Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Mudah dan Asyiknya Berhemat dalam Hidup

11 Mei 2015   15:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   07:09 1410
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1431331391755422608

Suatu hari, kami bertandang ke rumah tetangga yang jumlah anaknya juga tiga. Kami kaget karena anak sulung kami membuka percakapan sebagai berikut:

“Lucu ya, orang tuaku menggunakan air dari mandi berendam untuk menyiram WC ...,“ dengan lirih tapi tetap terdengar, ia mengatakan pada kawannya yang duduk bersama di sofa, sementara kami di ruang makan bersama pemilik rumah. Kami tak bereaksi. Meski agak malu, kami tetap berpendapat apa yang kami lakukan bermanfaat. Oh, ternyata, cara berhemat dengan tujuan baik, tidak selamanya diterima orang, meskipun itu anak sendiri. Apalagi oleh orang lain? Eh, sebentar ....

Cool! Ide yang brilian! Orang tuaku harus melakukan cara yang sama.“ Tanpa diduga, anak tetangga berambut keriting yang sepantaran umurnya itu, justru mendukung keputusan kami untuk tidak membuang air yang sudah digunakan untuk mandi. Bahkan ia berharap, keluarganya meng-copy-paste cara itu. Jitu!

Dan nyatanya, cara itu pernah mampu mengembalikan uang sebanyak 150€ (Rp 2.250.000) dalam setahun. Uang langsung dikirim ke rekening kami, setelah menerima surat dari PAM Jerman. Pembayaran bea air memang di muka, jadi kalau total akhirnya ternyata lebih sedikit dari yang dibayar (perkiraan), tetap kembali. Jika kurang, pasti harus menambah transfer bukan? Untungnya lebih, bukan kurang.

Uang kembalian dari berhemat itu tentu saja bermanfaat untuk pos rumah tangga lainnya. Misalnya untuk bea anak-anak kursus, berwisata ke luar kota waktu liburan sekolah atau membeli keperluan lainnya. Wah berhemat itu mudah dan mengasyikkan, kalau mau pasti bisa.

Sedangkan hidup boros, yang menanggung diri sendiri, bukan orang lain. Tak perlu rendah diri ketika orang menganggap berhemat itu sama dengan pelit. Bukankah buah berhemat itu akan dinikmati sendiri?

[caption id="attachment_416641" align="aligncenter" width="560" caption="Hemat pangkal bahagia"][/caption]

Nah, selain menggunakan air di kamar mandi lagi seperti tersebut di atas, sebenarnya, banyak cara yang kami (dan barangkali Anda) lakukan untuk berhemat dalam kehidupan sehari-hari:

Pertama, membuat jajanan sendiri di rumah.

Dahulu waktu masih tinggal di Tanah Air, kami memang biasa beli. Selain lebih murah dan cepat, memang tidak ada waktu sebanyak sekarang.

Dan ternyata, ketika tinggal di Jerman, saya banyak belajar membuat kue jerman dan penganan kecil indonesia yang tidak bisa dibeli di sini. Cara ini sudah lama dikerjakan ibu-ibu Jerman, membuat kue dan kek sendiri secara rutin. Bahkan dengan bahan BIO, yang dikatakan lebih terjamin kesehatannya (meski sedikit mahal dari yang biasa).

Dari kebiasaan itu, selain lebih sehat, lebih hemat lho. Coba saja, ketika membeli 4 potong brownies seharga 2€ (Rp 30.000) di toko, saya bisa membuat seloyang, dengan bahan siap sedia di gudang makanan seperti tepung terigu, garam, gula, coklat, telur, pengembang dan minyak. Totalnya tidak lebih dari 2€ dan jumlahnya tidak hanya 4 potong tapi seloyang alias 12 potong. Lebih banyak kan? Lebih banyak jumlah Browniesnya, lebih banyak pula jumlah orang yang bisa melahapnya.

Satu lagi, membuat jajan sendiri bersama anak-anak di dapur sungguh menarik. Selain mempererat hubungan orang tua dengan anak supaya tetap harmonis, juga menambah keahlian mereka dalam hidup; koki rumahan. Bahkan setelah acara masak-masak, ada pelajaran bersih-bersih sejak dini. Tanggung jawab yang selalu ada dalam sebuah rumah tangga. Sekali mendayung, dua tiga pulau terlampaui!

Kedua, mengumpulkan koin atau membayar dengan kartu.

Ibu saya sering mengumpulkan koin rupiah di sebelah kiri pintu rumah. Alasannya untuk membeli makanan atau belanjaan yang lewat, diberikan pada pengemis atau pengamen.

Saya sendiri biasa mengumpulkan uang receh di dompet. Sedangkan anak-anak suka mengumpulkan sen demi sen koin di celengan untuk diberikan kepada bank pada bulan Oktober, Kinderspartag. Hari itu adalah hari bagi anak-anak Jerman untuk pergi ke bank, menyerahkan isi celengannya untuk disimpan.

Beberapa orang yang saya kenal di Tanah Air, tetap tidak menyepelekan uang koin, merawatnya untuk digunakan sewaktu-waktu dan selalu tersedia di dalam mobil atau dompet (cepuk) kecilnya, khusus untuk koin saja.

Di sana, mengumpulkan koin kecil juga efektif untuk mengantisipasi jika berbelanja, saat jumlah bon tidak bulat. Indonesia, masih menganut sistem kembalian dengan permen. “Maaf tidak ada uang kembalian“, “100nya mau disumbangkan?” atau “Maaf, pecahan uang 100-nya tidak ada, boleh diganti permen?” begitu seringkali kita dengar dari penjual atau kasir.

Prinsip itu berbeda dengan di Jerman yang garansi, satu sen pun akan tetap dikembalikan tanpa kompromi. Entah di toko kelontong kecil atau swalayan besar. Uang satu sen sangat dihargai orang Jerman karena dari satu sen itu, bisa terkumpul uang dengan jumlah yang banyak. Bernilai. Tak pernah sia-sia. Satu sen tetap satu sen, bukan nol sen. Cerdik.

Makanya di Jerman, jika sedang tidak ada persediaan koin kecil, saya biasa membayar bon dengan kartu ATM. Transaksi pembayaran di Jerman menggunakan kartu akan dilayani, asal total bon di atas 10€ (Rp 150.000). Kalau 10,44? Sebenarnya tidak masalah jika membayar dengan kontan 11€ atau uang kertas 10 euro dan 1 euro koin. Tetap dikembalikan, tidak pakai permen dan tanpa bingung, marah, kesal, atau panik.

Setelah berbelanja, periksa betul bon. Jika ada yang janggal tanyakan kepada kasir atau bagian informasi. Minggu lalu suami saya kaget, belanja sedikit bahan makanan di toko filial Jerman, harus bayar 120€. Ternyata, kasir salah menuliskan secara manual (karena alat tidak mau membaca bar code). Harga satu daging yang harusnya 7,50€ tertulis 70,5€. Beruntung, bisa diselesaikan dengan baik.

Ketiga, membeli barang-barang refill dan ukuran besar.

Sabun mandi, pasta gigi, shampoo, cairan pembersih lantai, hand and body lotion, krim wajah, deterjen dan lainnya adalah kebutuhan yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari.

Kami hidup berlima dalam satu rumah. Memang sangat praktis untuk membawanya dalam ukuran kecil, mini saat bepergian (berenang, dinas atau berlibur). Namun tentu saja, ukuran besar (family) dan refill, isi ulang lebih hemat disediakan di rumah karena biasanya harganya lebih murah. Jikalau refill pun, toh botol yang lama masih ada dan tetap bagus. Tak perlu yang baru.

Oh, ya. Kami tidak selalu membeli keperluan seperti tersebut di atas dengan merek yang berharga mahal. Di Jerman banyak sekali merek massal yang kualitasnya standar seperti “Ja“, “K classic“ dan masih banyak lagi. Pasti di Indonesia juga banyak. Yang pasti, jika kualitasnya terjamin konsumen tak perlu ragu menggunakannya.

Keempat, naik mobil bersama

Pada hari Senin yang lalu, anak-anak SD yang kelas tiga (bersama keluarga),mengadakan acara kunjungan ke Kloster, tempat biara di luar kota. Lantaran tidak semua ikut, diatur siapa yang ikut dan berapa mobil yang dibutuhkan, untuk naik mobil bersama-sama ketimbang sendiri-sendiri. Kompak.

Ya, menggunakan transportasi, ada baiknya untuk bersama-sama. Pada dasarnya, di Indonesia ada istilah nebengers, di Jerman ada P+M (Park und Mitfahren, parkir mobil dan kendarai satu mobil saja, bersama-sama), yang di daerah kami sangat didukung oleh menteri transportasi negara bagian Baden-Württemberg. Bahkan beliau menyarankan para pemuda/pemudinya yang sedang mulai training bekerja (Ausbildung) untuk mengikuti P+M menuju kantor/pabrik ketimbang menyetir sendiri.

Selain menghemat bea BBM, perjalanan jadi lebih asyik karena ramai dan ada yang diajak mengobrol. Bahkan acara nebeng atau naik mobil bersama ini bisa meminimalisasi polusi udara, bukan? Ramah lingkungan, cemerlang!

Cara itu tentu bisa diterapkan di Indonesia ketika mengantar anak ke sekolah atau dengan teman kerja yang searah perjalanannya. Mengajak tetangga atau anaknya untukberangkat bersama-sama. Hanya butuh komunikasi dan deal.

Kelima, simpan air hujan

Dengan curah hujan yang cukup tinggi, sebenarnya masyarakat Indonesia memiliki banyak kesempatan untuk memanfaatkan air hujan. Sayangnya, semakin banyak sumur tradisional yang ditutup dan berganti dengan langganan air. Lebih praktis.

Jerman yang menyadari bahwa kadang curah hujannya tidak selebat dan sebanyak yang diharapkan, sudah memiliki tradisi memiliki sumur tadah hujan (Brunnen) dan gentong plastik tadah hujan untuk menyiram tanaman. Gentong ini mudah didapatkan di Baumarkt/Bauhaus (toko bangunan).

Di rumah kami, air sumur itu untuk menyirami tanaman dan bunga di kebun belakang dan membersihkan halaman plaster atau aspal jalan depan rumah yang kotor. Untuk kebun depan, kami menyediakan tiga drum plastik (kosong) bekas minyak, menjadi gentong tadah hujan. Tinggal membeli kran pancuran dari plastik untuk disematkan di bagian bawah, tengah (bagian dalam dikencangkan dengan sandal bekas agar tidak bocor), dan memotong bagian atas gentong (permukaan) agar mampu menadahi air hujan dari saluran peralon yang mengalirkan air hujan dari atap rumah ke bawah.

Manfaatnya sungguh terasa. Apalagi orang-orang yang memiliki kebun, suka berkebun, punya hewan ternak dan atau tinggal bukan di daerah pusat kota.

Pemanfaatan air hujan itu sangat berguna dalam menekan bea meteran air yang tentu tidak murah, sedangkan air hujan ... dapatnya gratis. Dibuang sayang.

Di tempat kami tinggal, air buangan rumah tangga termasuk air hujan juga dikenai bea pemda tapi jika memiliki sumur atau bank tadah hujan, termasuk garasi yang atapnya berumput, dikurangi tagihannya. Asyik.

Keenam, membeli mesin untuk keperluan rumah tangga yang berkualitas.

Mesin yang hemat energi dan mesin yang praktis tentunya sangat membantu kita berhemat dalam kehidupan sehari-hari.

Kami senang memilih mesin pencuci piring dan mesin pencuci baju made in Germany yang kelas A, hemat energi, penggunaan listrik dan air (7 liter sekali cuci). Biasanya memiliki setting jam berapa nanti akan dioperasikan. Misalnya pada malam hari setelah pukul 22.00, di mana tarif listrik lebih murah dibanding pada pagi atau siang hari. Harga mesin mungkin agak lebih tinggi (500€ an) dari yang model biasa (100€ an), namun akhirnya kalau dihitung dengan meteran air dan listrik, jatuhnya tetap lebih murah dan awet.

Begitu pula dengan mesin kopi. Di dunia ini, jenis mesin kopi ada banyak sekali dengan harga bervariasi. Misalnya mesin Nescafe Dolce Gusto. Mesin pembuat kopi yang cukup canggih itu mempermudah kita untuk membuat berbagai variasi minuman kopi premium dengan mudah dan waktu yang singkat. Mesin termahal seharga 3,3 juta rupiah. Kalau dikalkulasikan dalam jangka waktu panjang, antara membeli mesin itu dengan membeli kopi di kedai tertentu, harga itu tetap lebih murah. Bahkan ada investasi, mesin tetap ada di tangan kita. Buat apa beli barang murah kalau cepat rusak? Andai barang yang dibeli lebih mahal tapi berkualitas dan tahan lama, jadinya tetap hemat dan lebih smart.

Tak heran kalau orang Jerman yang notabene penyuka kopi ketimbang teh, memiliki tradisi Kaffe trinken atau minum kopi sore-sore disertai camilan kue atau kek. Mereka memiliki mesin kopi sendiri. Ada yang menggunakan biji kopi mentah, kapsul, dan pad.

Jadinya, minum kopi barang 3 gelas sehari bahkan lebih, sudah menjadi hal yang biasa baik di perkantoran maupun rumah tangga di Jerman. Selain berhemat, menggunakan mesin kopi menjadikan peminum kopi menyesuaikan selera takaran kopi dan cita rasanya yang akan diminum. Ramuan sendiri, lebih dahsyat!

Nah, kalau orang Jerman yang maju dan modern saja sudah mengantisipasi diri berhemat dalam meminum kopi dengan menggunakan mesin kopi sendiri bukan dari beli, bagaimana dengan orang Indonesia? Tentu tambah bisa.

Oh, ya tak perlu khawatir repot atau cepat rusak jika memiliki mesin kopi di rumah atau kantor. Tips perawatan mesin kopi biar awet adalah rajin membersihkan dengan cairan khusus yakni air hangat dan cairan/bubuk khusus atau cuka agar Kalk atau kapurnya luruh, secara rutin sebulan sekali. Beres.

***

Bagaimana dengan cara berhemat Anda yang lain dalam hidup? Pasti banyak ide dan gagasan lain yang muncul, bahkan entah sengaja ataupun tidak, sudah dilakukan selama ini.

OK.

Berhemat bukan berarti pelit.

Berhemat itu mudah dan mengasyikkan.

So, mari berhemat sejak dini. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun