[caption id="" align="aligncenter" width="558" caption="Ilustrasi/kompasiana (kompas.com/Wawan H Prabowo)"][/caption]
Kompasianer pernah meneguk minuman penyegar atau tepatnya jamu bernama beras kencur? Selain kunir asem dan temu lawak, beras kencur adalah minuman Jawa favorit saya yang nomor satu karena manis, pedas gimana rasanya. Kata ibu saya (yang dulu mahasiswinya sinden), ini bisa membuat suara cemengkling alias jernih tidak serak-serak bergembira. Sedangkan sejak umur saya 19 sampai 30 tahun, profesi saya jualan suara di radio. Jamu ini tentu tak pernah absen saya minum (sampai hari ini). Selain sugesti itu, minuman ini memang menyegarkan. Bahkan menurut wikipedia, ini bisa meningkatkan hawa nafsu. Iya, nafsu makan. Dikatakan juga untuk menyembuhkan maag lantaran mampu menebalkan dinding perut jika rajin diminum. Opo ora hebat?
Saat berada di tanah air, amat mudah mendapatkan minuman ini karena ada mbok jamu keliling. Murah merah. Tadinya yang dengan bakul, sekarang sudah dengan sepeda dengan bakul di kanan-kiri, jadi tak usah jalan kaki lelah berkeliling mencari pembeli. Bahkan terakhir kali ke tanah air, pernah beberapa kali ada pesaingnya dengan motor, lain kali pasti pakai mobil!
Berada di Jerman pastilah jadi masalah untuk urusan persediaan beras kencur. Nah, saya pernah membawa rimpangnya dari Indonesia untuk ditanam di ruang tamu. Di dekat sofa memang saya menanam beberapa pot untuk tanaman yang tak tahan hawa dingin Jerman, selain anggrek. Pokoknya yang hijau-hijau tapi tanpa kolor. Dan berhasil! Setelah saya membeli empon-empon dan ditanam di sana, tumbuhlah mereka dengan subur. Yang paling bagus adalah curcuma si temu lawak. Bunganya cuantikkk sekali, putih ada semburat merah muda dan ungu. Wangi lagi! Ibu saya heran, tangan saya kok bisa hijau, membuat mereka hidup di Jerman. Ah, ibu. Sayang sekali setelah sebulan saya tinggal ke Indonesia, suami saya lupa siram dan ... mati. Halahhhh, pakkkk!
Akhirnya, saya belum menanamnya lagi. Lebih suka membeli sachet dari mudik, Belanda atau toko Indonesia on line di Jerman meskipun rasa jamu bikinan dari rimpang atau dari beli jadi sangat jauh berbeda. Sedangkan bubuk kencur asli tetap saya beli untuk bahan memasak (misalnya trancam).
***
[caption id="attachment_354169" align="aligncenter" width="437" caption="Benjut setelah dikompres balok es sampai cair"]
![14085203371365270486](https://assets.kompasiana.com/statics/files/14085203371365270486.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
![1408520388669469220](https://assets.kompasiana.com/statics/files/1408520388669469220.jpg?t=o&v=700?t=o&v=770)
Dan kemarin, saya lagi-lagi diingatkan bahwa jamu beras kencur memang manjur. Tak hanya untuk manfaat yang sudah saya tulis di atas, tetapi juga untuk obat mrempul alias benjut.
Usai lomba tujuhbelasan bersama teman-teman kawin campur di depan rumah kami, semua masuk ke dalam ruang makan karena hawa dingin sedang menerpa Jerman di musim panas ini. Salah mangsa. Sedangkan anak-anak tetap bergembira bermain sepeda dan roller. Tak berapa lama, anak ragil saya datang dan menangis, kepalanya benjut. Tiga buah telor jadi-jadian ada di keningnya. Memar, biruuuu. Saya segera memangku, mencium, memeluk dan memberinya minuman. Tangisnya agak reda tapi masih nguing-nguing lirih. Baru saya kasih kompresan balok es dari lemari es di dalam kantong washlap setelah diam. Sampai es meleleh, eh, kok belum hilang juga jendolan sebesar bakso mini itu ya?
Aww. Saya ingat khasiat beras kencur! Segera saya tumbuh beras di dalam cobek kecil. Saya campur dengan bubuk beras kencur dan air sedikit. Jadi! Agar tidak tumpah saat dilulurkan di kening, saya tutup dengan dua buah plaster. Si anak tidak mau ditempelkan di keningnya karena barangkali pedas ya? Plaster minta dilepas. Ya sudah. Akhirnya waktu dia tertidur, saya pasang lagi.Paginya, warna dan bentuk memarnya sudah berangsur-angsur hilang. Agak baikan. Wow, ajaib ya? Tidak mengandung bahan kimia, tradisional sekali. Asli Jawa, Indonesia dimanfaatkan di negeri tetangga, Jerman.Selamat mencoba. (G76)
Sumber:
1.Pengalaman pribadi
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI