Mohon tunggu...
galang sisdyaramadhan
galang sisdyaramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Mahasiswa Fakultas Hukum

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Politik Hukum Ormas Keagamaan Pengelolaan Pertambangan Pasca Putusan Peraturan Pemerintah No.25 Tahun 2024

19 Juli 2024   13:26 Diperbarui: 19 Juli 2024   13:32 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://agincourtresources.com/id/2022/05/04/tahapan-dan-strategi-mengoptimalkan-pengelolaan-tambang/Input sumber gambar

Dinamika politik hukum yang berkembang kompleks mengenai pengaturan izin pengelolaan pertambangan yang kini kian menjadi sebuah permasalahan pasca putusan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2024. Kewenangan pengaturan izin pengelolaan pertambangan dialihkan oleh Presiden Republik Indonesia kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yaitu  Nahdlatul Ulama (NU). Hal ini menyebabkan suatu titik permasalahan yang  sangat signifikan, bukan menemukan titik terang dalam suatu permasalahan.

            Kita telaah terlebih dahulu dengan adanya permasalahan ini sebelum kita bahas lebih lanjut. Pada tahun 2021, Presiden Jokowi pernah menjanjikan konsensi pertambangan mineral dan batubara kepada generasi muda Nahdlatul Ulama (NU) dengan alasa "dapat menggerakan gerbong-gerbong ekonomi kecil". Dengan adanya janji tersebut Presiden Jokowi menandatangani aturan yang memperbolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan tambang. Lahirnya Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2024 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara memunculkan kontroversi di tengah masyarakat. Nada pesimis hadir dikalangan pegiat lingkungan dan berbagai akademis kampus. Ahli Hukum Pertambangan Bapak Dr. Ahmad Redi Universitas Tarumanegara mengatakan bahwa generasi berikutnya akan terancam kekurangan SDA, Karna dalam penentuan pengelolaan saat ini ugal-ugalan dan kurang pembenahan.

Prof Mahfud MD telah mengemukakan bahwa politik hukum adalah "legal policy" atau garis (kebijakan) resmi mengenai hukum yang akan diberlakukan dengan baik dengan pembuatan hukum baru maupun dengan penggantian hukum lama, dalam rangka mencapai tujuan negara". (Moh Mahfud. MD, 2012).

            Urgensi dari pengertian politik hukum merupakan kebijakan dengan menentukan pilihan-pilihan tertentu yang hendak merumuskan peraturan perundang-undangan, dan berorientasi pada ide dasar (nilai-nilai yang diyakini) dalam rangka pencapaian tujuan negara.

            Pengertian politik hukum yang demikian berpijak pada tiga hakikat utama. Pertama, politik hukum harus dilakukan dalam kerangka kebijakan yang rasional dengan memperhatikan konfigurasi sosio-filosofik, sosio-politik, sosio-kultural, dan pendekatan komparatif. Kedua, politik hukum merupakan upaya melahirkan peraturan perundangundangan yang memiliki daya guna. Ketiga, politik hukum dilakukan semata-mata dalam rangka pencapaian tujuan negara.

            Menurut penulis dalam membaca arah politik hukum pengelolaan izin pertambangan tidak dapat dilepaskan dari tiga kajian utama tersebut, yaitu perubahan UU Minerba harus dilakukan dengan langkah kebijakan yang rasional, memiliki daya guna, dan dapat mendukung pencapaian tujuan negar. Sebelum dilakukan perubahan UU Minerba Tahun 2020, sistem perizinan masih dipegang oleh pemerintah daerah melalui kewenangan gubernur sebagai representasi perwakilan pemerintah pusat.

Bupati/walikota yang sebelumnya berhak untuk mengeluarkan izin usaha pertambangan di wilayah kabupaten/kota tidak serta merta kehilangan tugas yang berkaitan dengan izin usaha pertambangan. Gubernur sebagai wakil pemerintah pusat untuk menerbitkan izin usaha pertambangan dapat meminta bantuan kepada bupati/walikota dan dinas terkait untuk mempersiapkan dokumen-dokumen terkait dengan perizinan di wilayah kabupaten/kota dengan melalui Tugas Pembantuan. (Rizkyana Zaffrindra Putri, 2015).

            Saat ini arah politik hukum pertambangan menjadi berubah dimana kewenangan perizinan tidak lagi menjadi prioritas pemerintah daerah pasca perubahan UU Minerba Tahun 2020. Beberapa perubahan tersebut antara lain; hak penguasaan mineral dan batu bara, kewenangan pengelolaan pertambangan, dan pendelegasian kewenangan. Secara mendasar perubahan dalam Pasal 4 UU Minerba Tahun 2020 ialah hak penguasaan mineral dan batu bara ada pada negara untuk sebesar-besar kesejahteraan rakyat dan diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat melalui fungsi kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Sebelumnya penguasaan dijalankan secara berimbang oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Saat ini penguasaan tersebut sepenuhnya ada ditangan pemerintah pusat.

            Dengan adanya UU Minerba Tahun 2020 yang dimana Pemerintahh Pusat mempunyai kewenangan untuk memberikan kebijakan, pengaturan, pengurusan, pengelolaan, dan pengawasan. Setelah keluarnya UU Minerba Tahun 2020 tidak lama terbitlah Peraturan Pemerintah No 25 Tahun 2024 yang dimana isinya Pengelolaan Izin tambang dipegang kuasa penuh oleh organisasi masyarakat (ormas) Nahdlatul Ulama (NU) yang telah dijanjikan pada tahun 2021 dan hal itu telah dimandatkan oleh Presiden Jokowi.

            Maka dengan itu saran dari penulis, Pemerintah Pusat dapat mempertimbangkan lebih lanjut dengan arah gerak politik hukum disini, perlu adanya penyelarasan hak dan kewajiban kewenangan pemerintah pusat tidak terlalu terburu-buru dalam menentukan siapa yang mengelola izin pertambangan harus dapat dipertimbangkan seperti halnya pemerintah pusat harus melibatkan seluruh elemen masyarakat, organsiasi, dan/atau yang memiliki kewenangan sesuai kemampuan tersebut.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun