Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sunda Kelapa

11 Juni 2014   08:03 Diperbarui: 20 Juni 2015   04:16 78
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sepucuk kartu pos mengisi kotak pos rumah kami, bercampur dengan surat-surat lainnya. Wah, gambarnya jadul tapi bagus. Sunda Kelapa abad 18!

[caption id="attachment_341721" align="aligncenter" width="640" caption="Sunda kelapa abad 18"][/caption]

Tiba-tiba saya teringat pelajaran sejarah jaman sekolah. Sunda kelapa pernah setara dengan Jakarta pada abad 15 an. Panggilan akrab. Kalau abad 18 an, berarti sudah maju dibanding awal-awal menjadi tempat kapal bersandar mengirim dan mengantar barang. Bagaimana kabar pelabuhan Sunda Kelapa hari ini? Apakah revitalisasi daerah ini akan berhasil? Kalau pemerintah didukung masyarakat, pastilah ya? Dan senang sekali kalau old town Indonesia dirawat, diatur sebagus-bagusnya untuk kepentingan rakyat. Area publik. Tidak melulu soal komersil obyek wisata (pemasukan daerah, pajak, turis dan sebangsanya).

Sebagai penyuka fotografi dan jalan-jalan, pastilah daerah ini menjadi tempat yang asyik untuk hunting jepretan. Membayangkan kapal-kapal yang berjajar rapi, awan putih dan langit biru yang dipayungi terik matahari. Kegiatan masyarakat dalam berdagang ... dan entah, barangkali akan sekilas mengingatkan saya (dan kebanyakan orang) bahwa nenek moyang orang Indonesia itu pelaut (menurut lagu jaman saya TK)? Who knows? Meskipun pekerjaan sebagai pelaut itu jarang dikenal atau saya tidak pernah dengar dari mulut orang asing. Di Jerman, misalnya, dalam sebuah bedah buku saya “38 Wanita Indonesia Bisa“, mereka ini mahasiswanya yang belajar bahasa Indonesia, sudah hafal betul tentang cerita TKW. Ini menjadi mata pencaharian banyak wanita, demi alasan ekonomi. Begitu pemahamannya. Sedangkan Au Pair Mädchen yang biasa mereka kenal di Jerman, lebih demi alasan pertukaran budaya (dan bahasa). Sama-sama membantu pekerjaan rumah tangga, berbeda tujuan.

Yah, dari kartu pos bergambar Sunda Kelapa, nulis jadi ke mana-mana ....

[caption id="attachment_341723" align="aligncenter" width="412" caption="Pesan mbak Dhora, tulisannya secantik orangnya."]

14024232431793929448
14024232431793929448
[/caption]

Saya balik halaman belakangnya. Ada pesan dengan tulisan cantik di sana. Ini milik kompasianer Dhora. Gadis cantik berkulit bersih yang saya kenal di dunia maya ini memang niatan bertukar kartu pos dengan saya. Saya ingin koleksi kartu bergambar keindonesiaan, mbak Dhora pasti senang kalau saya kirimi kartu dari Jerman (eh, sudah sampaikah atau ... saya sudah kirim belum, ya? Haha!). Hobi jadul yang menyenangkan.

OK. Pamit, mau aerobik dulu. Otot kawat balung wesi. Selamat malam. (G76).

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun