Luar biasa. Sungguhluar biasa Kompasiana itu. Banyak komunitas yang lahir, antara lain yang saya ingat:
Kampret (Kompasianer hobi Jepret)
KPK (Kompasianer Penggila Kuliner)
Komunitas Kompasianer Minat Otomotif)
Dan barusan ada Koteka (Komunitas Traveler Kompasiana) ....
So, jangan ngaku-ngaku sebagai Kompasianer kalau tak bisa menyebutkan setidaknya satu saja komunitas yang ada.
Logo KOTEKA (dok.Koteka)
KOTEKA
Pada tanggal 20 April 2015 malam, mbak Wawa alias Wardah Fajri, admin Kompasiana menyapa para penyuka wisata (Kompasianer). Intinya ingin mewadahi Kompasianer yang suka jalan-jalan, pegiat traveling.
Obrolan mbak Wawa dengan mbak Olive dan mas Isjet itu akhirnya disambung di FB chat. Lahirlah KOTEKA (Komunitas travel Kompasiana) setelah sebelumnya ada usulan mas Arif, KOPER (Kompasianer suka pergi-pergi). Hahaha. Suka mana? Koper dan Koteka memang sama-sama berguna bagi manusia namun hanya Koteka, “selalu dibawa ke mana saja dan tiada gantinya" (kata mas Dhanang Dhave).
Yup. Koteka memang komunitas traveler Kompasiana, meski pada dasarnya kata ini mengacu pada sebuah tradisi rakyat Irian Jaya (Red: Papua), menutup kelamin pria dari bahan alam.
Ya-ya. Koteka. Aih, lucu kan, nama komunitasnya ....
Yang unik lagi dari komunitas ini, sudah ada akun FB, Kompasiana (Kotekasiana, per 24 April 2015), Instagram dan twitter. Asikkk. Menunggu kehebohan kegiatan off air-nya, yuk. Bagaimana dengan Yogya campnya, mas Arief sang admin? Semoga segera ramai Kotekasiananya. Nggak sepi.
***
Nah, Kompasianer ada yang penyuka jalan-jalan? Tak perlu jalan-jalan luar negeri, jalan di dalam negeri sendiri tentunya tetap asyik. Apalagi bersama keluarga, teman atau saudara. Bagaimana, seru kan pengalamannya? Dari persiapan menuju tempat wisata itu, perjalananannya, saat berada di tempat dan menikmatinya, waktu makan penganan yang beda dan bikin ngiler atau ketika acara jalan-jalan sudah berakhir dan hanya bisa termangu ... “Kapan lagi jalan-jalan yaaaa ....?“
Hmmm. Waktu muda, saya sangat menikmati jalan-jalan sendiri. Sekarang sudah jadi emak-emak terbiasa rombongan, seperti lenong rumpi. Sudah ramai, bawaannya ya ampoooon.
Dan rasanya susah, jadi beban kalau tidak mengajak anak dan bapaknya kalau pergi. Pada suatu waktu, pengen pergi sendiri lagi, ahhh ... hahaha ... buntutnya dititipin, deh.
Eh, mengapa manusia butuh jalan-jalan? Tentu saja untuk pandangan mata, sekedar melepas penat setelah seminggu berkutat dengan aktivitas. Termasuk memiliki pengalaman berharga yang tak bisa dibeli dengan mata uang negeri mana pun. Jalan kaki juga sehat.
Akhir pekan, hari Jumat sore sampai dengan Minggu sore, biasanya jadi saat yang tepat bagi kami berlima untuk refreshing.
Kalau sedang ada uang, ya ke luar kota. Kalau sedang murah rejeki, ya keluar negeri. Kalau pas tongpes? Nyamperin ke hutan, empang dan gunung yang ada di sekitar rumah kami, sudah cukup. Tidak jauh, gratis dan kembali ke selera asal. Ya, alam!
Kompasianer?
Tulis artikel wisatamu dan lihat apa yang terjadi
Nah, kalau sudah jalan-jalan rasanya gerah kalau hanya disimpan sendiri kenangan itu. Saya biasa mencurahkannya dalam bentuk tulisan (kalau ceriwis menceritakan pada orang itu tidak usah dihitung, pasti-pasti. Seperti burung yang dikasih sarang semut angkrang, hitam dan besar).
Saya memulai menulis tulisan jalan-jalan saat berumur 19 tahun. Menulis pengalaman perjalanan selama di Cebu, Philipina di buletin PMI Daerah Jateng. Lalu lambat tapi pasti, merambah ke tabloid Trend sampai koran Suara Merdeka di Semarang. Lumayan, honor buat tambahan uang saku.
Cerita dari 21 negara itu sudah saya kumpulkan. Sudah pernah membayangkan kalau acara jalan-jalan jadi buku, lebih baik. Abadi dan seru kaaaan? Kapan itu? Kalau tidak lusa mungkin lain hari. Kalau tidak tahun depan yang tahun berikutnya. Hahaha .... Belanda masih jauh. Saya menunggu tak pakai jemu.
Hey, buat Kompasianer penyuka jalan-jalan dan makan. Kini ada berita baik. Alternatif lain untuk menyebarkan tulisan wisata, baik jalan-jalan maupun kuliner, selain di media massa tadi, ada Kompasiana bahkan di Kompas.com lho (rubrik travel).
Caranya? Isi data di sini. Kompasianer yang mendaftar dan terpilih, akan mendapat hadiah bulanan berupa voucher hotel atau voucher makan. Lumayan kan? Kompas (mbak Kadek?) memang akan memilih tulisan mana yang akan ditayangkan setiap harinya. Sehari paling tidak 5 artikel.
Datanya sendiri meliputi; nama lengkap, link URL akun di Kompasiana, No.HP, domisili dan link tulisan yang direkomendasikan. Mudah dan sederhana, kan.
Kompasianer berhak untuk mengirim data lebih dari sekali, lho, jika URL artikel terbarunya berbeda.
Wissssss. Tunggu apa lagi? Buruan, yaaa? (G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H