Mohon tunggu...
Ga Law
Ga Law Mohon Tunggu... profesional -

Memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,

Selanjutnya

Tutup

Politik

Beginilah Seharusnya Kepala Daerah

28 September 2013   08:51 Diperbarui: 24 Juni 2015   07:17 551
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Secara tipikal Pilkada berlangsung bak kontes idol, semua pasangan calon berlomba menyampaikan pesan kepada masyarakat: Kami pasangan terbaik. Pilihlah. Perlombaan dimulai dengan upaya mendapat dukungan Parpol, kabarnya sering tidak gratis. Bisa berbentuk cash, bahkan ada yang menyebut mahar. Atau janji rahasia untuk 'memberikan' pos-pos jabatan tertentu maupun proyek. Masyarakat dibombardir informasi instan berupa stiker, pamflet, spanduk bahkan baliho disetiap sudut kota.

Sederetan janji untuk mengobral manfaat buat rakyat disebar dalam bentuk tulisan maupun ucapan. Semuanya dilakukan serba instan dalam sessi yang disebut kampanye. Rakyat dirayu bertubi tubi dengan janji janji menggiurkan. Tujuannya hanya satu: Pilihlah pasangan kami dibilik suara. Setelah terpilih, tidak sedikit yang menyelenggarakan syukuran, terima kasih kepada Tuhan. Artinya janji itu bukan hanya kepada manusia tetapi juga kepada Tuhan. Bahkan tidak jarang Parpol pendukungnya koar koar mengeklaim kemenangan.

Apa yang  terjadi kemudian setelah Pilkada usai, sering jauh dari janji janji yang dulu ditebar, Ada yang menebar seribu alasan, ada yang pura pura amnesia. Kehidupan rakyat berlangsung seperti sediakala, tak ada perubahan berarti. Semua orang tetap saja harus menolong diri sendiri. Bahkan tidak jarang  rakyat kemudian disuguhi atraksi infotainment para pejabat baru itu yang terkait harta, tahta dan wanita. Level yang lebih beradab adalah setelah terpilih lalu obral Proyek Akan. Semua proyek cuma dijanjikan akan dikerjakan tetapi tidak pernah dilaksanakan. Alasan pembenar dikemas rapi, sering dilengkapi justifikasi LSM, Parpol maupun tokoh masyarakat. Intinya, rakyat harus menerima apapun yang mereka omongkan.

Para akhir masa jabatan maju lagi dengan janji janji baru dan mengulang proses Pilkada sebagai seremoni idol semata. Bahkan juga ada yang tidak malu mengobarkan slogan Lanjutkan. Apanya yang dilanjutkan? Kebobrokan dan korupsinya? Kalau sudah 2 kali menjabat, lalu mengajukan isterinya atau anaknya untuk maju sebagai calon. Tanpa malu malu dia sendiri maju sebagai calon wakilnya.

Daerah Anda termasuk golongan yang mana?

Pemandangan kontras terjadi di Jakarta. Dikota terbesar skala dan masalahnya di Indonesia ini, pemenang Pilkada membalik paradigma. Kemenangan Pilkada bukan dipakai pesta pora merampok uang rakyat bersama kroni kroninya. Padahal APBDnya 50 Triliun per tahun. 10%nya saja berapa? Jokowi-Ahok sang pemenang seolah menjadikan kemenangannya sebagai  awal masa kampanye Pilkada berikutnya yang masih 5 tahun lagi. Didaerah lain rakyat dimanjakan dalam kampanye instan, di Jakarta pemenang Pilkada memanjakan rakyat dengan kampanye setiap hari.

Intinya, masyarakat yang kaya tidak diganggu, yang miskin dibantu. Kualitas pelayanan publik ditingkatkan sampai business like. Dengan cara yang sederhana, blusukan namanya. Pagi-pagi sekali pak Gubernur Jokowi sudah hadir dikantor lurah, camat, Puskesmas dan lainnya. Jelas saja pejabat dan pegawai setempat terjingkat kayak cacing kepanasa, Besoknya semua pejabat yang tadinya bossy, susah diakses publik, langsung berubah, jam 07.00 kantor sudah penuh dan pegawainya sangat bersikap melayani. Masih ada yang bandel? Ada. Jurus berikutnya Lelang Jabatan. Kocok ulang Lurah dan Camat dalam seleksi terbuka dengan parameter yang jelas. Yang masih mau bossy jelas terpinggirkan by system. Penggantian pejabat DKI sama sekali tidak ada yang berindikasi KKN. Sepenuhnya obyektif, bukan obyekan.

Kartu Jakarta Sehat dan Kartu Jakarta Pintar disebarkan kepada siapapun yang membutuhkan. Tidak perlu Surat Keterangan Tidak Mampu (SKTM) untuk mendapatkan KJS dan KJP. Kartu ini dikemas sedemikian rupa sehingga bentuk dan penggunaannya semudah Kartu Kredit. Mudahkan mengadakan pelayanan macam itu? Tentu tidak. Melibatkan uang triltyunan untuk membayar tagihan rumah sakit maupun sekolah seluruh Jakarta. No worry, Jakarta cukup punya dana.

Tapi karena melibatkan berjuta juta masyarakat dengan segala keberagamannya, pelaksanaanya tidak langsung mulus. Ledakan pasien terjadi dimana mana. Maklum penderita sakit yang sudah bertahun dirawat dirumah karena nggak punya biaya, sekarang muncul dipermukaan. Bahkan yang cuma sakit ringan pun ikut meramaikannya. Anggap saja itu euphoria. Semakin hari trend-nya menunjukkan menuju normal, tidak semuanya bernafsu berjejal dirumah sakit. Bahkan juga banyak penduduk yang tidak meminta KJS karena masih mampu menanggung sendiri biaya kesehatan keluarganya. Atau sudah punya jaminan kesehatan lain.

Penduduk yang tinggal dikawasan kumuh, bahkan penghuni liar lahan Pemerintah, dipersilahkan pindah kerusun yang full furnished, yang jelas jauh lebih nyaman dan higienis. Setiap unit sudah dilengkapi dengan kulkas, TV,  kursi tamu, meja makan, kompor bahkan sampai piringnya, Duitnya dari mana? No worry, Jakarta punya. Ditambah sumbangan dari masyarakat kaya. Orang kaya yakin bahwa bantuannya tidak diselewengkan. Itu rahasianya.

Masyarakat kampung kumuh yang tidak mau pindah ke rusun, direhab kampungnya menjadi Kampung Deret, yang sama nyaman dan higienisnya dengan rumah susun. Dilengkapi jalan dan taman lazimnya  kampung yang layak huni.  Setelah sukses membangun satu kampung deret di Tanah Tinggi, Jokowi langsung menggebrak dengan 28 Kampung Deret lainnya. Setelah mulai membangun rusun di Pulo Gebang, Jokowi langsung mengganden Perum Perumnas untuk membangun 200 tower pwe tahun. Belum menghitung rusun yang dibanun Pemerintah Pusat. Belum lagi kalau ada bantuan dari Lembaga internasional atau yayasan sosial lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun