Pembobolan bank adalah cara termudah mengumpul uang. Apalagi Bank milik sendiri.Begitu yang terjadi di Bank Century, begitu juga yang bisa terjadi pada Bank BJB. Hanya modusnya agak beda. Dalam kasus Bank Century yang dikuras duitnya LPS atas perintah KSSK dengan persetujuan BI. Sedang di Bank BJB bisa langsung saja. Bank BJB yang disebut TBK itu sejatinya mayoritas pemegang sahamnya adalah Pemda. Uang rekening giro dan depositonya juga mayoritas uang Pemda. Uang rakyat. Yang menunjuk Direksinya juga Kepala Daerah sebagai pemegang saham pengendali. Jadi bener2 milik sendiri. Setelah dipegang oleh Dirut Baru, menyingkirkan Direksi lama yang membangun BJB penuh dedikasi, Direksi baru Bank BJB makin kreatif menggelontorkan dana. Kredit skala aneh muncul di Sukabumi dan Surabaya. Ditengarai penerima kredit masih sekitar kroninya. Lalu ditingkah dengan 'pembelian' sebagian gedung T-Tower senilai lebih dari 500 Milyar dan terlanjur dibayar lebih dari 300M. Gedungnya sendiri tidak pernah ada. Kredit fiktif dan pembelian fiktif jelas mengundang tanya uangnya kemana sebetulnya. Kejagung juga agak ogah2an memeriksanya. Dah disuap berapa? Belum lagi kalau masuk kedalamannya. Berapa bunga yang diberikan kepada Pemda atas uang yang hampir seluruhnya ditaruh di BJB? Â Sebagai nasabah prima seharusnya mendapat rate bunga prima juga. Itu di Bank biasa. Kalau di BJB bisa sebaliknya. Kalau perlu ga usah diberi bunga. Misalnya dengan alasan riba. Padahal bunganya dijadikan upeti pribadi ke para paduka. Â Bisa nggak? Kredit fiktif itu bisa saja debiturnya cuma dipinjam namanya tanpa pernah terima uangnya. Paling diciprati upah sedikit saja. Uangnya bisa dipakai apa saja oleh para paduka. Jangan heran kalau akhirnya masuk NPL 5, lalu suatu ketika dihapus bukukan. Pembelian fiktif itu bisa saja penjualnya cuma tanda tangan kuitansi kosong saja. Tanpa pernah terima uangnya. Karena itu Direktur utama Perusahaan penjualnya juga bisa ditunjuk asal asal saja. Untuk dikorbankan nantinya. Kasihan triwiyasa, adik Triwisaksana alias bang Sany. Jadi Dirut Comradindo cuma pengganti sansak saja di Kejagung, buat formalitas. Para paduka yang mengawur awur uangnya kemana suka.Paling yang dikorbankan Kepala Pengadaan BJB dan Dirut perusahaan pengembang. Kalau mengharap uang 300M lebih dikembalikan ya mimpi disiang bolong. Yang mau nagih Titus Sumardi saja siapa? Bisa saja Titus ga tau apa2. Ga pernah terima uangnya. Tanyakan sono para paduka. Berapa komisi broker asuransi? Bisa 15-30% dari premi, yang penting sisanya masih cukup buat bayar premi re-asuransi, yang akan menanggung kerugian ketika terjadi default. Siapa yang ditunjuk jadi broker asuransinya? Kader kader juga. Jadi cukup diceperin 1% atau kurang saja. Selebihnya untuk para paduka. Kecilkah angka ini? Yuk kita main angka. Anggap saja PNS Jawabarat/Banten itu 400 ribu, yg ambil kredit pegawai 200ribu saja rata2 anggap saja per orang 25 juta maka besar kredit = 50 Triliun. Ambillah rate asuransinya 0.2% per tahun ( jiwa kredit), kalikan masa pinjaman anggap 5 thn = 1% = 500 milyar. Umumnya fee utk bank adalah 15-30% tapi bisa lebih tergantung kesepakatan bank dan prshan asuransi. Anggap saja 20% = 100 Milyar. Senyap. Broker kader dikasih 100juta sudah menjerit sujut syukur, wong kerjanya cuma tanda tangan kuitansi kosong saja. Sisanya berapa? Untuk siapa? Untuk apa? Terserah para paduka. Siapa yang ditunjuk mengerjakan proyek dan pengadaan kebutuhan BJB? Lihat profile-nya. Kalaupun profilenya sesuai ya besar kemungkinan cuma pinjam bendera. Disesuaikan dengan jenis pekerjaan dan nilai proyeknya. Jadi mau dimark up atau sekalian fiktip juga gpp. Bagaimana supaya tampak glamour? Buka cabang banyak2. Salurkan kredit UKM banyak2. Hasil bunga yang belum jatuh tempo langsung dibukukan sebagai pendapatan. Laba bank akan melonjak signifikan. Nilai Asset juga melonjak. Sehingga ratingnya akan semakin menyodok kepapan atas. Kalaupun nanti NPL-nya meledak kan bisa minta dipusokan tanpa harus kehilangan muka. Karena pembukuan kerugian atas NPL itu dianggap force majeure, keputusan Pemerintah. Cuma butuh disclosure saja. Kasus kasus diatas cuma trial saja. Pemanasan menjelang 2014. Walaupun sudah kebongkar Kejagung masih bisa nekat juga. Paling kalau CAR dan LDR ketabrak lalu kalah kliring ya di Century-kan saja. Dengan ilustrasi singkat ini, sesulit apa mengumpul 2 triliun untuk merebut peringkat 3? Tapi tetap saja berlaku dalil parpol bedebah. Pemimpinnya hidup bermewah mewah dari menjarah. Kadernya makan dari mengais sampah. Semua harus tsiqoh dan thoat. Masih dipalakin iuran dan infaq sedekah pula. Padahal itu hanya untuk window dressing saja.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI