Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengalaman Menjadi Caleg Parpol

10 Februari 2014   18:44 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:58 1115
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13920294111841379278

Sebentar lagi Pemilu. Daftar calon legislatif yang disodorkan untuk dipilih warga Indonesia yang tinggal di wilayah negara bagian Baden-Württemberg, Jerman, sudah saya lihat. Membuat saya ingin menelusuri mereka dan partai yang memayunginya, lewat berbagai media. Banyak yang tidak saya kenal dan semoga tetap mumpuni atau bisa diberi amanat atau jadi wakil saya, sebagai rakyat. Wakil rakyat, seharusnya merakyat.

Kalau membicarakan tentang caleg itu, saya jadi ingat bahwa pengalaman menjadi caleg parpol tingkat nasional tahun 1999, membuat saya malu sendiri. Wong tidak paham politik kok, ya, wani-wanine, beraninya jadi calon wakil rakyat. Bagaimanapun, tetap ada hikmah dari sebuah kesembronoan itu. Waktu itu benar menjadi sebuah pembelajaran dan pemahaman bagi saya bahwa ternyata memang politik bukan dunia saya. Saya lebih suka dan nyaman terjun ke ranah pendidikan, pengabdian masyarakat, seni dan budaya.

***

Saya membuka koleksi kliping, guntingan koran yang memuat tentang saya, kegiatan saya, tulisan saya dan sebagainya. Ini bukan untuk sombong dualimaan, tetapi untuk menghargai diri saya sendiri dan memecut untuk terus maju dimanapun dan kapanpun. Cerita baik bagi anak cucu.

[caption id="attachment_321740" align="aligncenter" width="269" caption="Cerita masa lalu ...."][/caption]

Salah satu yang menarik perhatian saya dan pas dengan kondisi sekarang adalah tentang hasil wawancara seorang wartawan lepas sebuah koran Semarang pada bulan Mei tahun 1999. Hahaha, saya bisa mentertawakan diri saya sendiri. Kok, dulu waktu umuran 23 itu, mau dan berani jadi caleg sebuah partai, ya? Usia saya waktu itu pastilah masih ingusan, dan buta politik. Karena kerjaan saya waktu itu hanya penyiar radio swasta dan sesekali kerja sambilan mengajar bahasa Inggris. Ikut organisasi politik tak pernah sekalipun saya alami. Tidak tertarik.

Tapinya ... Pakdhe saya yang nomor satu dan tiga, keduanya memang pernah menjadi anggota DPR/MPR RI Pusat. Salah satu dari merekalah yang menggeret saya untuk dimasukkan dalam daftar calon legislatif tingkat nasional sebuah partai (dimana beliau pilih setelah hengkang dari partai yang dahulu pernah menyediakan kursi untuknya). Lewat bapak saya, semua kelengkapan dipenuhi. Kalau tidak salah ada SKKB, formulir ini itu, sekian lembar pas foto terbaru dan entah syarat apalagi yang harus saya penuhi. Lupa. Pokoknya, komplit.

Sebagai anak yang sendiko dhawuh, saya tidak keberatan ketika bapak saya meminta saya meluluskan permintaan pakdhe. Pikir saya, “Ya, sudah, dicoba. Jadi, ya syukur, tidak ... ya tidak apa-apa. “Saya jadi anak ’pupuk’ bawang sajalah. Padahal ini berbahaya. Bagaimana kalau nasib waktu itu mengantar saya benar-benar masuk jadi wakil rakyat? Apa rakyatnya tidak tambah sengsara. Wong wakilnya tidak bisa diberi kepercayaan, kurang mengerti seluk-beluk pengaturannya dan seterusnya (seperti saya ini?). Sedangkan menjadi wakil rakyat bukan sebuah permainan, tidak boleh trial and error. Alhamdulillah, saya tidak tersaring partai yang tidak favorit itu. Hanya segelintir orang di nomor-nomor paling awal yang masuk dan duduk manis di kursi. Tuhan memang Maha Baik.

Saya masih ingat, saya pernah punya cita-cita untuk menjadi Ambassador, duta besar agar bisa keliling dunia. Naif sekali, ya? Dan cita-cita itu seperti menepuk angin. Belakangan saya bersyukur, tetap bisa ke luar negeri selama sekian kali lantaran dikirim NPO dan LSM yang bergerak di bidang kemanusiaan, pendidikan, pengabdian masyarakat, seni dan budaya.

Sepertinya waktu itu saya memang oon (sampai sekarang juga belum ngeh soal politik dhing). Ditambah, tidak ada pembekalan dari partai (selain babagan dapat topi dan kaosnya). Saya hanya ingat beberapa ilmu di SMA-PT, soal tata negara dan pendidikan Pancasila. Thok til. Sayapun juga tidak aktif di partai yang mewadahi saya sebagai caleg. Saya sangat sibuk dan tenggelam dalam dunia yang lebih saya sukai, ketimbang rebutan kursi. Ampuuun ....

Baiklah. Itu masa lalu. Saya yakin, calon-calon yang diajukan partai-partai dalam pemilu kali ini lebih yahud, ciamik, lepsong ... lebih bisa diberi mandat dan tidak akan mengecewakan rakyat Indonesia (yang banyak orang kasihannya daripada yang sejahtera). Tidak sekedar memamerkan titel, tampang, nama, harta atau sejenisnya (yang tidak relevan dengan pengetahuan politik dan kenegaraan). Barangkali ada pembekalan, barangkali memang penyusunan daftarnya memang sudah dipersiapkan sebagaimanamestinya. Saya tetap ada harapan besar untuk ini. Berprasangka positif. Bahwa pemilihannya baik dan benar, pelaksananya juga demikian adanya. Agar waktu dan energi milyaran orang Indonesia sedunia tidak akan pernah sia-sia. Supaya dana pemilu yang milyaran rupiah itu tidak akan seperti hujan kertas warna-warni layaknya pada pengumuman pemenang sebuah lomba di atas panggung (yang lengkap dengan sound system dan lighting yang ampuh). Dipotong-potong, disebar dan jatuh sesuai gerak gravitasi. Terlihat ada yang gembira sudah menjadi jawara tapi yang nanti kalah, kebagian bersih-bersih dari kotoran di lantai yang jadi sengsara (tidak membawa nikmat). Bahkan besar kemungkinan sudah tak dapat apa-apa ... tergelincir, terpeleset karena menginjak kertasnya atas gong kemenangan. Selamat siang.(G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun