Terkejut semalam ane membaca berita tentang Fadli Zon yang melaporkan Akbar Faisal, Denny JA dan Burhanudin Muhtadi ke Bareskrim Polri. Orang ini benar-benar aneh dan mungkin terlalu pinter keblinger sehingga apapun yang mengganggu perasaannya harus dilaporkan ke Polisi.
Dari berita di Media disebut si Zon melaporkan Akbar Faisal selaku Timses Jokowi-JK dan Denny JA Direktur LSI dengan tuduhan telah mengganggu ketertiban umum dan mengarah kepada tindakan Makar.Wow ngeri sekali tuduhannya yaa…
Ada 2 poin tuduhan dari Fadli yaitu Mengganggu Ketertiban Umum dan Melakukan Perbuatan yang mengarah kepada Tindakan Makar.Ckckck..
Mari kita lihat apa kata si Fadli tentang Akbar Faisal seperti yang dikutip dari detiknews ;
"Di Tugu Proklamasi ketika itu Akbar mengatakan presiden Republik Indonesia tanpa ada kata versi quick count atau presiden terpilih dan sebagainya. Ini berpotensi melakukan pelanggaran ketertiban umum bahkan menjurus ke arah makar," tegas Fadli Zon.
"Kalau ada orang mengaku dia seorang presiden sementara Presiden Indonesia masih SBY itu namanya makar. Kalaupun ada presiden terpilih versi quick count itu enggak apa-apa," imbuh Fadli.
Dari kalimat yang diucapkan si Zon, rupanya gara-gara pada tanggal 9 Juli sore di Tugu Proklamasi Akbar Faisal telah menyebut Jokowi SebagaiPresiden RI yang baru tanpa dilengkapi dengan kata-kata berdasarkan Quick Count atau Presiden Terpilih maka oleh Fadli dianggap sebagai tindakan pelanggaran ketertiban umum dan menjurus ke arah makar.
Ini logika paling aneh yang belum pernah ane dengar sama sekali dari mulut seorang politisi.Ketertiban umum mana yang sebenarnya dilanggar oleh Akbar Faisal dan dari sudut logika mana bahwa Akbar Faisal melakukan sesuatu yang menjurus ke arah makar? Akbar Faisal juga tidak menyebut dirinya sebagai Presiden melainkan menyebut Jokowi sebagai Presiden yang baru.
Menurut ane, Fadli Zon sungguh ngawur dalam hal ini.Dan sebenarnya tindakan ini sangat memprovokasi pihak kubu Capres nomor 2. Coba saja kalau Akbar Faisal tersinggung dan membalas dengan melapor ke Polri dengan pasal Perbuatan yang tidak menyenangkan dan pencemaran nama baik, tentu bisa berimbas akan semakin panasnya kedua kubu saat ini.
Kenapa nggak sekalian oleh Fadli dilaporkan aja itu Prabowo yang berkali-kali mengatakan ke media, baik media nasional dan media internasional bahwa dialah yang diberimandat oleh rakyat?
Untuk Jokowi, sejak tanggal 9 Juli sampai sekarang belum sekalipun terucap dari mulut Jokowi bahwa dialah pemenang Pilpres, akan tetapi untuk Prabowo sudah berkali-kali diucapkan baik ke media nasional dan media internasional bahwa dia yang mendapatkan mandat dari rakyat. Bukankah itu yang lebih pantas disebut tindakan menjurus Makar, karenabelum ada satupun pengumuman dari KPU tentang itu?
Begitu pula dengan laporan si Zon yang berkaitan dengan Denny JA Direktur Eksekutif LSI dan Burhanudin Muhtadi, dimana menurut si Zon, Denny JA lah yang mengumumkan hasil hitung cepat sehingga Akbar Faisal mengumumkan Jokowi sebagai Presiden yang baru. Sedangkan untuk Burhanudin Muhtadi disebut telah mengintimidasi KPU.
"Dia [Denny JA] penyebab dari adanya pengumuman itu. Karena dianggap telah selesai. Juga pernyataan [Burhanudin] KPU salah kalau hasilnya tidak sesuai dengan quick count," kata Fadli
Wah rupanya si Zon ini menyalahkan Denny JA karena mengumumkan Hasil Quick Count sudah selesai dengan keunggulan Jokowi dan seterusnya oleh Akbar Faisal hal tersebut digunakan sebagai dasar untuk menyebut Jokowi sebagai Presiden yang baru di Tugu Proklamasi. Begitu rupanya.
Ane baca berita tersebut malah nggak habis tertawa.Kenapa nggak, coba kita ingat bersama-sama pada tanggal 9 Juli lalu dimana Jokowi hanya mengikuti saja apa kata para pendukungnya yang bersorak sorai atas kemenangan Pilpres versi Quick Count dari 7 Lembaga Survey yang credible. Betul bahwa Megawati sempat menyampaikan pidato kemenangan tapidi kubu sebaliknya Prabowo secara pribadi mengklaim dan menyatakan dirinyalah yang telah mendapat mandat rakyat sesuai perhitungan Quick Count dari 3 lembaga survey abal-abal. Tak lama kemudian Prabowo, ARB dan teman-temannya melakukan Sujud Syukur di rumah keluarga Prabowo. Apa itu bukan klaim kemenangan yang bisa dianggap tindakan menjurus makar juga?
Lalu bagaimana dengan 3 lembaga survey abal-abal yang menampilkan kemenangan Prabowo pada Quick Count di layar TV One dan RCTI?Bukankah mereka juga merupakan penyebab sehingga Prabowo mengatakan dirinya diberi mandat rakyat dan akhirnya melakukan Sujud Syukur?Justru merekalah ketiga lembaga survey ini yang seharusnya disebut biang onar dan mengganggu ketertiban umum.
Di poin inilah yang ane bilang Fadli Zon sungguh ngawur dalam melaporkan Akbar Faisal dan Denny JA ke polisi.
Selanjutnya mengenai Burhanudin Muhtadi yang pernyataan mungkin saja bisa dibilang controversial bila memang hanya berpegang satu baris kata-katanya tanpa melihat kronologis keluarnya ucapan tersebut.
Sebelum membahas pernyataan Burhanudin, ane mau tegaskan dulu soal Quick Count.
Quick Count adalah suatu produk dari lembaga Survey. Dan Quick Count ini berbeda dengan Survey Elektabilitas meskipun keduanya menggunakan metode random sampling. Titik perbedaannya adalah kalau Survey Elektabilitas berdasarkan Tanya jawab dengan responden sedangkankalau Quick Count berdasarkan Perhitungan Manual dari sekian banyak TPS.
Kalau Survey Elektabilitas itu bisa saja meleset jauh karena bisa terjadi Responden tidak menjawab dengan sebenarnya, tetapi kalau Quick Count itu melesetnya sangat sedikit. Itu disebabkan karena sumber datanya valid yang berasal dari TPS.
Quick Count ini sudah dipakai pada Pemilu skala nasional sejak tahun 2004. Jadi kira-kira sudah sepuluh tahun hasil quick count ini sangat membantu di 2 Pemilu Presiden dan 3 Pemilu Legislatif yaitu Pilpres 2004, Pilres 2009, Pileg 2004, Pileg 2009 dan Pileg 2014.Begitu juga dengan puluhan Pilkada yang ada banyak juga yang sudah menggunakan jasa Quick Count.
Dari seringnya kita semua menggunakan Quick Count maka kita mengenal nama-nama lembaga survey yang sering tampil di TV dan media yang dikenal keakurasiannya dan kredibilitasnya. Sebut saja LSI, Cyrrus, Litbang Kompas, RRI, Indo Barometer, Poltracking, Roy Morgan dan lainnya. Siapa yang tidak mengenal nama-nama besarlembaga-lembaga tersebut?
Sebaliknya dengan nama-nama seperti Puskaptis, LSN, JSI dan IRC, berapa banyak sih orang yang pernah mendengar nama-nama itu?
Sebelum Pilpres 9 Juli kemarin dimana berbeda dengan hasil Survey Elektabilitas, bisa dikatakan dan bisa disimpulkan bahwa sebelum tanggal 9 Juli kemarin hampir semua orang percaya dengan hasil Quick Count. Tentu saja Quick Count yang dihasilkan oleh lembaga-lembaga yang sudah dikenal seperti LSI, Indo Barometer, RRI dan lainnya. Hampir semua orang percaya keakurasian hasil Quick Count karena telah terbukti dalam 10 tahun terakhir.
Prabowo sendiri berkali-kali mengatakan kepada semua orang dan mengklaim bahwa dirinyalah yang pertama kali mengucapkan selamat kepada SBY ketika hasil quick count menyatakan kemenangan SBY pada Pilpres 2009. Begitu juga dengan SBY pada 9 April 2014 lalu yang segera mengucapkan selamat kepada PDIP karena berdasarkan Quick Count dari lembaga seperti LSI, Cyruss, Indo Barometer dan lainnya telah mengumumkan kemenagan PDIP berdasarkan Quick Count pada Pileg 9 April lalu.
Tetaapi kenapa pada tanggal 9 Juli kemarin menjadi kacau balau yang berkaitan dengan Quick Count?
Pertanyaan besarnya adalah ; Mengapa pada tanggal 9 Juli pagi tiba-tiba TV One selaku media pendukung Prabowo secara tiba-tiba mengganti lembaga survey Poltracking yang sudah mengikat kontrak dan menggantinya dengan 3 Lembaga Survey yang tidak terkenal?
Kita semua tahu bahwa hasil Quick Count Poltracking memenangkan Jokowi berikut 7 Lembaga survey lainnya juga memenangkan Jokowi-JK. Tetapi sebaliknya 3 lembaga Survey yang dipasang di TV One malah memenangkan Prabowo. Inilah asal muasal terjadinya kekacauan nasional saat ini.
Dan gara-gara 3 lembaga survey tersebut keluarlah pernyataan-pernyataan yang menyerang dari kubu Capres nomor 1 kepada ke 7 lembaga survey yang memenangkan Jokowi.
Ane masih ingat dan masin terbayang bagaimana ucapan Fadli Zon pada tanggal 9 Juli siang dimana Fadli tidak mau mengakui keunggulan Jokowi pada Quick Count di Metro TV dan lainnya. Waktu itu Fadli mengatakan, Kata siapa Prabowo-Hatta kalah? Kami pakai lembaga-lembaga survey yang credible dan semuanya memenangkan Prabowo.Itu lihat saja web KPU sudah di Hack, jadi saat ini kami hanya percaya media kami.
Begiu juga ane masih ingat kata-kata Mahfud MD yang tidak mengakui kemenangan Jokowi dengan alasan saat ini yang terjadi adalah Cyber War. Dan ane pun masih ingat kata-kata Tantowi Yahya yang mengatakan Pidato Kemenangan Megawati terlalu premature. Ane ingat semua dan masih terbayang jelas wajah-wajah mereka di televise.
Dan keesokan harinya, mulailah serangan-serangan gencar dilakukan oleh kubu Capres Nomor 1 kepada lembaga-lembaga Survey yang memenangkan Jokowi. Ini sungguh terbalik. Seharusnya kubu Nomor 2 lah yang duluan mempertanyakan 3 lembaga survey di TV One tersebut.
Dan karena masivenya desakan-desakan ke beberapa lembaga survey diikuti dengan pernyataan-pernyataan banyak pihak yang tidak percaya dengan hasil Quick Count LSI dan lainnya, maka keluarlah pernyataan Burhanudin Muhtadi tersebut.
"Kalau hasil hitungan resmi KPU nanti terjadi perbedaan dengan lembaga survei yang ada di sini, saya percaya KPU yang salah dan hasil hitung cepat kami tidak salah," kata Burhan dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 10 Juli 2014.
Kalau hanya berpatokan pada kalimat tersebut memang bisa dikatakan terlalu berlebihan ucapan dari Burhanudin. Tapi seharusnya kita tahu bahwa Burhanudin berbicara dalam konteks meyakinkan audiens yang secara tiba-tiba tidak lagi mempercayai hasil quick count lembaga survey.
Mengutip sebagian dari pendapat kompasianer Reva Sugito kemarin, Kalimat Burhanudin tersebut hanyalah kalimat logika yang bersifat Teori Pembuktian Terbalik. Dan Burhanudin mengatakan hal tersebut dikarenakan keyakinannya yang sangat tinggi terhadap keilmiahan dari Survey Quick Count.
Pembuktian terbalik Quick Count yang dimaksud Burhanudin dianalogikan oleh Kompasianer Reva Sugito seperti bila kita melihat sebuah Jembatan Beton yang terbentang sepanjang 20 meter atau lebih, bila kita cungkil sebongkah beton seukuran 5 cm persegi dan kita teliti formula campuran betonnya. Mungkin kita bisa menyimpulkan beton tersebut berformula K500 atu K250. Dan dengan dasar hal tersebut bisa kita perkirakan jembatan ini dibangun dengan menghasilkan semen sekian ribu zak, Pasir sekian dan Kerikil sekian. Perkiraan jumlah material tersebut bisa saja meleset tetapi tidak mungkin jauh melesetnya.Dan bila terjadi bahwa setelah diperiksa ternyata jumlah material yang dipakejembatan tersebut meleset jauh dari perkiraan maka bisa disimpulkan ada yang salah dengan pembangunan jembatan itu.
Seharusnya logika ini yang dipahami Fadli Zon dan bukannya langsung menuduh Burhanudin Muhtadi berencana untuk mendelegitimasi KPU.
Kalau memang maunya asal tuduh sana tuduh sini, bisa disimpulkan bahwa Fadli Zon hanya mencari rebut saja atau sedang melakukan terror psikologi ke kubu capres nomor 2.
Salam Blogger,
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H