Kartu Jakarta Sehat (KJS) dan Kartu Jakarta Pintar (KJP) terbukti  telah menjadi Masterpiece pasangan Jokowi Ahok. Sistemnya sudah semakin stabil. Sebuah strategi cerdas Jokowi-Ahok mengalirkan pajak orang2  kaya Jakarta untuk warga Jakarta yang masih miskin. Siapa warga miskin itu? Siapapun yang mau mengaku miskin. Tanpa perlu pengesahan dari manapun juga. Cukup menunjukkan KTP dan KK DKI Jakarta sebagai pertanggung jawaban penggunaan APBD DKI Jakarta.
Banyak kritik kebijakan KJS dan KJP sebagai kebijakan ceroboh, pencitraan yang membahayakan ketahanan keuangan APBD. Kalau pemegang KTP/KK DKI Jakarta yang sekitar 10juta itu SEMUA Â menggunakan KJS dan KJP diproyeksikan keuangan APBD Jakarta akan jebol. Apalagi diawal pelaksanaan KJS, jumlah pasien meledak ratusan persen karena KJS ini. melahirkan banyak demo dan caci maki. Bahkan KJS yang tadinya dianggarkan 2 triliunan, realisasinya membengkak menjadi 4 triliunan. Tuh kan, Â Red alert untuk APBD Jakarta.
Benarkah demikian? Sama sekali tidak. Itu sudah masuk dalam hitungan Jokowi-Ahok. Meledaknya jumlah pasien hanya akan sebatas masa euforia. Waktunya singkat saja. Sekarang sudah terbukti normal. Siapa mau ngantri berlama lama kalau hanya masuk angin atau sakit ringan saja? Yang mau mengantri tinggal yang memang harus berobat ke dokter saja. KJS terbukti hanya digunakan warga Jakarta yang membutuhkan, bukan SEMUA penduduk Jakarta. Orang kaya  mana yang mau berobat di Puskesmas atau Rumah Sakit kelas 3? Itu prosedur baku KJS. Apa kata yang menjenguknya? Jangankan yang kaya, yang merasa masih punya duit saja juga nggak mau pakai KJS. Malulah diketahui miskin oleh teman temannya! Membengkaknya realisasi anggaran menjadi 4 triliunan juga masih dibawah 10% APBD DKI Jakarta tahun ini. Masih aman. Inilah dahsyatnya strategi Jokowi-Ahok. Everything under control. Predicted already. Makanya mereka cool saja.
Kenapa bisa begitu? Jokowi-Ahok bukan melakukannya secara instan. Sudah melakukannya masing masing sebelumnya. Di Solo yang APBDnya gawat, kurang dari 1 triliun dengan 60% diantaranya habis untuk biaya pegawai dan operasional, Jokowi menggratiskan biaya kesehatan dalam bentuk Kartu Sehat dan biaya pendidikan dalam bentuk Kartu Pintar. Sepenuhnya berdasar pengakuan warga, tidak perlu pengesahan siapapun untuk mengaku miskin. Kalau mengaku miskin sekali, baru perlu Verifikasi, karena akan diberi fasilitas lebih dalam bentuk Kartu Sehat Platinum dan Kartu Pintar Platinum kalau ada anaknya yang masih sekolah. Kalau cuma mau yang Gold, hari itu minta, tunjukkan KTP/KK Solo, hari itu juga langsung terima Kartunya dan langsung bisa digunakan. Penggunaannya semudah Credit Card. Ahok juga sudah melakukannya  waktu menjadi Bupati Belitung Timur. Malah dengan fasilitas lebih, jemputan ambulans bila diperlukan. Jadi kalau mereka jadikan KJS dan KJP program unggulan Jakarta, itu sama sekali bukan pencitraan. Itu cuma melanjutkan pekerjaan lama saja.
Apa hasilnya? Karena rakyat merasa dipercaya Pemerintahnya, lambat laun makin banyak yang percaya pada Pemerintahnya. Tumbuh suasana saling percaya antara rakyat dan Pemerintahnya, yang lambat laun berkembang menjadi suasana Saling Bisa Dipercaya. Begini strategi Jokowi Ahok membentuk Pemerintah yang effektip. Bukan kongkalikong dengan DPRD seperti yang banyak terjadi didaerah lainnya.
Jokowi-Ahok  melakukan kampanye setiap hari dengan sepenuhnya menggunakan APBD tanpa ada siapapun yang bisa menyalahkannya. Siapa mau menyalahkan Kepala Daerah membangun daerahnya dan memakmurkan warganya? Tidak heran dalam Pilkada jabatan kedua di Solo Jokowi mendapat 91% suara tanpa biaya kampanye yang berarti. Di Pilkada pertama Jokowi hanya mendapat 35% suara, Itu Fakta. Dan Fakta itu juga yang akan terjadi di Jakarta, Insya Allah. Tapi nampaknya kampanye Jokowi akan melampaui target. DICAPRESKAN. Tapi Jokowi cool saja menanggapinya, karena itu memang bukan targetnya. Nggak mikir, nggak mikiiir. Padahal rakyat tau, pasangan terbaik Capres-Cawapres 2014 adalah Jokowi-Ahok, yang mungkin hanya bisa disaingi oleh pasangan Jokowi-JK. Yang lain, makasih deeeh.
Atas dasar hitungan dan logika yang sama, bukan tidak mungkin Jokowi-Ahok akan melakukan strategi yang sama untuk mengurangi kemacetan. Misalnya menerbitkan Kartu Jakarta Transport (KJT). KJT memberi fasilitas angkutan kota tertentu gratis untuk semua warga miskin. Pemegang KJT gratis naik angkutan umum  tertentu. Sehingga jutaan motor yang memenuhi jalanan Jakarta tiap jam sibuk, dapat sangat dikurangi. Tinggal motor Bodetabek yang mendominasi jalanan Jakarta. Kecian deh.
Bisa saja angkutan KJT hanya dikecualikan busway dan taxi. Syarat memperolehnya sama, menunjukkan KTP/KK DKI Jakarta, Â untuk pertanggung jawaban penggunaan dana APBD DKI Jakarta. Apakah semua warga Jakarta akan minta KJT? Sebagian besar mungkin iya. Apakah semua pemegang KJT menggunakannya? Tidak. Mana mau orang kaya atau setengah kaya naik angkutan miskin? Gimana reputasinya? Malu kalau ketauan teman teman atau kastamernya. Akhirnya APBD DKI hanya akan menanggung biaya transport lokal mereka yang betul2 membutuhkan saja. Dan itu tidak besar. Tetapi dampak menurunnya trafik jalan raya akan sangat besar. Begitu juga kalau ada Kepala Daerah lain mengimplementasikan ide ini, nggak akan besar tekanannya pada APBD. Tetapi manfaatnya bagi rakyatnya besar sekali.
http://politik.kompasiana.com/2013/09/28/beginilah-seharusnya-kepala-daerah-595809.html
KJT hanya satu contoh perluasan ide Jokowi-Ahok yang begitu strategis dalam bentuk KJS dan KJP. Rakyat sangat merasakan manfaatnya, bebannya tidak besar, cross subsidi pajak berlangsung dengan benar, tumbuh kepercayaan yang semakin besar dari rakyat kepada Pemerintah. Akhirnya berimbas pada membaiknya persepsi rakyat kepada parpol. Inilah titik balik kemakmuran Indonesia. Kita menyebutnya: PERUBAHAN. YES WE CAN.
Banyak model untuk meringankan beban rakyat yang dikembangkan dari ide brilian Jokowi-Ahok ini, untuk , memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa. KJR (Kartu Jakarta Rusun) bisa digunakan untuk menggratiskan mereka yang menempati rusunawa milik Pemda. Sehingga pasukan kuning dan keamanan sangat terbantu kestabilan keluarganya. Â Jangan pernah menggratiskan rusunami, karena dalam waktu singkat akan berpindah tangan ke spekulan properti. KJK (Kartu Jakarta Kursus) bisa dipakai untuk menggratiskan biaya kursus yang dipilih warga miskin. Belajar IT, teknik mesin, teknik elektro, kewirausahaan, menjahit, memasak dsb lebih cepat melalui kursus, yang tidak semuanya mampu dicover oleh BLK (Balai Latihan Kerja) milik Pemerintah. Mengapa APBD tidak disishkan untuk membiayai kursus, agar warga miskin bisa punya keahlian untuk menghidupi keluarganya? Lagi lagi tekanannya tidak besar terhadap APBD tapi multiplier effectnya besar sekali.