Mohon tunggu...
Galaxi2014 Okepunya
Galaxi2014 Okepunya Mohon Tunggu... -

Galindra Cakra Setiaji , Anak Gunung yang datang ke Ibukota karena ingin melihat Indonesia Lebih Baik Lagi.\r\n\r\nFollow me @Galaxi2014

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

MK Setuju Sikap Gerindra yang Akan Lengserkan Ahok

21 September 2014   11:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   00:03 1915
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Ane jadi inget waktu tanggal 17 Agustus lalu tepatnya seminggu sebelum Mahkamah Konstitusi mengeluarkan Putusan atas gugatan Prabowo pada Pilpres 2014. Waktu itu teman ane bikin status di Fesbuk dengan kata-kata sebagai berikut : “Ternyata MK sangat memihak kepada Prabowo”.

Status ini langsung direspon banyak orang dan mereka bertanya apa alasannya MK memihak Prabowo. Ternyata teman yang bikin status ini bilang, maksud dia bilang MK itu bukan Mahkamah Konstitusi tetapi MK itu Margarito Kamis. Langsung dijawab : Ooooooooohh… persis dengan mereka yang sempat membaca artikel ini. Heheheeee

Ya betul sekali, bahwa maksud judul diatas MK adalah Margarito Kamis yang katanya Pakar Hukum Tata Negara ternyata setuju dengan sikap Gerindra yang ingin melengserkan Ahok dari jabatannya. Gerindra akan mengajukan Uji Materil UU Pemda ke Mahkamah Konstitusi agar mereka bisa melengserkan Ahok dari jabatannya saat ini.

Sebagai Pakar Tata Hukum Negara, pendapat Margarito ini terasa sangat membingungkan sekaligus sangat mencemaskan. Margarito harus konsisten, dia ini sebenarnya profesinya apa?Pakar Hukum Tata Negara ataukah Pengamat Politik ataukah Politisi?Mari kita lihat argument Margarito sesuai berita di Kompas.com.

"Saya berpendapat bahwa gagasan Gerindra itu cukup masuk akal. Mengapa? Karena cara ini menjadi instrumen untuk menjadikan atau mempromosikan tertib etika dalam berpolitik. Tertib etika dalam berpolitik adalah cara terbaik dalam membangun partai yang responsif dan kredibel di masa yang akan datang," kata Margarito kepada Kompas.com, Jumat (19/9/2014).

Margarito menganggap, tertib etika sangat diperlukan dalam dunia perpolitikan di Indonesia saat ini. Sebab, kata dia, dengan adanya tertib etika, seorang politisi lebih memiliki ideologi dalam berpartai, dan tentunya, tidak akan mudah masuk atau keluar partai politik dengan sesuka hati.

"Cara itu akan mengharuskan partai menemukan kader yang benar, dan menjadi cara untuk membuat kader memiliki ideologi dalam berpartai. Ini adalah sesuatu yang saat ini hilang dalam dunia bernegara sehingga kita tidak memperoleh para politisi yang andal dalam soal etika," ucap Margarito.

Kalau kita garis bawahi pendapat Margarito ini dapat disimpulkan bahwa menurut Margarito Niat Gerindra mengajukan Uji Materil ke MK  dalam rangka memperoleh kekuatan hukum untuk melengserkan Ahok itu sudah benar. Margarito berpendapat itu sebagai upaya melegalkan dan mempromosikan Tertib Etika Berpolitik.

Wah ini ada istilah baru lagi yaa. Tertib Etika Berpolitik.Entah maksud sebenarnya dari Margarito ini apa , soalnya biasanya dia kalau ngomong juga sering nggak jelas dan muter-muter. Hahahaaa.

Yang jelas ini bukan bahasa hukum, tapi coba kita bahas apa artinya istilah ini. Tertib adalah sesuai aturan dan Etika adalah sopan santun. Jadi menurut Margarito adalah orang berpolitik harus taat aturan terhadap sopan santun.Hmm.. Ya nggak salah sih kalau mengatakan begitu. Tapi apakah istilah itu tidak terlalu bombastis alias super idealis?Disisi lain, siap tidak Margarito kalau berikutnya akan didebat oleh Kompasianer? Hehehee(itu poin pertama).

Lanjot, poin kedua yang bisa kita garisbawahi dari pendapat Margarito adalah : Dengan Tertib Etika Berpolitik maka seorang Politisi lebih memiliki ideologi berpartai sehingga tidak akan mudah keluar masuk partai dengan seenaknya.

Berikutnya poin ketiga menurut Margarito, Tertib Etika Berpolitik saat ini tidak dimiliki oleh para politisi yang ada sehingga kita (bangsa ini) tidak memiliki Politisi yang Handal dalam Beretika.

Gedebus ! Kalau kata bude Marni di Klaten.Kalau bahasa kerennya, Omong kosong deh itu pendapat dari Margarito!

Jangankan untuk taat sopan santun, taat dalam aturan partai saja merupakan hal yang sangat sulit dilakukan oleh para politisi kita. Ini fakta, bung Margarito.

Aturan-aturan yang ada pada AD/ART saja sering dilanggar oleh para Politisi, apalagi membuat aturan sopan-santun untuk politisi? Terlalu jauh di awang-awang sepertinya.

Lalu yang dimaksud dengan Politisi yang Handal dalam Beretika itu seperti apa ya? SBY apa kurang santun dalam berpolitik? Jokowi juga masih termasuk santun sebenarnya.

Apa maksud Margarito yang punya Tertib Etika seperti Fadli Zon atau Fahri Hamzah? Hehehehe..

Inti dari pendapat Margarito Kamis sebenarnya hanya satu yaitubeliau setuju dengan satu hal yaitu, bagaimana caranya menciptakan suatu aturan agar Parpol pengusung bisa memberhentikan Kepala Daerah Terpilih yang diusungnya bila terjadi perbedaan pendapat antara Parpol dengan Kepala Daerah tersebut.

Itu saja sebenarnya yang mau dikatakan oleh Margarito Kamis tetapi malah memakai teori-teori gedebus yang muter-muter kesana-kemari. Ckckck.

Ini juga membuat orang berbalik bertanya kepada Margarito Kamis, apakah Margarito berpikir dampaknya kepada masyarakat kita dimasa mendatang kalau ada undang-undang yang memperbolehkan Partai memecat Kepala Daerah di tengah periode masa jabatannya dengan alasan Partai sudah tidak cocok lagi dengan Kepala Daerah tersebut?

Sebagai Pakar Tata Hukum Negara seharusnya punya moralitas juga dong.Punya Wise juga dan harus mampu berpikir panjang demi Negara dan masyarakat. Bukan hanya berpikir politik praktis.

Bila terjadi ada Undang-undang seperti itu disahkan , maka akan terjadi kondisi-kondisi yang jauh lebih buruk dari sekarang. Antara lain, Kepala Daerah akan lebih takut kepada Elit-elit partainya dibandingkan takut kepada rakyatnya. Kepala Daerah akan lebih mementingkan kepentingan partai daripada kepentingan rakyatnya. Bila perlu disuruh korupsi oleh partainya pun terpaksa dilakukan oleh Kepala Daerah daripada dipecat.

Selanjutnya bila Kepala Daerah sampai dipecat, bagaimana dengan program-program yang sedang dijalankannya? Bagaimana dengan kerugian moril dari masyarakat yang telah memilih Kepala Daerah tersebut? Dan bagaimana juga koordinasi team work yang ada sepeninggal kepala daerah tersebut?

Akan banyak sekali timbul masalah kalau terjadiKepala Daerah tiba-tiba dihentikan jabatannya oleh Partai pendukungnya.

Dan terakhir, berpikirkah Margarito bahwa dalam suatu kasus dimana seorang Kepala Daerah begitu baik memimpin akan tetapi karena ada Elit Partaiyang lain menginginkan jabatan Kepala Daerah tersebut sehingga selanjutnya main pecat dan main ganti, kalau seperti ini salah Undang-undangnya atau salah dimana?

Yang seperti inilah yang membuat kita semua menjadi heran. Entah Tolok Ukur apa yang dipakai sehingga membuat negeri ini bisa memberi gelar Pakar Hukum Tata Negara kepada seorang Margarito Kamis.

Ane jadi inget pendapat Margarito sewaktu jadi Saksi Ahli di Sidang Gugatan Prabowo di Mahkamah Konstitusi pada tanggal 15 Agustus lalu. Margarito berpendapat bahwa :

Merupakan suatu anggapan yang keliru bila Pemilu bisa dinyatakan runtuh bila terjadi pelanggaran dengan syarat terbukti dilakukan secara Terstruktur, Sistematis dan Masif. Pemilu sebenarnya bisa runtuh bila terjadi suatu pelanggaran konstitusi.

"Asal ada pelanggaran konstitusi, itu pelanggaran konstitusional. Pelanggaran itu menghilangkan konstitusi pemilu itu sendiri," kata Margarito dalam sidang perselisihan hasil pemilihan umum presiden dan wakil presiden di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Jumat (15/8/2014)Kompas.com.

Waktu itu ane sudah berpikir pendapat Margarito ini sangat Multi Tafsir. Kalau pendapat ini digunakan oleh MK maka akan terlalu mudah bagi setiap orang menggunakan Asumsi bahwa sebuah pelanggaran dianggap sebagai Pelanggaran Konstitusi. Dan akibatnya mayoritas Pemilu kita yang sudah-sudahakan dianggap gugur semua demi pendapat tersebut.

Syarat pelanggaran yang Terstruktur, Sistematis dan Massive adalah syarat yang memang dipakai agar Pemilu yang melibatkan ratusan ribu orang hingga ratusan juta orang tidak mudah digugurkan demi satu alasan yang “Dianggap” oleh sekelompok orang sebagai Pelanggaran Konstitusi.

Kenapa Margarito Kamis tidak berpikir sampai kesana ya?

Dan akhirnya ane pikir-pikir lagi, sepertinya Kompasianer yang ada seperti ane dan kawan-kawan kayaknya lebih pinter dari Pakar Hukum Tata Negara yang ada yaa? Heheheee.

Salam Blogger.

Sumber :

http://megapolitan.kompas.com/read/2014/09/19/16063961/Cara.Gerindra.Jegal.Ahok.Dianggap.Upaya.Menciptakan.Tertib.Etika.Berpolitik?utm_campaign=related_left&utm_medium=bp&utm_source=news

http://nasional.kompas.com/read/2014/08/15/11070201/Saksi.Ahli.Prabowo.Asal.Ada.Pelanggaran.Pemilu.Gugur?utm_source=WP&utm_medium=box&utm_campaign=Kkomwp

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun