Saya sangat menghargai orang-orang di dunia ini, siapapun dan di manapun, yang senang memudahkan jalan orang. Berbuat baik. Karena saya yakin dengan begitu, Allah akan memudahkan jalan mereka pula. Seperti halnya mereka membuka jalan untuk orang lain. Kalau bisa dipermudah mengapa dipersulit? Begitu barangkali.
Inspirasi itu tiba-tiba muncul setelah mendapat surat balasan dari Bundeskanzlerin Jerman, Angela Merkel hari ini.
***
Masih ingat kan? Saya pernah menyelenggarakan pameran foto Indonesia „Indonesia, paradise der 1.000 Insel“ bersama Kampretos (grup foto di Kompasiana)? Tadinya, saya bermaksud meminta salah satu foto ibu SBY (yang saya lihat di instagram beliau), sebagai wakil negara yang suka fotografi. Itulah sebabnya saya jadi punya akun instagram karenanya. Biar dekat. Tak kenal maka tak sayang. Tapi malang, tak ada jawaban. Akhirnya, saya minta pemda setempat di Jerman untuk mengirim surat resmi plus sebuah kartu pos dari saya ke alamat beliau di istana Cipanas. Tidak ada jawaban juga. Kemarin itu kok tidak saya foto sebagai bukti ya? Ya, sutra. Barangkali surat dan kartu pos itu tidak sampai (kalau kembali pasti balik ke alamat saya ya?). Mungkin ibu Ani sibuk. Entahlah. Ada yang tahu? Baiklah, sudah berlalu, untung tidak dibalas.
***
Aku ora popo. Hari ini, Kamis, 10 April 2014. Sepucuk surat dengan stempel partai CDU di Berlin di alamatkan kepada saya. Gana. Bukan Gaganawati. Padahal nama asli saya Gaganawati dan saya menuliskan nama Gaganawati di atas kartu pos terdahulu yang saya kirim pada beliau. Berarti ini lebih dekat. Menyebut saya Gana. Spitzname, nama panggilan, alias atau julukan. Kok, tahu ya, dikasih tahu FBI atau CIA kah?
Pertama, sebelum membukanya, suami saya bilang, “pasti dari temanmu.“ Maksudnya seorang wakil rakyat yang ketemu di sebuah bistro cafe dan mentertawakan sayaitu lho. Ya, saya pernah lenggak-lenggok, lamaaaa tak bisa parkir mobil seberat 2 ton itu di antara dua mobil lainnya. Itu di sebuah gang kecil satu jalur. Dasar saya perempuan yang tak lihai parkir. Jadilah kepiting rebus ditertawakan wakil rakyat yang sedang nongkrong bersama kawan-kawannya itu. Pertama saya tak peduli kalau dia anggota DPR. Baru dikasih tahu sama pelayan. Jadi gemes! Huuuh.
Ah, mosok dari dia? Kenal saja enggak. Segera saya buka. Byak. Yuhuuu. Dari kantor ibu Angela Merkel. Iya, kanselir Jerman yang powerful itu. Haha ... saya memang bukan siapa-siapa, hanya seorang Ausländerin (orang asing) numpang hidup dan ketika seseorang sebesar beliau mau memberikan autogramnya untuk saya (sebagai balasan kartu pos saya bergambar Bodensee, sebuah danau dekat rumah), rasanyaaaaa ... seperti melihat duren sebakul. Nyam-nyam (hehe, bayangin orang Jerman pingsan dari bau buah ini, kata mereka duren itu buah busuk. Lah, belum tahu buah surga.).
[caption id="attachment_331140" align="aligncenter" width="510" caption="Kartu balasan dari Angela Merkel (dan CDU staff), Jerman"][/caption]
Tertulis di dalam kartu, Anbei die gewunschte Autogrammkarte, mit freundlichen Grüßen“ (ini autogram yang diinginkan, salam hangat). Tanda tangan (sepertinya bukan TTD ibu Angela, staff?) dan alamat kantor beliau ada di kanan kiri bagian bawah. Sebagai selipan, ada selembar kartu bergambar ibu Angela Merkel. Wahhh dengan tanda tangan asli pakai spidol hitam. Di belakangnya adalah riwayat hidup ibu Angela Merkel.
Wanita Jerman yang lahir di Hamburg, 17 Juli 1954. Sommerkind, anak yang dilahirkan di musim panas yang ceria. Beliau bergabung dengan partai CDU tahun 1990. Hingga akhirnya menjabat sebagai kanselir Jerman sejak 2005-2018 ini (terpilih lagi 2013). Tahu kenapa? Pasti karena reputasi dan cara memimpin beliau yang wow.
Itu tadi balasan kartu pos dari saya. Kartu terdahulu itu berisi; perkenalan saya, permohonan sebuah kartu balasan dari ibu Angela Merkel untuk koleksi saya dan insyaallah akan dipasang di pameran kartu pos sedunia di museum dekat rumah akhir tahun ini. Kartu diakhiri salam penutup dan tanda tangan serta alamat saya.
***
Dari kartu ini, saya ingin mengingatkan diri saya sendiri. Bahwa benar adanya pepatah „Hilang satu tumbuh seribu“, „Banyak jalan menuju Roma“ atau „Tak lari gunung dikejar.“ Dan ketika suatu kali saya pernah dikecewakan seseorang dan merasa kesulitan karenanya, di hari yang lain ... saya akan mendapatkan kegembiraan dan kemudahan seperti yang diharapkan, dari orang lain lagi. Bukankah hidup itu warna-warni? Kadang di bawah, kadang di atas. Kompasianer pilih mana? Kalau saya ... tergantung keadaan. Kadang suka di atas, kadang menikmati di bawah. Selamat sore. (G76)
PS: Semoga ini menjadi penyemangat bagi kompasianer yang sedang berusaha tapi belum berhasil. Tetap gantungkan cita-cita setinggi bintang di langit. Meski tak ada manusia yang sempurna...Way to go ...Jangan pernah menyerah. Tuhan ada di mana-mana. Semangat!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H