Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Pengalaman Membeli Kacamata Minus di Jerman

16 November 2014   00:38 Diperbarui: 17 Juni 2015   17:43 2043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_375667" align="aligncenter" width="512" caption="Contoh kacamata gratis, Null Tariff"][/caption]

Suatu hari, seorang teman keturunan Vietnam yang sudah lama di Denmark dan menjadi warganegara di sana, menginap di rumah kami. Ia tidur di kamar si ragil. Anak-anak sangat antusiaas untuk bertemu tamu ini. Sampai mereka selalu membangunkannya setiap pagi. Anak-anak heran, mengapa teman saya itu takut sinar terlalu terang. Kok, kayak drakula atau vampir. Ternyata, teman saya itu minus 9 dan baru saja menjalani operasi sinar laser untuk membuat matanya tak perlu menggunakan kaca mata ke mana-mana. Tak lucu kalau tebal sekali saat ia harus praktek di kliniknya sebagai dokter gigi. Apalagi, ia masih muda, lebih muda dari saya.

Kacamata. Saya tak suka memakainya tapi harus. Untuk mencoba lensa kontak, saya takut dan seperti tidak telaten. Sering saya melihat teman-teman Jepang memakainya. Aduhhh ... repot sekali. Kalau kacamata kan, mak plekkk, padang.

Oh iya. Kacamata saya yang dari Indonesia; satu, minus 1 ... satunya lagi minus 0,50 pesan dari optik Semarang, dikirimnya dari Jakarta, sebulan. Itu min duluuuu. Karena ternyata bulan ini, saya periksa lagi untuk membuat kacamata baru yang pecah terinjak setelah sepuluh tahun dipakai ... berubah! Dua-duanya minus 1,25! Astagaaaa ... kok tambahnya banyak ya? Apa ini karena saya jarang pakai? Hanya untuk berkendara saja dipakainya karena di sini wajib? Lagian gak asyik kalau kacamata untuk melihat jauh, untuk melihat dekat, jadi lelah kadang pusing. Mata biar bebas tak tergantung kacamata terus dan mata beradaptasi dengan blur dan mengakomodasinya.

Usaha mengurangi minus

Entahlah. Tapi saya sudah banyak mengikuti saran dari sebuah situs kesehatan seperti:

1.Makan makanan bergizi seperti wortel, salmon, telur, bawang putih dan bawang merah, alpokat, jus jeruk, sayuran hijau, salat ....

2.Banyak sekali memandang pemandangan hijau seperti hutan, ladang, rumput, kebun karena memang tinggal di daerah seperti ini sejak pindah ke Jerman.

3.Membaca dengan lampu terang.

4.Memakai komputer satu jam lalu istirahat karena mata terasa lemah, daya melihat jarak jauh lemah, terbiasa melihat jarak dekat dan lurus. Disambi kerjaan lain beberapa jam, nanti lagi.

5.Jarang main game, nonton film, layar lebar dan lainnya yang menggunakan tenaga mata jarak jauh.

Beberapa saran lain memang belum saya lakukan seperti:

1.Melakukan latihan mata; berkedip normal tidak terlalu cepat atau tidak terlalu lambat, menutup mata dengan telapak tangan dan melihat obyek bergerak. Ada sebuah buku yang cukup direkomendasikan “Rebuild your vision“

2. Menggunakan therapi lensa polar di googles.

3. Tips 10-10-10; setelah 10 menit melakukan sesuatu dengan jarak 7 kaki atau kurang, mata istirahat dan difokuskan ke obyek lain yang 10 kaki jaraknya, selama 10 detik .

Proses memilih kacamata; boleh dipinjam, dibawa ke rumah lho

Pertama kali masuk optik karena si sulung butuh kacamata plus 1. Ia diperiksa dokter di RS setempat. Setelah tes, diberikan resep untuk mengambil kacamata di optik sembarang. Di sana, anak dipersilakan memilih kacamata. Gratis, baik frame atau gelasnya, ditanggung asuransi karena di bawah 18 tahun.

Yang kedua, saya. Karena sudah tahu saya minus berapa, saya memilih framenya dulu. Saya memilih optik F yang terkenal sangat bagus karena pelayanan dan garansinya.

Sebelum di optik F ini, kami sudah keliling optik-optik di tiga kota (Tuttlingen, Villingen, Stuttgart) untuk mencari model yang pas. Sudah pilih-pilih tidak juga ketemu. Ihhh, susah amat, yang mengantar ikut sebel. Haha.

“Bu, aku ke sauna dulu ya ... kamu pilih-pilih kacamata lagi, deh.“ Suami saya meledek. Ia sudah boring dan tahu pasti bahwa saya bakal lama menemukan kacamata. Saya sadar, kakinya mau meletus. Sayanya, bilung. Bingung dan ling-lung. Kacamata oh kacamataaa ....

Akhirnya hari lain, kami kembali ke optik F lagi. Di sana menemukan beberapa kacamata nol tarif (frame gratisan untuk anak-anak hingga dewasa) dan beberapa yang merk terkenal, mahalan. Masalahnya banyak kacamata tersebut yang dikhususkan untuk mereka yang berhidung panjang dan bangir. Sedangkan hidung saya gak punya. Butuh penunjang di daerah hidung.

“Kamu sih, bu, punya wajah full moon dan hidung sensitif.“ Seru suami saya. Saya cubit dia. Tidak mengaduh, meringis saja.

Kami pun pesan kacamata dengan kode yang pernah kami lihat di optik lain tapi harganya mahal. Optik F memang baik. Mereka memang punyaharga frame sendiri yang tertempel di setiap kacamata. Namun, jika kita menemukan kacamata yang sama di optik lain dengan harga lebih murah dan mampu menunjukkannya, harga disamakan dengan yang murah ditambah 10% (misalnya harga kacamata Gucci-laki-laki di optik F= 199€, di internet 123€, harganya jadi 111€ saja, bukan harga yang mahal. Kami pun menunjukkan harga termurah dari optik di internet. Si optiker mengangguk, menghitungnya dan menyetujui kesepekatan harga.

***

Setelah dua minggu, diberi kabar lewat telepon bahwa pesanan sudah ada. Saya datang. Setelah dicoba, pas di hidung, tapi bulu mata saya kepanjangan. Kacanya ditabrak-tabrak si bulu, cepat kotor.Walaaah. Optiker menyarankan untuk tidak membelinya lantaran jarak bulu mata dengan gelas terlalu dekat.

“Bulu matanya dibrondoli saja, buuuu.“ Kata suami saya. Idih, pakkkkk, jahat. Mosok saya disuruh pangkas bulu mata untuk kacamata ini.

Saya tak patah arang. Kami cari-cari lagi, menemukan model yang disukai suami dan satunya yang saya cinta. Sang optiker, perempuan blonde, masih muda, mengambil brosur. Ia mencarikan gambar apakah ada model yang sama dengan warna hitam. Itu dari kacamata yang saya temukan di rak gelas. Dipesan, tunggu lagi seminggu. Wadow, menggemaskan.

Setelah pesanan sampai di optik, kami datang. Optik lain yang agak tua, menjadi penasehat kami. Wanita itu mengatakan bahwa kami boleh membawanya pulang ke rumah selama 1 minggu agar memilih dengan tenang mana yang cocok di hati. Pas di hidung sudah sih. Kok, optiknya percaya banget ya, padahal framenya gak murah. Ditotal ada kalau 700€. Mereka hanya saya beri nama dan alamat serta nomor telepon saya dalam sebuah kertas formulir yang tersedia. Karena maksimal tiga, sekalian saya ambil satu lagi untuk dicoba. Xixi.

Selama seminggu, saya di rumah mematut diri dengan ketiga kacamata pinjaman dari optik. Kok, gak sreg siiihhhh? Saya ingin kacamata A dengan gagang B. Suami ingin kacamata yang A.Anak-anak kasih saran, beli dua (duite sopo?). Yang C, minggir, kami berempat (saya dan suami, dua gadis) gak suka. Saya kirim lewat WA pada kompasianer Eberle dan kompasianer Cici. Eeeee ... sama. Ahhhhh ... piye ki?

Akhirnya, membeli kacamata

Hari Senin tiba. Itu jatah pengembalian kacamata uji coba yang dipinjamkan di rumah.Optik yang menjadi penasehat ganti lagi, seorang lelaki. Kacamatanya bagus, tapi walah tebal amat.

“Yang mana, bu?“ tanya optiker trendy itu.

“Saya ingin kacamata yang A tapi gagangnya yang kayak di kacamata B. Suami pengen yang A saja. Ada di brosur atau etalase?“ Saya diminta mencoba ketiga kacamata di depannya. Ia sependapat dengan saya bahwa kacamata pilihan suami kurang bagus karena warna emasnya gak cocok di kulit wajah. Ia pun mencarikan kacamata dan gagang yang agak mirip, yang saya maksud. Hasilnya? Gak ketemu! Halaaah, capeeek deh.

Kami diajak ke ruang lain di mana ia cari-cari kacamata lagi yang lebih cantik dan pas. Saya ikut ambil-coba. Ahaaaa ... ketemu. Ini, ini yang ini. Warna hitam ada ukiran emasnya di pinggir! Saya mencobanya di depan si optiker yang baik hati dan ramah tadi.

“Bagus, pas. Nongkrong di hidung dan bulu mata tidak kesodok.“ Optiker memandangi saya dan mengarahkan kaca dinding pada saya. Suami manggut-manggut.

“Ya, bagus, bu ... wih ... akhirnyaaaa .... lega.“ Suami saya happy. Apalagi saya ... selangit. Aller gute Dinge sind drei, kata peribahasa Jerman. Setelah tiga kali pesan, kacamata yang ketiga yang terpilih dan terbaik.

Cerita beli kacamata tidak hanya sampai di situ karena mata saya harus dicek. Di sebuah ruang khusus yang kecil, saya dicek matanya; 6,8,9,5,7,4 (saya menyebutnya) ... semua dengan ukuran besar, agak kecil, kecil lagi, sangat kecil, mengecil banget dan seperti semut. Saya minus 1,25. Keduanya! Aneh. Yang satu mata ikut balapan, seia sekata.

Saya keluar dari ruangan, suami masuk. Suami ingin tahu matanya ada apa kok juga kadang lelah kalau menyetir. Jederrrr... tahu kan? Butuh kacamata ya? Haha, welcome to glasses club.

Proses membeli kacamata tidak sampai situ. Kami diskusi tentang gelas mana yang diambil. Bahan plastik yang bisa berubah kalau kena sinar matahari, agar tak perlu dua kacamata kalau musim panas. Warna tone, coklat (lebih adem di mata, katanya). Yang dulu, saya pilih abu-abu (lebih panas, katanya). Nurut. Berikutnya, optiker bertanya, mau kaca yang rata apa agak cembung. Ada rupa ada harga. Yang cembung kadang memuai di daerah frame, harganya @70€, yang rata @147€, bahkan ada yang sampai @210€ dan seterusnya. Larang men. Hati saya menciut.

Kami pun menentukannya. Optiker menuliskan di formulir. Kami diminta menunggu SMS untuk pengambilan. Kira-kira barang 1-2 minggu jadi. Ia menyarankan untuk ikut asuransi kacamata 10€ dua tahun. Agar kalau ada apa-apa digaransi. Meskipun untuk kerusakan yang tidak fatal, tetap digaransi optik meski tanpa asuransi. Pelayanan optik F ini banyak; kalau tidak puas boleh kembali, kalau minus berubah bisa diklaim dan lainnya. Bahkan meski tidak membeli kacamata di sini, bisa lho reparasi sederhana gratis (ganti gagang, membetulkan posisi gagang, letak penahan di hidung, lepas kaca).

Benarlah. Satu setengah minggu kemudian, datang SMS. Saya ambil, bayar dengan kartu. Srettt.

“Kok, aneh ya?“ Saya mematut diri di kaca sebelah meja.

“Ya, masih baru. Setelah satu minggu pasti terbiasa. Besok pagi-pagi, coba lagi.“ Si kasir melayani saya. Mengajak saya duduk dan mencobanya. Ia memberikan etui hitam dan selembar kain pembersih. Dibersihkannya kacamata dengan mesin setelah saya coba.

“Saya masih kaget“ Mata saya memang kaget. Kaget sekali dengan kacamata yang seperti membuka jendela di ruang gelap. Mak byakkk.

“Yang penting jelas kan? Bagus kok framenya. Pas.“ Optiker meyakinkan saya. Ia menyerahkan bukti pembayaran yang keluar dari mesin dan selembar kwitansi dari print komputer. Lumayan, bisa untuk laporan pajak. Oh, etuinya bagus.

Kesan-pesan

Repot juga mencari kacamata di Jerman yang disukai, pas hidung dan wajah (karena kebanyakan lebih cocok untuk wajah Eropa/Jerman) serta aman di kantong.

Dari pengalaman ini pula, saya hanya berpesan, jagalah mata sebelum sakit (minus/plus). Memakai kacamata memang bisa menunjang penampilan. Tanpa kacamata? Sungguh brillian!

Jika sakit mata berlanjut, hubungi optik yang ditunjuk. Selamat siang. Salam sehat dan bahagia.(G76)

Sumber:

1. Pengalaman pribadi

2. Cara alami mengurangi  mata minus

3. Sepuluh cara meningkatkan daya pandang (jarak jauh).

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun