Mohon tunggu...
Eddy Pepe
Eddy Pepe Mohon Tunggu... karyawan swasta -

Betawi Bekasi Asli.

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Meningitis (5 Tamat)

27 April 2012   06:55 Diperbarui: 25 Juni 2015   06:03 192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Novel. Sumber ilustrasi: PEXELS/Fotografierende

LIMA

Hari keempat belas, dokter kembali memanggil Nesin dan Rosma. Mereka bicara di ruang kerja dokter. Secara umum dokter menjelaskan apa yang sudah dilakukan untuk menyelamatkan Rara. Berbagai jurus telah dilakukan, bahkan obat yang terbaik dan termahal pun telah dimasukkan ke tubuh Rara, namun perkembangan virus lebih cepat dari tindakan yang bisa dilakukan.

Dokter angkat tangan untuk bisa menyelamatkan Rara. Saat ini hidup Rara telah ditopang oleh peralatan medis mutakhir, makanya ia masih bisa bernafas dan jantungnya masih tetap berdetak. Dokter telah menyerahkan segalanya pada keluarga. Mempertahankan penggunaan peralatan canggih dengan biaya yang lumayan tinggi, atau melepas semuanya dengan menyerahkan pada kekuatan tubuh Rara sendiri.

Nesin menjerit dalam hati. "Rara, seandainya penderitaanmu bisa dipindah pada Ayah, tentu kamu masih bisa melihat rumput-rumput yang terus bersemi. Kamu akan dengan sukacita melihat bunga bermekaran di pagi hari. Kamu akan terus melenggak-lenggok menari bersama teman-teman sekolahmu, kamu akan terus bernyanyi setiap kali kamu bermain dengan boneka-boneka. Tapi semua itu tidak mungkin, karena virus itu hanya ingin mengantarmu kembali ke rumah Bapa, rumah abadi yang penuh sukacita." Nesin kaku tak bergerak. Matanya kering bibirnya begetar, "jadilah kehendakMu ya, Bapa," desahnya.

Ketika Nesin kaku tak bergerak, Rosma telah meluapkan laranya dengan isak yang mendalam, memilukan. Tubuhnya tak kuat tegak, direbahkannya seluruh tenaganya ke arah Nesin yang duduk membeku. Keduanya tenggelam dalam duka yang dalam.

Dokter membiarkan suami istri itu berdiam dalam dukanya. Setelah situasi agar tenang, dokter kembali menyatakan bahwa apa pun keputusan keluarga tidak akan mengubah keadaan. Hanya mujijat sajalah yang bisa membuat Rara sembuh. Secara medis, dokter telah angkat tangan dan memberi kebesan pada keluarga untuk mengambil keputusan.

Nesin berusaha untuk menguatkan diri. Di usapkan kepala Rosma yang masih tersandar.

"Bunda, kita harus rela melepas segalanya," bisik Nesin.

Rosma hanya mengangguk.

Nesin mendongakkan kepalanya, menatap langit-langit ruang kerja dokter yang berwarna putih bersih. Di langit-langit itu dia melihat Rara melambaikan tangan sambil berlari penuh ceria. Rara sungguh senang berlari di sana, di atas awan putih yang menggupal-gumpal. Tawa dan celoteh Rara sungguh penuh kegembiraan. Dalam angannya Nesin mendengar Rara merajuk, Ayah aku ingin berlari dan terbang bersama malaekat. Ijinkan aku, ya Ayah. Ayah tidak usah cemas, karena aku bersama malaekat pelindungku. Ayah dan Bunda tidak boleh sedih, karena aku pasti bahagia bersama malaekat.

Nesin terhanyak, ketika ia merasakan hangat pipinya karena air mata meleleh deras. Diseka matanya yang basah dengan punggung tangannya. Dalam suasana seperti ini hilanglah pribadi Nesin - Nestor Indrawan yang tegar, tegas, dan selalu penuh semangat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun