Di rumah kami, alat-alat masak dan makan, kebanyakan adalah pemberian orang. Sudah ada tiga orang yang setelah memberikan pada kami, meninggal dunia. Barangkali semasa masih hidup, mereka kasihan sama saya dan sadar tidak akan pernah lagi bisa menggunakan koleksinya. Akhirnya, warisan mereka saya rawat betul-betul, sebagian saya bagi ke orang lain. Kebanyakan. Sedangkan beberapa alat masak dan makan tambahan yang belum ada, kami beli. Tak perlu bermerk, tidak usah mahal. Yang penting manfaatnya. Karena sesuai pengalaman, alat yang mahal sekalipun kalau perawatannya tidak bagus yang rusak atau jelek. Adoooh, bersih-bersih teruuus.
***
[caption id="attachment_346279" align="aligncenter" width="512" caption="Merek alat dapur Jerman yang terkenal itu, lucu."][/caption]
Nah, suatu hari, seorang teman di Indonesia mengirimkan sebuah pesan lewat chat kepada saya yang akan pulang kampung waktu itu.
“Gan, aku titip Sil** ya?“
“Haaah, maksudnya?“ Saya tidak memahami kalimatnya. Pikiran saya sudah kotor duluan. Haha.
“Itu lho, panci merek Sil** yang terkenal dari Jerman.“ Teman saya segera menjelaskan.
“Oalahhhhh panci, tho ... tak kirain.“ Setiap orang Jawa, pastinya tahu kata sil**. Kata kotor itu memang saru alias tidak pantas diucapkan siapapun lantaran mengacu pada organ manusia bagian belakang. Biasanya, kata ini digunakan beberapa orang untuk mengumpat karena marah atau jengkel, selain “asem.“
Suami dan anak-anak tahu apa makna kata itu. Makanya, kami selalu berkelakar tentang ini. Haha. Sil** oh sil**. Merek terkenal di Jerman rupanya. Baru tahu ....
***
Ya, betul. Sil** adalah merek alat dapur seperti Kochgeschirre atau alat untuk masak, Schnellkochtöpf alias panci pemasak super cepat, Pfanne atau wajan datar, Bräter alias tempat merebus, Wok atau wajan cekung, Fondue alias tempat celup-celup (keju, coklat, daging, sup) dan Küchenwerkzeuge (alat kerja bantu di dapur).
Ini diproduksi di Riedlingen, Jerman. Pemasarannya sudah sampai ke seluruh dunia. Jadi tak heran kalau teman-teman Indonesia mengenalnya dan sampai pesan pula. Made in Germany?
Oje. Dahulu, kalau mendengar produk made in Germany saya selalu bilang “wow.“ Setelah tinggal lama di Jerman, saya jadi paham dan tahu bahwa tidak semuanya made in Germany dibuat di Jerman. Barangkali memang bahannya asli dari Jerman tapi tangan-tangan yang membuatnya adalah orang bukan Jerman dan tidak berada di Jerman. Artinya, Jerman memesan dari negara lain dan diimpor sesuai dengan kualitas standar Jerman yang wahid dan desain/teknologi mereka. Untuk urusan ini pasti teramat pelik. Jerman menganut paham saklek. Tidak bisa ditawar. Tak boleh sembarangan. Ini ya ini. Itu ya itu. Itu barangkali yang jadi kunci, mengapa produk “buatan Jerman“ banyak digandrungi orang sedunia. Apa saja, deh.
Hmmm, tidak usah harus memiliki produk seperti alat dapur bermerek Sil** ini kalau ingin bekerja di dapur dengan ceria. Selain mahal, biasanya berat. Apa yang ada di rumah, dipakai dan dirawat baik-baik, sudah bagus.Meskipun memang tak dapat dipungkiri, barang mahal itu biasanya kualitasnya baik dan tinggi. Tak lupa pula kantong bisa bolong. Selamat pagi. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H