan partai maupun konstituennya. Meskipun para Legislatif tidak memperjuangkan aspirasi rakyat yang memilihnya tetapi secara proporsi kepemimpinan di DPR sudah mewakili proporsi rakyat yang memilih mereka. Secara tata tertib tidak ada yang salah pada proporsi seperti ini.

Tetapi kemudian tahun 2014 menjelang Pilpres 2014 digelar ada segerombolan anggota DPR yang entah karena apa alasannya merubah Tata Tertib yang ada. Beberapatata tertib dihapus dan dirubah. Partai Pemenang pemilu tidak harus menjadi Pemimpin di Parlemen. Ketua DPR harus dipilih oleh minimal 5 Fraksi dan dilakukan secara paket.Tata tertib ini dicantumkan dalam UU yang dikenal dengan nama UU MD3.

Peraturan tersebut secara sepintas sudah tidak masuk akal. Pemenang Pemilu tidak mendapatkan “hadiahnya” yang berupa kedudukan yang lebih tinggi dari peserta pemilu yang lain. Logika anak SD pun menilai, untuk apa menjadi pemenang kalau hasilnya toh sama dengan yang tidak menang.Itu adalah logika anak SD. Sedangkan kalau logika Keterwakilan Aspirasi Rakyat juga sangat tidak sinkron.

Dimana-mana di belahan dunia manapun yang namanya Demokrasi yang berlaku: Suara terbanyak adalah yang aspirasi yang harus dijadikan prioritas. Partai pemenang pemilu adalah partai yang memiliki legitimasi tertinggi dari rakyat. Tidak ada alasan yang logis untuk tidak menempatkan Pemenang Pemilu Legislatif sebagai Pemimpin Parlemen.

Kenyataannya kemudian, akibat adanya UU MD3 yang baru PDIP sebagai Pemenang Pemilu Legislatif 2014 tidak menjadi Ketua DPR/Parlemen. Bahkan menjadi Wakil Ketua DPR pun tidak. Logika apa yang membenarkan Pemenang Pemilu tidak bisa menjadi salah satu Pemimpin Parlemen?

Sungguh tidak masuk akal sebenarnya bila dalam sebuah Negara yang menganut sistim Demokrasi tetapi pemenang pemilu (Partai dengan legitimasi rakyat tertinggi) tidak mendapatkan posisi pimpinan di Parlemen.Tapi di Indonesia hal itu bisa terjadi, Tanya Kenapa.

Bahkan MK sendiri ketika ada Judicial Review untuk UU MD3 langsung menolaknya. Kelihatannya Logika yang berada di Mahkamah Konstitusi sama identik dengan logika para pimpinan KMP. Kita tahu semua bahwa 2 dari Hakim Konstitusi di MK berasal dari partai-partai yang ada di KMP. Mungkinkah itu ada hubungannya?

Selanjutnya kemudian, mereka yang tergabung dalam KMP kembali ingin menguasai Alat Kelengkapan DPR. Berdalih terlalu lama menunggu kubu KIH mengirimkan nama-nama anggota komisi, KMP langsung memutuskan dan mensahkan semua Komisi yang ada dipimpin oleh fraksi-fraksi yang berasal dari KMP.

KMP ini tidak perduli dengan Keterwakilan Rakyat. Mereka tidak perduli dengan apa penilaian rakyat. Yang penting bagi mereka adalah kelompok mereka yang menguasai Parlemen seluruhnya. Tidak ada yang boleh protes untuk itu. Kalau ada yang protes, itu Inskontitusional!Keputusan KMP untuk mengesahkan Ketua-Ketua Komisi yang ada di Alat Kelengkapan DPR sudah sesuai dengan UU MD3! Jadi kalau ada yang memprotes itu mereka adalah Ilegal.

Dan akhirnya semua sepak terjang ini diprotes oleh kubu KIH. Bahkan mereka pun membentuk Kepengurusan DPR sendiri. Mereka merasa terkecoh karena sebelumnya KMP berjanji akan bermusyawarah untuk bermufakat untuk memilih Ketua-ketua Alat Kelengkapan DPR. Tetapi faktanya mereka tidak diakomodir dan langsung ditinggal begitu saja oleh KMP. Akhirnya mereka pun melayangkan Mosi Tidak Percaya dan langsung membentuk Kepengurusan sendiri. Cilaka Dua Belas!

Rakyat bingung melihatnya. Presiden Jokowi juga menyesalkan dibentuknya Kepengurusan DPR yang baru. Para pakar hukum pun menyalahkan KIH yang membentuk kepengurusan baru. Para pakar politik menyalahkan KIH yang tidak mampu bernegoisasi dengan KMP.

Kondisi itu semakin diperuncing oleh pernyataan-pernyataan dari Dua Jagoan KMP yaitu Fahri dan Fadli. Mereka bilang itu Ilegal, mereka bilang itu tidak Konstitusional, mereka bilang itu menghianati rakyat. (rakyat yang mana ya?).

Begitu juga dengan pasukan-pasukan nasi bungkus bentukan PKS dan Gerindra di berbagai media-media online mengompor-ngompori masalah dan mengatakan bahwa KIH Rakus Kekuasaan! Ckckck.. Logikanya dibalik-balik. Biasalah yang seperti itu siapa sih biangnya? Semua orang juga tahu. Hehehee

Sudah seminggu lebih terjadi Dualisme Kepemimpinan di DPR. Dan kelihatannya KIH yang dalam posisi disalahkan. Bagaimanapun juga Ketua DPR dan wakil-wakilnya dari KMP sudah disahkan Mahkamah Agung. Secara hukum kepengurusan yang sah dari DPR adalah yang sudah dilantik oleh MA.

Sudah sebulan lebih DPR dilantik tetapi mereka belum bekerja juga. Lewat satu bulan artinya Gaji Mereka sudah siap dibayarkan oleh Negara meskipun mereka belum bekerja sama sekali. Sebaliknya Presiden Jokowi dan Menteri-menterinya, baru seminggu dilantik sudah bergerak kesana-kemari. Apa nggak malu itu para anggota DPR? Apa nggak punya harga diri itu anggota DPR?

STRATEGI CERDAS KIH

Kubu KIH beberapa hari yang lalu dalam situasi yang salah. Salah berdasarkan Tata Tertib saja karena membuat DPR “Tandingan”. Karena sebenarnya PDIP sebagai pimpinan kubu KIH tidak pernah memprotes Kepengurusan Pimpinan DPR yang sudah disahkan MA. Meskipun tidak masuk akal, PDIP tidak memprotes bahwa kader mereka tidak masuk sama sekali dalam jajaran Pimpinan DPR.

PDIP dan KIH hanya memprotes bahwa KMP tidak mengakomodir keterwakilan partai-partaiyang ada di KIH khususnya untuk menempati posisi pimpinan di Alat Kelengkapan DPR. Bahkan pada Rapat Paripurna terakhir dengan KMP, pimpinan sidang Paripurna dari kubu KMP tidak memberi kesempatan sama sekali untuk KIH berbicara. Bahkan sampai terjadi Insiden Meja Ditendang karena Pimpinan sidang dari KMP tidak mengakomodir aspirasi PPP. Hal itulah yang membuat KIH melayangkan Mosi Tidak Percaya.

Dan sekarang KIH sudah membentuk kepengurusan DPR sendiri. Dan mereka sudah membuat konsep Kepengurusan Alat Kelengkapan DPR. Dan salutnya adalah mereka membagi rata komisi-komisi yang ada berdasarkan Proporsi Jumlah Anggota DPR beserta Keterwakilan seluruh Partai termasuk KMP. Ini adalah yang paling benar.

Kalau KMP tetap ngotot ingin menguasai Alat Kelengkapan DPR sementara mereka sudah menguasai seluruh Pimpinan DPR dan MPR maka bisa dibilang KMP menggali kuburnya sendiri. Dan kalau mereka berdalih ingin menjadikan Parlemen sebagai penyeimbang Pemerintah sehingga harus dikuasai KMP, sesungguhnya akan semakin jelas Kerakusan dari kubu KMP ini.

Bagaimanapun juga seluruh rakyat juga tahu bahwa yang ada di KMP adalah mayoritas berasal dari Setgab pemerintahan SBY. Bahkan pada pemeritahan SBY, mereka selain menguasai Pemerintahan mereka juga memiliki mayoritas suara di Parlemen. Dan semua mata pernah melihat bagaimana mereka melakukan tarik ulur dengan pemerintah yang ada. Sangat lucu sekali kalau mereka mengingkari hal terebut.

Sekarang ini antara KIH dan KMP masih alot dalam mencari solusi untuk memecahkan Dualisme Kepemimpinan DPR. Dari media televise disebut-sebut minggu depan baru akan cair ketegangan antara dua koalisi ini.

Kalau saran ane sih, mending KMP tidak memaksakan diri lagi untuk menang-menangan. Tidak usah lagi KMP ingin menguasai Alat Kelengkapan DPR, Tidak usah lagi ikut campur urusan PPP dan berusaha menarik PPP ke kubu KMP agar dapat menjadikan DPR sebagai Dewan Perwakilan KMP. Percuma saja. Sia-sia saja. Rakyat akan semakin muak melihat KMP sementara Jokowi dan para menterinya sudah berjalan sangat jauh.

KMP sudah menguasai jajaran Pimpinan DPR dan MPR. Itu saja sudah tidak masuk akal, masa masih mau rakus ingin menguasai seluruh komisi yang ada?

Dan terakhir saran ane untuk KIH. Kalau KIH mau menang telak dari KMP, mudah saja. Yang penting berani untuk berkorban. Seluruh anggota legislative dari KIH sebaiknya tidak mengambil penuh gaji satu bulan yang berjalan. Separuh dari gaji seluruh anggota KIH langsung sumbangkan ke Panti Asuhan atau Rumah Sakit atau Sekolah-sekolah yang membutuhkan bantuan. Tunjukkan bahwa kalian memang merupakan wakil dari rakyat. Biarkan saja KMP adalah wakil partai sementara KIH adalah wakil rakyat. Toh nanti semuanya rakyat yang akan menilai dan memberi apresiasi atau hukuman di tahun 2019 mendatang.

Salam Blogger

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun