Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan Pilihan

Manjurnya Menagih Hutang lewat Status Facebook

3 Maret 2014   23:43 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:16 752
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
13938397101596615721

Kompasianer punya hutang berupa uang atau lainnya? Segeralah dilunasi, sebelum lupa, dalam keadaan terjepit atau maut menjemput. Ada sebuah hikmah dari kisah seorang kawan yang menagih hutang lewat status facebook, hanya dalam hitungan jam (keesokan harinya), hutang itu dibayar.

Begitulah, saya jadi tahu kalau ternyata facebook tak hanya ajang haha-hihi, tempat narsis, jejaring sosial untuk komunikasi lintas batas dan waktu tetapi juga ... untuk nagih utang!

[caption id="attachment_325728" align="aligncenter" width="614" caption="Menagih hutang? Susah-susah gampang!"][/caption]

***

Pagi-pagi, usai mengurus anak dan sarapan, saya cek email dan sebagainya. Saya menemukan sebuah status seorang kawan. Nampaknya, kawan saya yang ibu rumah tangga dan nyambi jualan apa saja ini sedang kebakaran jenggot, marah-marah! Pasalnya, seorang pelanggan sudah mengambil barang darinya tapi tak juga membayar. Mblenjani janji.

Di dindingnya, tertulis kalimat menanyakan pendapat teman-teman dalam jaringannya apa yang akan dilakukan jika ada orang janji mengambil barang seminggu yang lalu tapi sampai hari ini belum juga dibayar. Padahal si pelanggan sudah janji. Saya membenarkan itikadnya menagih hutang (setahu saya hutang orang harus dibayar meski di Jerman, perusahaan yang dinyatakan bangkrut sudah ada pengampunan dari bank dengan penyitaan harta sisa si penghutang, habis perkara tak perlu diopyak-opyak). Yang saya sayangkan, teman saya itu menyebutkan nama dan daerah tempat tinggal si pelanggan tadi. Ditambah, ada penudingan bahwa si orang adalah penipu! Kurang elegan bahkan terkesan malu-maluin si penghutang meski sebenarnya orang itu sendiri yang memulai niatan mempermalukan diri dengan berhutang tidak membayar dan tanpa berita/konfirmasi.

Dari semua komen yang memberikan opininya, kebanyakan adalah mencerahkan, bukan mengompori (seperti beberapa kasus yang terjadi di Kompasiana). Berikut aneka ragam komentar:

“Barangkali besok dia datang, sabar, ya?“

“Ditelpon saja, mungkin saja orangnya memang benar-benar lupa, mbak“

“Semoga dia lunasi janji, amien.“

“Datang ke rumahnya saja, mbak ... sekalian silaturahim.“

“Mungkin dia sedang ada masalah atau hal mendesak mbak, jadi didahulukan yang itu dan utang pada mbak belakangan.“

“Saya yakin hutangnya akan dibayar hari ini.“

“Jangan marah-marah, ya, mbak? Jauhkan setan ... menagih dengan kepala dingin.“

Bukankah itu menyenangkan? Bayangkan saja kalau kita sedang marah, panas, kesal, jengkel ... lalu digrujug bensin dan diuncali geni? Lha rak mak wukkk, tho? Langsung menyala. Berkobar-kobar ....

Saya gembira bahwa apa yang saya lihat dalam wall kawan saya tadi tidak demikian. Tidak ada yang menuangi bensin, tak pula memantikkan api. Semua memberi kipas angin, AC ... swejukkk. Wong Indonesia sudah panas hawanya, kok ditambahi lebih panas, ya? Enak juga menghembuskan angin segar. Entah itu alami atau buatan.

***

Dan benarlah adanya bahwa beberapa jam setelah status rilis malam hari, atau keesokan harinya, si penghutang telah membayar hutangnya. Barangkali si penghutang membaca status si penjual alias teman saya itu. Mungkin saja Allah menggerakkan hatinya, meski tak sempat baca. Atau kemungkinan lain yang bisa terjadi hingga kasus itu tuntas. Entahlah. Yang jelas, komentar teman saya melegakan “Horee ... dia sudah lunasi hutangnya.“

Terserah pendapat orang apakah menagih hutang di jejaring sosial, di blog atau di media massa di mana orang yang tidak tahu seseorang berhutang hingga menjadi tahu itu, sah atau sopan. Yang pasti, si penagih hutang (teman saya) tahu satu hal “Menagih hutang lewat status jejaring sosial seperti Facebook itu TOKCER, coba saja!“ Selamat pagi.(G76)

PS: Kalau saya lebih memilih lewat jalan rahasia saja (inbox, email, telepon, SMS, whatsapp, BB) ... lebih nyaman untuk saya dan tentunya yang punya hutang. Tak perlu ramai-ramai. Tapi sekali lagi terserah masing-masing pribadi. Kalau saya punya hutang, tolong diingatkan dengan hati, ya?

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun