Sejatinya Dana Aspirasi atau sekarang disebut Pokir (pokok-pokok pikiran) harus menyentuh kepada masyarakat.
Karena wakil rakyat punya beban moral terhadap daerah pemilihan serta wilayah konstituennya.
Namun kondisi di lapangan, masih banyak jalan penghubung yang rusak parah. Padahal itu akses perekonomian masyarakat.
Padahal wakil rakyat berhak menganggarkan pembangunan yang tidak dianggarkan oleh Pemerintah daerah.Â
Artinya melalui pokir masing-masing anggota dewan, bisa menjawab keluhan masyarakat tersebut agar desa binaannya tidak menjerit.
Pokir anggota legislatif sebuah kewajiban menjaring aspirasi dari masyarakat. Lalu ditindaklanjuti ke eksekutif saat perancangan APBD.
Wakil kita bisa menitipkan anggaran di instansi untuk merealisasikan pembangunan di wilayah binaannya. Tinggal lagi digiring agar terealisasi.
Dari pada anggaran tidak tepat sasaran, dalam artinya membazir. Lebih baik diarahkan kepada kebutuhan masyarakat banyak.
Jikapun anggaran pokir dan APBD tidak mencukupi untuk pembangunan secara merata akibat pandemi, setidaknya wakil rakyat berinisiatif loby anggaran kepada perusahaan.
Perusahaan juga punya beban moral terhadap desa binaan, baik dari segi pembangunan, pendidikan, pertanian, serta peningkatan ekonomi masyarakat.