Seminggu terakhir ini kita semua dihebohkan dengan berita tentang acara Pernikahan anak dari Sekretaris Mahkamah Agung, Nurhadi dimana pemilik acara tersebut menghadiahkan kepada para undangan yang hadir sebuah Souvenir mewah yaitu Ipod Shuffle dengan kemasan yang mewah juga.
Berita-berita sebelumnya mengabarkan bahwa para undangan yang datang pada acara pernikahan mewah yang di adakan di Hotel Mulia Senayan Jakarta berjumlah 2.500 undangan, sementara harga Ipod yang diberikan sebagai Souvenir pernikahan tersebut diperkirakan berharga Rp. 700.000 [berdasarkan harga pasaran Ipod tersebut pada saat sekarang ini]. Harga tersebut juga belum termasuk kemasan souvenir yang diyakini beberapa pihak berharga lebih dari Rp.50.000 per buahnya.
Seketika masyarakat luas terbelalak dan terpesona dengan acara pernikahan mahal tersebut.Masyarakat luas sudah pasti membayangkan dimana untuk souvenir saja minimal sang pemilik acara yaitu Sekretaris MA Nurhadi mengeluarkan kocek sebesarRp. 700.000 X 2.500 undangan dengan total rupiah sebesar Rp. 1.750.000.000,-. [untuk biaya kemasan souvenir anggap saja sebagai bonus dan tidak perlu dihitung biayanya].
Sekali lagi itu baru biaya pengadaan Souvenir Pernikahan. Entahlah berapa biaya untuk Konsumsi, entah biaya untuk Gedung dan fasilitas dan biaya-biaya lainnya. Yang pastiPernikahan Mahal itu kemungkinan besar menelan biaya sekitar Rp. 5 Milyar – Rp.10 Milyar.
Sebenarnya mungkin kita semua tidak bisa memprotes sang Sekretaris MA tentang biaya pernikahan anaknya tercinta. Kita juga tidak bisa begitu saja mencurigai Nurhadi mendapatkan uang darimana untuk membiayai pernikahan anaknya. Tapi yang pasti pejabat-pejabat yang bermegah-megah untuk mengadakan pesta-pesta sungguh tidak layak dilihat oleh umum karena saat ini Negara kita masih miskin dan masih banyak rakyat yang menderita. Apalagi Nurhadi adalah bagian dari Intuisi Penegak Hukum negeri ini.
Kemudian lebih lanjut ada beberapa pihak termasuk Komisi Ombudsman dan Komisi Yudisial telah melaporkan hal ini kepada KPK sehingga akhirnya dari pihak KPK memberi pernyataan bahwa Souvenir yang diberikan Nurhadi kepada para undangan pada acara pernikahan anaknya sudah termasuk dalam kategori Gratifikasi dimana Gratifikasi [penerimaan hadiah] dengan nilai diatas Rp. 500.000 sudah bisa dikenaisebagai unsur tindakan Korupsi.[dalam Peraturan Bersama antara MA dan KY juga sudah dijelaskan hal tersbut]. Dan itu artinya bahwa sebaiknya para undangan yang menerima Souvenir tersebut menyerahkan Ipod/ Souvenir tersebut kepada KPK.
KY sebagai komisi pengawas Hakim-hakim Agung sudah menghimbau agar para Hakim Agung yang menerima souvenir tersebut melaporkan dan menyerahkan souvenir terhadap KPK dan beberapa Hakim Agung sudah mengambil Formulir dari KPK untuk selanjutnya seharusnya sudah diisi dan diantarkan kembali ke KPK beserta Souvenir yang dimaksud.
Tetapi ternyata kabar hari ini mengabarkan bahwa para Hakim Agung beramai-ramai menolak mengembalikan/ melaporkan souvenir tersebut ke KPK dengan berbagai alasan dimana sebelumnya para Hakim Agung dan Hakim Yudisial yang tergabung dalam IKAHI [Ikatan Hakim Indonesia] cabang Mahkamah Agung telah mengadakan rapat untuk memutuskan/ menyikapi himbauan Komisi Yudisial agar menyerahkan Souvenir Nurhadi ke KPK.
Dan hasil rapat para Hakim Agung tersebut memutuskan Hakim-hakim Agung tidak perlu mengembalikan/ Menyerahkan Souvenir tersebut kepada KPK. Dan berikut penjelasan Ketua IKAHI cabang MA Gayus Lumbuun dalam konfrensi Pers di gedung Mahkamah Agung sore tadi [Rabu/18/3], dimana Gayus yang didampingi Hakim Agung Salman Luthan, Hakim Agung Dudu Duswara dan Hakim Agung Andi Samsan Nganro ;
"Rapat memutuskan ini tidak berkaitan dangan hal-hal grativikasi, hadiah atau suvenir dalam kaitan pesta pekawianan, ultah, adat dan lain-lain seperti diatur dalam peraturan bersama MA-KY pasal 6. Jadi kami kami memutuskan, ini bukan grativikasi yang perlu dikembalikan dan diserahkan ke KPK sebagai lembaga yang berwenang untuk menilai,"
Alasan utama dari Gayus dan para Hakim Agung adalah Harga Ipod sebenarnya tidak sampai Rp. 700.000 tetapi hanya berharga Rp. 480.000.
Gayus membeberkan kronologis pembeliannya dimana Ipod tersebut dibeli oleh menantu Nurhadi di Amerika Serikat pada bulan Juli 2013 kemudian dikirim ke Indonesia melalui Singapura dan sampai ke alamat pihak Nurhadi di Surabaya. Gayus juga menerangkan panjang lebar tentang filosofi pernikahan kalau biaya resepsi pernikahan menurut adat Jawa biasanya ditanggung Mempelai Pria.
Dan kalau dihitung-hitung oleh Gayus dan para Hakim Agung harga per unitnya adalah Rp. 480.000. [entahlah Gayus menghitung dengan atau tanpa bea masuk].Dan menurut Gayus harga sampai senilai itu adalah karena pembelian banyak sehingga ada diskon yang membuat harga per unit nya menjadi hanya Rp. 480.000. per unit/buah.
Point dari pembelaan Gayus dan rekan-rekannya [para Hakim Agung] adalah ;
1.Harga Ipod sebenarnya rp. 480.000.[karena membeli banyak, ada diskon]
2.Biaya pesta di Hotel Mulia dan pemberian Souvenir adalah oleh Menantu Nurhadi.
Nah disinilah ane yang sebenarnya juga orang biasa yang termasuk kategoriorang bodoh malah menganggap sang Professor Gayus yang juga seorang anggota DPR RI begitu bodohnya memaparkan dan menyikapi permasalahan souvenir ini. Dan alasannya adalah ;
1.Waktu membelibarang tersebutadalah dengan kondisi kuantitas yang banyak sehingga harganyaRp. 480.000, tetapi waktu menyerahkannya adalah satu per satu, untuk orang per orang, Jadi seharusnya Gayus menghitungnya juga dengan kondisi harga satuan bukan dengan harga borongan. Contoh kecil adalah bila Professor Gayus membeli25 kaos oblong untuk anak buah Professor, tentu saja pada saat membagikan Professor akan mengatakan kepada mereka harga eceran dari kaos tersebut dan bukan harga grosirnya.Apalagi kalau saja, seandainya saja Profesor berbisnis/ berjualan tentu memperlakukan harga satuan yang amat sangat berbeda dengan harga grosirnya.
2.Harga sebenarnya dari harga suatu barang/ produk adalah harga yang berlaku pada saat barang tersebut diserahkan. Bukan pada saat barang itu dibeli. Logika sederhana seperti kalau hari ini ada orang yang bertanya kepada pak Gayus, berapa harga rumah pak Gayus atau berapa harga mobil pak Gayus, tentu dijawab dengan perkiraan harga saat ini. Dan bukan memberi tahu harga beliketika rumah itu atau mobil itu sewaktu baru dibeli/ atau baru dibangun. Bukan begitu, Prof?
3.Meskipun ane buta Hukum tapi setahu ane yang bisa dikenai Gratifikasi adalah pihak penerima gratifikasi tersebut.Yang memberi Gratifikasi/ hadiah tidak akan dikenai unsur korupsi. Jadi tidak penting siapa yang membeli Ipod tersebut apakah menantu Nurhadi atau Nurhadi sendiri karena yang menjadi masalah adalah siapa yang menerima Gratifikasi tersebut, apakah mereka PNS atau bukan. Kalau PNS atau Penyelanggara Negara ya wajib untuk melaporkannya/ menyerahkannya kepada KPK.
4.Gayus dan rekan-rekannya, para Hakim Agung yang merupakan para petinggi di lembaga Penegak Hukum seharusnya, sekali lagi seharusnya tidak perlu mendukung perilaku bermewah-mewah dari Sekretaris MA dan tidak perlu melindunginya kalau memang Nurhadi melakukan suatu kesalahan. Lagipula seberapa berharganya sebuah Ipod bagi para Hakim Agung? Dimana daripada dicemooh rakyat akan lebih baik diserahkan kepada KPKagar dapat dijadikan pelajaran buat para pejabat lainnya. Bukan begitu Professor?
Demikian adanya, Salam Blogger.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H