[caption id="attachment_221290" align="aligncenter" width="553" caption="Cahaya itu memang bikin cantik"][/caption]
Dimana langit dipijak di situ langit dijunjung adalah peribahasa yang tepat untuk mengumpamakan pemahaman akan cross cultural understanding di sebuah negeri asing.
Ini selalu terjadi dalam kehidupan saya sebagai warga Indonesia yang tinggal di Jerman. Peringatan Santo Martin yang akan diperingati mayoritas warga Jerman ini akan diselenggarakan tanggal 11 November 2012 nanti.
Apa dan bagaimana acaranya? Bagaimana pula rasanya menjadi orang non Katolik yang ikut berbondong-bondong dalam arak-arakannya? Seru!
***
Persiapan St. Martin
Minggu ini kami sibuk membuat prakarya lampion. Bahan-bahan telah kami siapkan, semuanya dari bahan bekas (lilin, kertas, deko dan lainnya), hanya kertas kerlap-kerlip saja yang kami beli dari sebuah toko stasioneri. Beberapa orang tua membeli bahan-bahannya langsung dari TK (tapi biasanya modelnya terbatas, barang 4-5 saja).
Jika membeli di toko, harga tangkai dengan lampu baterei dipatok 2 euroan. Lampionnya 2-5 euroan. Termasuk murah tetapi gambarnya adalah hasil cap/print bukan timbul.
Namanya anak, pasti ada saja permintaannya. Mbak Chayenne dan dik Shenoa meminta sesuatu diluar yang biasa; warna pink dengan figur Top Model. Ughhh fantasi mereka kebanyakan nonton Germany’s next top model ya?
[caption id="attachment_221291" align="aligncenter" width="498" caption="Lampion milik anak-anak ala Top Model"]
Ya sudah … mari, Nak … berkreasi. Seni sepertinya memang dunia mereka. Senang membuatnya bersama-sama.
Setelah kelar, kami coba menancapkan lilin di tengah-tengahnya. Uji kelayakan, biar tahu lampion akan aman dipegang anak dalam long marsch, takut kebakaran. Namanya anak-anak kalau jalan sambil ndlenger (red: tidak fokus waktu jalan). Setelah itu lampion saya simpan sampai hari H. Kalau tidak, bisa rusak sebelum waktunya … aduuuuh bisa gawat, buang waktu dan tenaga, ah. Mana pekerjaan di rumah itu numpuuuuk! Untung Kompasiana bisa jadi hiburan, nambah wawasan dan teman, sekaligus penyalur bakat dan minat.
Apa itu hari St. Martin?
Hari St. Martin atau di Jerman disebut Martinstag selalu diperingati setiap tahun pada tanggal 11 November. Pernak-perniknya adalah lampion, kue khusus dan angsa oven ditemani kobis merah. Arak-arakan di kampung kami dimulai dari halaman sekolah hingga halaman gereja. Di garis akhir itu semua berkeliling dalam lingkaran yang dibatasi oleh tali. Mungkin ini karena ada sesekor kuda yang ditunggangi tokoh pelaku St. Martin. Yak, demi keamanan supaya tak disepak kaki kuda.
[caption id="attachment_221293" align="aligncenter" width="332" caption="St. Martin naik kuda"]
Pesertanya mulai dari bayi sampai lansia yang mengikuti anak-anak sekolah yang diseyogyakan untuk ikut serta (dengan selebaran/surat yang disampaikan sekolah kepada orang tua tentang St. martinumzug). Semua orang badannya tertutup rapat bahkan dari ujung rambut sampai ujung kaki. Hanya sesekali terlihat kilat scotch lite dan pendaran lampu lampion yang model dan warnanya macam-macam.
[caption id="attachment_221294" align="aligncenter" width="491" caption="Arak-arakan orang bawa lampion dari kertas"]
Setelahnya, prakata dari direktur TK. Bla bla bla ….
[caption id="attachment_221295" align="aligncenter" width="571" caption="Adegan pengemis kelaparan di musim dingin (kiri depan)"]
Dramapun digelar.
Dari mini drama yang kami saksikan usai karnaval dengan lampion, saya jadi tahu sejarah dari peringatannya. Konon, seorang tentara Romawi dari Perancis dibaptis dan menjadi seorang biarawan. Adegan yang dipamerkan adalah si pria berjubah merah naik kuda.
Suatu hari, ia bertemu dengan seorang pengemis yang kelaparan di jalan. Badai salju membuat si miskin sengsara. St. Martin iba dan berbagi bekal dan jubahnya. Malam itu pulalah, St. Martin bermimpi bertemu Yesus yang berjubah (yang anehnya sama persis seperti jubah yang ia berikan kepada pengemis). Pria sang penolong itu kemudian mendengarkan apa kata Yesus kepada para malaikat, menunjuk Martin sebagai manusia yang belum pernah dibaptis saat lahir namun telah membantu/melindungi Yesus.
Lantas, St. Martin bagi saya?
Saya bukan penganut agama Katolik tetapi biasa mengikutinya demi anak-anak. Memang sekolah rakyat Jerman (TK-SD kelas I-IV) di daerah kami biasanya dikaitkan dengan kegiatan gereja (mulai pertama masuk sampai lulusnya). Erat sekali hubungannya antara pihak sekolah dan gereja, berbeda dengan Indonesia. Kalau saya pandang, acara keagamaan disini bukan hanya dikaitkan dengan sebuah agama saja tetapi tumbuh subur menjadi sebuah tradisi yang dimiliki seluruh rakyatnya (baik asli maupun pendatang).
Memaknai waktu bercengkerama dengan anak-anak dalam membuat lampion, bertemu dengan banyak orang yang mayoritas adalah Katolik (beberapa ada yang penganut Kristen), berbincang sebentar dengan mereka dan duduk bersama sembari menikmati roti dan sosis atau makanan dan minuman ringan sebagai penutup, terasa indah. Jarang-jarang memang, apalagi di musim dingin dimana banyak individu mengurung di rumah saja ….
Yup. Udara dingin (bahkan kadang minus) juga menjadi sebuah tantangan hebat dalam bergabung bersama mereka. Sepertinya kehangatan diatas kebersamaan warga ini mengusir cubitan kulit yang menusuk tulang.
Acara (mulai long marsch hingga drama) berlangsung sekitar satu jam-an.
Saya tak menyanyi karena memang tak paham dan bukan ajaran untuk saya namun hanya menyimak kalimat yang ada, belajar bahasa.
Saya hadir disana karena menikmati keragaman budaya dan agama bangsa di dunia belahan lain yang beda dari Indonesia.
[caption id="attachment_221296" align="aligncenter" width="572" caption="Melihatnya dengan kacamata sendiri ...."]
Menikmati St. Martin dari kacamata saya sendiri. Tuhan itu memang Maha Besar, menciptakan manusia dengan aneka ragamnya. Saya bahagia mengamati festival ini dengan rasa ingin tahu. (G76).
P.s: Dalam rangka mengikuti WPC XXVI In a darkened room. Come and follow us http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2012/10/27/weekly-photography-challenge-26-in-a-darkened-room-498729.html
Sumber:
1.Pengalaman pribadi
2.http://en.wikipedia.org/wiki/St._Martin's_Day
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI