Oleh Galang Taufani
PENDIDIKAN Indonesia sedang mengalami dekadensi. Pasalnya persoalan moral dalam lingkungan pendidikan sudah kian akut. Moral yang merupakan ajaran tentang baik-buruk, sikap, kewajiban, dan budi pekerti seolah tumpul dalam lingkungan pendidikan.
Ujian Nasional (UN) boleh jadi salah satu dari cerminan itu semua. Kebijakan itu seolah dalil menjadi halalnya perilaku curang dalam dunia pendidikan. Bagaimana tidak, tuntutan terhadap kelulusan begitu kuat lantaran malu karena dianggap gagal oleh masyarakat. Sampai-sampai untuk tidak malu, tidak hanya murid, guru dan pihak sekolah pun bahkan berlomba-lomba terlibat dalam tindakan yang menodai dunia pendidikan ini.
Tidak hanya itu, kasus ijasah palsu juga sudah menjadi langganan. Perdagangan ijasah bak bursa perbelanjaan di masyarakat pada umumnya. Belum lagi, plagiat yang terjadi disana-sini. Â Ironis memang, karena begitu negatifnya stigma pendidikan saat ini.
Namun, sebagai seorang yang mendambakan kemajuan pendidikan negeri ini alangkah tidak pantasnya hanya menghujat saja. Sekurang-kurangnya, kita menjaga optimisme dalam diri agar tidak terperosok pada lubang pesimisme dan keputusasaan.
Pada hakekatnya pendidikan moral adalah berangkat dari keluarga. Lingkungan kecil dan awal pendidikan dimulai. Maka, sudah seharusnya orang tua tidak hanya menyodorkan tanggung jawab pendidikan kepada sekolah saja. Akan tetapi, juga ikut memonitori dan memberikan pendidikan kelurga mengenai pentingnya moralitas dalam kehidupan.
Oleh karena itu, sudah saatnya masing-masing keluarga di Indonesia kembali berkaca pada keluarganya sendiri. Pendidikan tidak dapat diartikan sebagai sebuah sekolah atau lembaga formal saja. Lebih dari itu, keluargalah pendidikan itu sendiri sebagai investasi moral.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H