[caption id="attachment_190003" align="aligncenter" width="722" caption="Ikon Kathrin Schad si juara dunia terpasang di depan gerbang masuk kota SO"][/caption]
”How was the time when you were in school?”Saya menghirup teh buatan Inge. Pertanyaan saya meluncur pada gadis yang luar biasa di depan saya, Kathrin. Keingintahuan saya tentang masa sekolahnya, ditemani sepiring Pflammkuchen.
“Nichts, lernen und Übungen but Im happy …” Juara dunia Rhönrad (red: wheel gymnastic) tahun 2011 di Swiss itu mengatakan tak ada kata hura-hura, hanya belajar dan latihan. Apapun pendapat orang tentang hal ini, ia tetap bahagia.
„Entschuldigung, aber deine Freunde, die gehen zum Disko, Parties, Meet and greets with artist. Denkst du, es ist ungerecht für dich?“ Keheranan saya masih mengerumuni otak ini. Mengapa dahulu ia bukan golongan remaja yang suka bersenang-senang (pergi ke disko, pesta sana-sini, jumpa artis) seperti teman-teman sebayanya. Saya ingin tahu apakah ini tidak adil baginya?
„Nein“ Tegas sekali Kathrin menjawab tidak.
„Wirklich?“ Pandangan saya menembus pupil matanya ingin mengetahui kebenaran jawaban tersebut.
„Nein, I’m fine, Gana. I get what I want, I’m the world champion!“ Senyumnya meyakinkan saya bahwa ia baik-baik saja. Jika mendapatkan apa yang ia inginkan, juara dunia, itu sudah lebih dari segalanya. Tujuan telah tercapai.
“Du bist toll! I wish more children in the world have the same opinion as yours, including my kids …” Sanjungan saya memuncak. Ah, andai banyak anak-anak di dunia ini yang memiliki pemikiran kedepan sepertinya .... Saya berharap demikian juga dengan anak-anak kami, tak perlu seperti Kathrin, but strong enough.
……………………………………
***
Itulah sekilas perbincangan saya dengannya selama sejam di sebuah rumah tua dekat gereja, milik orang tuanya. Waktu itu memang sengaja saya datang untuk berkenalan dengan anak salah satu teman saya di Aerobik. Siapa sih yang tidak penasaran bertemu juara dunia wheel Gymnastic (sejajar dengan Steffi Graff dari tenis dan Klitsko dari ring tinju)? Apalagi ia lahir di sebuah kota kecil kami yang permai, dikelilingi hutan dan gunung!
Perempuan berbadan kekar? Is OK
[caption id="attachment_190006" align="aligncenter" width="430" caption="Roda besi yang membentuk ototnya (dok.Gemeinde Seitingen-Oberflacht))"]
Perawakannya macho (otot bisep dan trisep terbentuk sekali), tinggi badannya cuma 155 cm, wajahnya ramah, ia tak banyak bicara.
Meski berbadan tak seperti gadis kebanyakan (yang langsing, yang seksi, yang lencir dan seterusnya), ia cuek saja. Memang banyak orang yang berpapasan, memandanginya dengan tatapan aneh. Perempuan kok badannya seperti lelaki ... untungnya ia terbiasa dan tak ambil hati.
Bentuk badan yang sedemikian rupa ini memang akibat dari training olah raga yang ia tekuni sejak umur 5 tahun. Bola bundar dari besi itu butuh sebuah kekuatan yang luar biasa untuk menjadi satu dengan irama musik dan tubuhnya yang mungil. Dorong saja saya ngos-ngosan apalagi memainkannya dengan kaki dan tangan.
Walhasil, otot-ototnya terbentuk sedemikian rupa.
Belum lagi tinggal di desa dengan kondisi alam yang masih asli, beberapa pekerjaan angkat junjung juga dijalani bersama keluarga tercinta (renovasi rumah, membuat kayu di hutan dan seterusnya). Why not? Tambahnya, ia diperlakukan oleh keluarganya bukan sebagai boneka porselen.
Perempuan tak wajib dandan
Dari penampakannya yang sederhana itu, tersimpan magma yang dahsyat. Gadis berusia 26 tahun itu telah menjadi juara dunia pada usia muda. Tapi ternyata untuk meraih semuanya, ia rela mengorbankan masa remajanya. Korban?
Putri Schad ini memang tidak memiliki masa remaja yang indah bersama kawan-kawannya. Tak ada kata hura-hura! No, way. Belajar dan latihan !
Kawan-kawannya banyak yang berdandan, shopping, dengan baju warna-warni. Baginya itu tak perlu. Sesekali tampil chic dengan gaya rambut dan wajah yang lain itu lumrah, tapi tidak untuk setiap hari. Kesimpulannya, dandan itu tak wajib bagi wanita yang senang bersepeda ini.
Perempuan harus ikuti kata hati
[caption id="attachment_190004" align="aligncenter" width="357" caption="Ya belajar, ya karir (dok.Gemeinde Seitingen-Oberflacht)"]
Selain berlatih Rhönrad, ia juga belajar sungguh-sungguh. Mengawali sekolah di Gymnasium, ia lulus S1 jurusan olahraga universitas Köln dengan IP 1,8 (sangat memuaskan). Kini perempuan energik itu sedang menyelesaikan program S2 jurusan yang sama di Köln. Karena prestasinya di jagad olahraga, pemda SO memberikan fasilitas transportasi gratis dari Köln ke Seitingen jika ingin pulang sesekali dalam seminggu atau saat liburan, semaunya. Buah dari kerja keras selama puluhan tahun.
Ibundanya dari dulu memang selalu menekankan, olahraga itu penting tapi sekolah lebih penting lagi jadi sangat disayangkan jika terlalu menekankan pada bidang olah raga tetapi sekolah kalang kabut. Karena ia mengerti apa maknanya, ia tidak meninggalkan salah satunya sesuai apa yang ada dibenaknya. Hatinya berkata ia bisa. She does. Beberapa orang mungkin bisa jadi hebat di karir namun pendidikan terbengkalai, tapi tidak untuk Kathrin yang jalan dua-duanya dengan sungguh-sungguh.
Ia bangga dilahirkan sebagai perempuan yang memiliki intuisi yang tinggi. Ia menjalani kata hati dan … berhasil!
Perempuan punya cita-cita
[caption id="attachment_190005" align="aligncenter" width="387" caption="Perempuan yang bercita-cita (dok.Kathrin Schad)"]
Namanya harum di seluruh jagad, kuliahnya lancar. Jika ditanya tentang masa depan, ia tak bisa memprediksi apakah ia bisa menemukan pria pilihan dan menikah seperti kakaknya (yang juga atlet wheel Gymnastic dan menjadi seorang dokter lalu menikah hingga hidup bahagia).
Baginya, fokus utama adalah mengejar keinginannya. Kathrin bercita-cita sebagai pelatih senam. Kecintaannya pada dunia olah raga memang dahsyat ! Ia tahu betul untuk ini ia butuh banyak berkorban seperti yang sudah-sudah.
***
Perkenalan saya dengan Kathrin banyak membawa hikmah :
1.Tak ada makan siang gratis
2.Jika mau berhasil, disiplin dan kerja keras (juga doa).
3.Tak peduli apa kata orang, jalani kata di dalam hati
4.Seorang wanita itu ternyata dilahirkan Tuhan sebagai sosok yang kuat jika dimaknai perempuan itu sendiri dengan sedemikian rupa (Women, get up, reach your stars!)
5.Patut ditulis sebagai biografi “Kathrin Schad, juara dunia dari kampung (saya)” (let’s see if we can catch it, Kathrin).
That’s it. Sosok wanita, generasi muda yang tak suka hura-hura dan telah memetik buahnya. Berakit-rakit ke hulu berenang-renang ketepian. Bersakit-sakit dahulu bersenang-senang kemudian.
Perjuangannya masih panjang, apakah tahun 2013 nanti ia mampu merebut emas juara dunia wheel gymnastic di USA??? Ia tetap belajar, berlatih dan berdoa … kita tunggu saja hasilnya.
Semoga ini mengilhami generasi muda khususnya wanita. Tak perlu untuk menjadi juara dunia seperti Kathrin Schad, tetapi nilai-nilai perjuangan dalam hidupnya patut diteladani. Tak ada mie instan yang enak dibandingkan hand made noodle, right? Setiap manusia boleh pilih yang mana. Kemudian hasilnya bisa ditebak sendiri saja.(G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H