Terkejut ane membaca berita di kompas.com dimana Ketua Dewan Pers Bagir Manan memberikan penilaian pribadinya terhadap visi seorang Calon Presiden dari PDIP yaitu Jokowi.Sehari sebelumnya Jokowi sempat berbicara di depan Forum Pemred bahwa sebagai capres dirinya menghendaki suatu visi politik yang berbeda dari pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Jokowi mengemukakan visinya tentang suatu pemerintahan ke depan yang didalamnya didukung oleh beberapa partai politik yang membentuk suatu koalisi tetapi tidak semata-mata didasari oleh sistim berbagi kekuasaan seperti pada pemerintahan-pemerintahan sebelumnya.
Alasan Jokowi adalah bila suatu koalisi hanya dibentuk berdasarkan berbagi kue kekuasaan, berbagi posisi menteri akan menyebabkan jalannya pemerintahan tidak efektif. Itu terjadi karena menteri-menteri yang seharusnya bekerja membantu presiden untuk membenahi dan meningkatkan kesejahteraan rakyat sesuai dengan bidangkementerian yang dijabatnya tidak terlaksana. Mereka para menteri malah dikendalikan olehpartainya untuk mengeruk dana kementerian demi kepentingan dan keuntungan partainya.
Tidak ada yang salah dengan visi seorang Jokowi karena di beberapa negarapun terjadi yang demikian dimana para menteri bukan berasal dari partai politik melainkan berasal dari Profesional. Perbedaannya adalah di Indonesia memiliki partai yang banyak sementara di berbagai Negara partai hanya berjumlah 2 atau 3 saja.
Intinya adalah apa yang menjadi visi Jokowi adalah sangat baik dan tinggal bagaimana dirinya dan para pendukungnyabisa mengimplikasikannya kedalam pemerintahan nantinya bila memang Jokowi berhasil dipilih rakyat untuk menjadi Presiden berikutnya.
Sebagai gambaran kecil mungkin visi Jokowi bertolak dari posisinya sebagai Gubernur DKI dimana Jokowi sebelumnya hanya didukung oleh 2 partai yaitu PDIP dan Gerindra.Entahlah kalau waktu Pemilihan Gubernur kemarin Jokowi didukung 5 partai atau lebih maka mungkin Jokowi diharuskan menempatkan kader-kader partai pendukungnya sebagai pejabat kepala dinas A atau pejabat kepala dinas B. tetapi nyatanya Jokowi tidak menempatkan orang-orang dari partai PDIP ataupun Gerindra di jajaran Kepala Dinas Pemprov DKI. Dan akhirnya semua barisan pemprov DKI bisa dikendalikan oleh Jokowi dan Ahok.
Memang ada benturan-benturan selama Jokowi memimpin DKI tetapi itu lebih banyak terjadi karena perbedaan pandangan antara Gubernur dan DPRD. Cukup wajar meskipun ada juga masalah-masalah yang direkayasa oleh oknum di DPRD DKI.
Secara pribadi pendapat ane, apa yang diinginkan seorang Jokowi berkaitan dengan sistim koalisi yang akan dibangunnya sangat baik. Dan akan banyak sekali masyarakat yang akan mendukung cita-cita Jokowi tersebut.
Dan kemudian ketika beberapa partai politik yang merasa tersaingi oleh Jokowi dalam pencapresannya kemudian mencibir dan mengatakan koalisi tanpa berbagi kursi menteri itu omong kosong, tentu masyarakat yang mendengarnya beragam penilaiannya.Lebih jelas lagi kalau tidak salah kubu Gerindra dengan elitenya Fadli Zoon yang mengatakan demikian.
Bagi masyarakat pendukung Prabowo tentu hanya mengangguk-angguk saja ketika Fadli Zoon berbicara seperti itu, tetapi bagi masyarakat yang memang sudah benci dengan para menteri-menteri dari kalangan parpol yang hanya menguras dana kementerian selama initentu sangat tidak suka mendengar pendapat dari kubu Gerindra tersebut.Tapi mereka maklum karena Gerindra adalah saingan politk dari PDIP.
Tetapi sekali lagi tetapi, ketika seseorang dengan jabatannya sebagai Ketua Dewan Pers Indonesia telah membuat suatupenilaian terhadap visi dariseorang Calon Presiden di saat-saat mendekati Pemilihan Umum Presiden dan diekspos ke media nasional , maka sudah dapat dikatakan Ketua Dewan Pers tersebut telah melakukan suatu gerakan politik.Apalagi Bagir Manan membuat suatu penilaian bahwaJokowi akan sulit melakukan apa yang dicita-citakannya tentang pemerintahan tanpa berbagi kue kekuasaan. Sesuai dengan berita yang dilansir Kompas.com, Bagir Manan mengatakan akan sulit Jokowi mengajak partai lain berkoalisi tanpa bagi-bagi kursi. Kurang lebih seperti ini yang dikatakan Bagir Manan :
"Realitas politik di Indonesia seperti itu. Jadi, pakai bahasa apa pun, sama saja. Jadi jangan debat semantiklah, jangan mengatakan bahwa dia (Jokowi) gotong royong, tapi tidak ngomongi jatah kursi," kata Bagir Manan. (Kompas.com, 16 April 2014).
Sangat-sangat disayangkan seorang Ketua Dewan Pers telah melakukan hal tersebut. Apalagi dirinya sebelumnya adalah Ketua Mahkamah Agung yang seharusnya sudah sangat paham tentang etika politik dilingkup nasional.
Saat-saat ini adalah masa transisi politik yang sangat peka terhadap isyu apapun. Sehebat apapun seorang Bagir Manan memahami sistim perpolitikan diberbagai Negara tidak sepatutnya sebagai seorang Ketua Dewan Pers memberikan suatu pendapat poltik terhadap seorang Capres yang akan bertarung dua bulan kedepan.
Bagir Manan lupa pada posisinya dan Bagir Manan lupa pada hakikat kaidah Pers yang seharusnya sangat menjunjung ketidak-berpihakan kepada satupun partai politik yang ada. Apalagi sebulan sebelumnya pada tanggal 18 Maret 2014 Dewan Pers telah mengeluarkan maklumat untuk hal tersebut dimana Media apapun seharusnya menjunjung tinggi kaidah Pers dan tidak memihak kepada salah satu partai peserta pemilu.
Demikian, Salam Blogger.
Sumber Kompas.com dan siaran pers dari Dewan Pers.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H