Mohon tunggu...
Gai Suhardja
Gai Suhardja Mohon Tunggu... -

Interior Designer, artwork sculpture & painting. Dean Faculty of Art & Design Maranatha Christian University Bandung. Members of PERWAKU Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Merajut Masa Depan Indonesia

13 Maret 2015   21:02 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:42 125
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

MERAJUT MASA DEPAN INDONESIA

Kebersamaan dalam keberagaman suku di negeri ini merupakan hal utama bagi setiap individu yang tinggal didalamnya, bukan lagi nostalgia perjuangan bangsa untuk meraih kebebasan dari kolonialis dimasa lalu, melainkan mengarah kedepan pada kemungkinan yang terbuka secara luas. Suatu masa depan Indonesia ditengah pertumbuhan dunia yang sedang menyambut terus kemajuan peradaban manusia.

Pengalaman berbangsa dalam berbagai benua di dunia ini memiliki sejarahnya masing-masing, kepulauan Nusantara tetap eksis dikancah peradaban dunia sebagai salah satu yang diperhitungkan oleh negara lain, sebagai negeri yang memiliki letak geografis diantara tiga benua besar, Amerika, China, Australia.

Bangsa-bangsa lain sejak dahulu sudah mengetahui betapa strategis letak negeri ini, maka berbagai kepentingan bertujuan untuk mendapatkan keuntungan politis.

Kini Indonesia memasuki perioda kepemimpinan kepresidenan dengan melewati pemilihan yang pada proses awal tampak kondusif walau jauh sebelum pelantikan Presiden baru periode 2009-2014terjadi lagi teror Bom di hotel J.W.Marriot & Ritz-Carlton. Seharusnya Kemerdekaan rakyat Indonesia dialami dalam proses PilPres, walaupun masih saja ada hal-hal yang belum sepenuhnya baik, apa betul ada langkah maju dibandingkan masa sebelumnya, sempat timbul issue tentang surat MK palsu dalam kerja KPU, sejauh mana kebenaran dapat terungkap. Gerakan menuju masa depan Indonesia harus dilakukan terus, bukan esok atau lusa, tapi saat ini, maka inisiatif harus lahir dari warga sebagai bangsa merdeka yang kelak akan diperhitungkan oleh bangsa-bangsa lain.

Bangsa ini memang bukan berasal dari historisitas kebebasan (menurut Jakob Sumardjo), maka ketika mendapat situasi kebebasan malahan yang terjadi keterpurukan mentalitas dan kehilangan pegangan akan nilai-nilai yang semula mesti dianutnya. Dimana mereka dapat belajar untuk lebih sadar akan kesatuan kebangsaannya, keterpurukan datang dari keterpecahan, konflik, keserakahan memperoleh keuntungan dengan cara tak halal, korupsi dilakukan tanpa rasa bersalah samasekali.

Pemimpin Bangsa

Kepemimpinan yang baik menurut pandangan orang adalah yang bersedia mendengarkan aspirasi bawahannya, lalu memberikan kesempatan dan mempertimbangkan setiap gagasan dan kemudian berani menentukan keputusan dengan kebijaksanaan sambil menyertakan nilai-nilai luhur sesuai otoritas, moralitas, mentalitas yang mengarah kepada visi dan misi yang diembankan.

Negara yang dipimpin oleh Presiden yang baik tentu keinginan semua rakyatnya, dan menjadi orang baik adalah keinginan setiap individu didalam suatu masyarakat, namun memimpin diri sendiri untuk menjadi orang baik memang tidak begitu mudah. Ada banyak godaan dari dalam diri disamping dari lingkungan sekitarnya. Terbukti adanya orang-orang yang terjatuh dalam perbuatan tidak baik, korupsi dlsb. Moralitas individu mentalitas bangsa, dibentuk dari pendidikan dalam keluarga masing-masing ditambah pembelajaran ilmu dari institusi sekolah atau pendidikan formal dan informal di komunitas pembelajar sebagai siswa, mahasiswa atau sesudah menjadi sarjana memasuki keanggotaan suatu organisasi asosiasi profesi dsb.

Perjuangan

Para pejuang masa lalu negeri ini, telah meneguhkan visi perjuangan mereka di atas komitmen universal : Indonesia negara Kesatuan, untuk semua yang lahir, tumbuh, berjuang dan bekerja keras bagi rumah bersama kita, semua untuk Indonesia yang Demokratis, Egaliter, suatu Kesatuan yang penuh kekuatan dan tanpa Diskriminasi. Apakah masih utopia saja?

Untuk melanjutkan hal itu pendidikan generasi muda Indonesia masa depan hendaknya meningkatkan terus kualitas bangsa ini, ada tiga hal yang perlu menjadi langkah penting pendidikan personal- individual maupun kelompok yaitu:

1. Kemampuan kreatif atau creating mind (pikiran mencipta).

Pikiran ini mendorong daya cipta dan gagasan baru, meluncurkan pertanyaan-pertanyaan tak terduga, melontarkan cara-cara berpikir baru, dan sekaligus memunculkan unexpected answers. Pola pikir inilah yang akan membawa kita masuk dalam wilayah-wilayah baru yang menjanjikan harapan dan peluang untuk diraih dan dimanfaatkan. Pola pikir ini akan membuat kita mampu berpikir secara lateral (out of the box) bukan sekedar berpikir linear mengikuti alur konvensional yang hanya membuat stagnasi. Namun yang akan mendorong kita bergerak maju, progresif, demi terciptanya hidup yang positif dan bermakna (meaningful life).

2. Selanjutnya pendidikan hendaknya sampai pada respectful mind (pikiran merespek), pola pikir untuk menyambut perbedaan pandangan dengan sukacita, bukan dengan sikap curiga. Sebuah pola pikir yang akan membuat kita terhindar dari anarki akibat pemaksaan kehendak dan kepentingan sendiri/kelompoknya belaka. Sebuah pola pikir yang senantiasa mengajak kita untuk memeriahkan keragaman pandangan dan sekaligus menghadirkan empati bagi pendapat/pikiran yang lain – meski pendapat itu mungkin sangat berbeda dengan kita.

3. Dan yang ini disebut ethical mind (pikiran etis). Yang berusaha membangun nilai-nilai luhur dalam kehidupan individual serta kelompok kebersamaan dan golongan, karena dengan berpegang pada nilai etis kita akan menjadi manusia bermartabat, yang selalu menggunakan cara berbudaya dalam melakukan kiprah kehidupan, tanpa tindakan kekerasan yang merugikan orang banyak.

Kebudayaan

Indonesia yang memiliki keragaman suku dan budaya hendak tumbuh terus dalam kesadaran itu, bahwa fakta sejarah bangsa adalah keragaman suku bangsa kita, ini adalah karakter kekayaan berharga negara Indonesia. Tak dapat dipungkiri bahwa orang-orang dari berbagai etnik yang bahu membahu turut berjuang membangun negeri pada masa pencapaian Kemerdekaan hingga tokoh-tokoh masa kini adalah realita dan fakta sejarah perjuangan membangun Indonesia, yang mesti dipelihara keberadaan pencatatan kronologisnya demi martabat bangsa ini, seperti yang dikatakan Bung Karno bahwa Bangsa yang bermartabat adalah bangsa yang tidak melupakan sejarahnya.

Karenanya upaya penelitian dan pencatatan fakta sejarah bangsa ini perlu terus dilakukan oleh kaum intelektual di Perguruan Tinggi dan mendapat dukungan lembaga dan organisasi swasta maupun instansi Pemerintah yang terkait, tidak hanya bermanfaat bagi dokumentasi dan arsip belaka tetapi sungguh bermakna bagi kepentingan martabat dan kebudayaan bangsa Indonesia, untuk mencapai suatu kebebasan dari belenggu kelemahan dan keterbelakangan pola pikir yang tidak relevan dan demi membangun mentalitas yang teruji serta terpuji.

Bagaimana dengan sejarah perilaku ekonomi dan aspek budaya Indonesia kini?, kita mengetahui bahwa bagi Oey Tiong Ham dunia ekonomi merupakan hal pokok, ini merupakan sikap budaya baginya, tetapi bagi seorang seniman wayang Potehi di Jateng barangkali tidak ambil pusing walau dengan merugi sekalipun, asalkan penonton banyak ia sudah bangga, bahkan banyak penonton menyelundup tanpa tiket masuk. Keberhasilan ataupun kebanggaan masa depan bukan dinantikan kedatangannya melainkan dirajut saat ini, masa lalu yang sukses atau kurang berhasil tetap akan tampak menjadi noktah & fakta sejarah. Oleh sebab itu masa depan generasi Indonesia mesti menjadi generasi berkualitas yang mampu bersinergi dengan bangsa-bangsa dunia, bukan lagi berupa slogan tetapi tindakan perilaku nyata, yang dapat dipercaya untuk mengemban tanggung jawab, bagi dirinya dan kebersamaan dalam keberagamannya.

Masa depan

Setelah memahami sejarah masa lalu dan situasi terkini tentu tugas berikut adalah mengarah kemasa depan, apakah masa depan masih akan ada fundamentalisme atau ekstrimisme dan terorisme yang menganiaya kehidupan bangsa-bangsa di dunia ini? Pengalaman dekade lalu bangsa ini ketika tiada saluran untuk mengungkapkan rasa frustrasi moral, sosial, ekonomi, dan politik adalah kemudian memanfaatkan simbol agama. Karena kebudayaan politik ketika itu hanya dominasi pemerintah saja, kurang membuka peluang partisipasi untuk pandangan kritis masyarakat. Akibatnya banyak orang semata-mata hanya peduli urusannya sendiri saja, dan yang lain mencari identitas moral dalam keagamaan.

Selama kebudayaan dan peradaban manusia terus tumbuh kita dapat melihat bagaimana seseorang menempatkan diri pada aliran pandangan yang satu disebut “duniawi” dan yang lain menyebut dirinya “akhirat”. Maka disana kita bertemu dengan sikap budaya yang mana satu sangat mementingkan uang (peningkatan ekonomi) untuk kemudian menikmatinya demi hidup bahagia, makan enak, olah raga demi bentuk tubuh, berpesta-pora menampilkan gaya hidup terkini untuk kepuasan diri.

Yang lain dengan pemahaman bahwa hidup hanyalah singgah sebentar, mereka dengan pandangan ini disebut berselera akhirat, dan amat merendahkan hal-hal yang hanya berselera duniawi tadi. Pandangan teologis tertentu bahwa manusia yang baik yang berkenan pada Tuhan adalah yang diberkati dengan penuh pahala, berkelimpahan materi. Tuhan tak memberi pada orang lalim dan berdosa, sehingga tafsiran bahwa kasih sayang Tuhan tampak dari kelimpahan kekayaan. Maka orang miskin dan menderita adalah orang-orang yang memang sedang dihukum Tuhan, entah dosanya atau sedang menebus dosa para pendahulunya. Akibat pandangan ini orang tak berpunya dianggap tak perlu dibantu karena katanya mereka sedang menjalankan karmanya.

Ekspresi diri dalam agama dan kepercayaan merupakan perilaku karena tercerabut dari akar kehidupan urban , kemudian bermunculan perkumpulan kedaerahan dan kesukuan dalam paguyuban, misalnya Glodok pada hari perayaan Imlek, atau tradisi mudik kaum muslim ketika Ramadhan berkumpul dalam suasana lokal, kebudayaan dan adat istiadatnya. Semua itu diperlukan bila untuk mengalami lingkungan yang ”authentic” lingkungan identitas, ketika uang mendominasi kehidupan dan muatan kebangsaan didominasi pemerintah, maka sebuah kunjungan kembali ke kebudayaan asal merupakan tindakan penting untuk menjaga kesehatan mental.

Pendidikan harus sampai pada kemerdekaan berpikir melalui wawasan pengetahuan, pemahaman yang komprehensif, supaya hal-hal ekstrim tidak terjadi hanya karena kurang paham atau salah mengerti. Kini saatnya aktif bertindak untuk perubahan masa depan Indonesia,berani untuk mengkritisi kebijakan dan arah gerak Indonesia, yang didiskusikan di parlemen dan dipersiapkan pemerintah. Mulai dari konsistensi terhadap konstitusi, hingga bersama-sama mencegah adanya kebijakan yang menghilangkan hak dasar warga negara. Setiap warga negara berhak atas hidup yang layak dan Pemilihan Umum yang baru lalu adalah sebuah hak, bila tidak digunakan juga tidak akan menggugurkan hak lainnya, tiap warga negara, terlebih para pembayar pajak, memiliki hak untuk menentukan masa depan Indonesia.

Keterlibatan dalam pengambilan keputusan atas pilihan investasi yang dilakukan oleh pemerintah, keterlibatan dalam proses pembuatan kebijakan, hingga keterlibatan dalam proses mendorong adanya akuntabilitas pemerintahan. Masalah hubungan luar negeri bagi pengusaha/eksportir saatnya para pelaku ekonomi Indonesia kini berpegang pada empat pilar utama dalam menjalankan usaha yakni: Fairness, Transparancy, Accountability, dan Responsibility, hal itu modernitas kecenderungan China, kiranya Indonesia pantas mengejar mentalitas modernitas seperti itu dengan segera, percepatan pertumbuhan kebudayaan bukan dinantikan tapi segera dilaksanakan dengan spirit Bhineka Tunggal Ika bukan meniadakan Pancasila kita. Sebenarnya kekuatan kolektif rakyat, jauh lebih berharga dalam penentuan arah gerak Indonesia masa depan, dengan membangun proses pendidikan kritis pada beragam tingkatan. Selayaknya kita semua memperoleh informasi dan pengetahuan tentang hak warga negara, termasuk hak politik dan hak atas lingkungan hidup.. Masa depan Indonesia mesti dirajut hari ini, mulai dari diri kita sendiri, dalam keluarga, di tempat usaha/ pekerjaan, kelompok atau organisasi masa, dan terutama dalam komunitas-komunitas yang terus tumbuh. Membangun kesatuan, menguatkan solidaritas, kesadaran ekologis, dan mengkritisi sistem pemerintahan agar berpihak pada rakyat demi pembaharuan iklim ekonomi maju bagi generasi penerus untuk menjadi bangsa Indonesia sejati .

Gai Suhardja

Dosen FSRD UK Maranatha

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun