Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lebaran: Baju Baru, Rambutnya Baru Please

24 Agustus 2011   07:41 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:30 974
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pemerintahan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Bu … kamu dimana?“ suami saya berteriak dari dapur penginapan.

Nyetrika, Pak …“ saya tetap tak bergeming.

Sebentar kemudian ia menghampiri. Suami saya itu terperanjat, ia salah tafsir. Dibatok kepalanya, membayangkan saya sedang benar-benar sibuk menyetrika gunungan baju. Tak tahunya saya sedang menggilas rambut tebal dengan alat ioning.

***

Begitulah, saya senang membuka salon keluarga. Biaya salon di Jerman pastilah mahal dibandingkan di Indonesia. Untuk potong rambut misalnya, dengan cuci dipatok minimal 12 euro satu kepala. Pemasangan kuku palsu dibandrol setidaknya 30 euro. Pewarnaan 30-60 euro. Itu saja terkadang membutuhkan Termin (red: janjian) dengan salon. Belum lagi harus menempuh perjalanan 15-30 menit menuju tempat tujuan. Prei, ah!

Well … suami saya menjuluki salon saya ini Loh Salon, karena kadang meninggalkan petak (red: lubang dikepala). Xixixi … untung sekarang sudah tidak lagi. Bahkan karena sering memotong rambut keluarga dan tetangga, saya jadi makin meminimalisir waktu pemotongan. Isn’t it that great? Memotong rambut orang sambil menonton TV atau mengobrol ngalor-ngidul. Hmmmm … tidak kalah sama yang dibawah pohon asem.

Dan kesulitan memotong rambut anak-anak yang biasa rewel tak mau dipotong atau ditata rambutnya terselesaikan dengan menonton DVD atau film kartun 30 menit-1jam saja. Repot ah, kalau buka salonnya sambil main petak umpet atau jogging sama anak-anak. Pffffff...

Oh, ya … sebentar lagi lebaran, biasanya ada baju baru. Mengapa tidak juga untuk rambut baru? Ok, saya ingin berbagi tips bagi warga kampung Kompasiana yang hendak tampil beda. Setahun sekali, apa salahnya? Toh, tata rambut atau gaya yang ingin saya share ini tidak njlimet (red: mudah). Tak perlu ke salon demi penghematan biaya dan waktu pula, bukan?

1.Rin Tin Tin alias Si Kuncung

Model ini andalan saya karena sedang in di Jerman, biasanya untuk laki-laki; anak-anak sampai dewasa yang bergaya muda. Karena lupa waktu kursus dulu, saya menempuh cara dengan membabat habis rambut dari belakang ke atas dan samping kanan kiri dengan menggunakan barber nomer 1-2, kecuali dibatok kepala atas. Itu saya sisakan untuk dipotong sepantasnya segaris dari kanan ke kiri atau sebaliknya dan dari depan ke belakang. Tentu saja karena tangan tak bisa memegang semua, ini dilakukan perlapis. Lalu sisi kanan kiri dipotong miring. Untuk rambut poni paling depan itu dipotong terserah mau pendek atau agak panjangan. Jika selesai, beri gel dan cabik dengan jemari. Agar tahan lama, tambahkan hairspray.

[caption id="attachment_131262" align="aligncenter" width="300" caption="Model: Timmy"][/caption]

2.Bros dengan ukiran barber

Model ini paling gampang kedua setelah gundul, karena tinggal memangkas semua dengan gigi barber sepatu nomer satu. Ikuti arah tumbuhnya rambut dan bentuk kepala. Bukannya ada yang bentuk kepalanya benjol atau panjang? Xixixixi … Setelah usai, gunakan ujung barber tanpa sepatu untuk mengukir dibatok kepala; bisa ukiran meliuk-liuk atau geometris dari atas telinga sampai belakang telinga, atau sebuah huruf atau gambar di kepala bagian belakang bawah. Model ini cocok untuk anak-anak dan remaja, sayangnya bikin geli waktu pengerjaan jadi agak repot. Haaaaaaaa …

3.Curly

Gaya ini saya sebut juga Isaura, karena mengingatkan saya pada sebuah film di TVRI jaman bahula. Dimana seorang gadis berambut gelap, begitu mempesona saya dengan rambutnya yang seperti buah mangga nggandul (red: menggantung), pita tak lupa disematkan di kanan kiri. Aih, cantik. Model saya kali ini orang Jerman yang rambutnya pirang dan tipis. Argh, susah juga ya, apalagi kalau tak pakai volume crème (red: krim pengembang). Untuk rambut orang Indonesia seperti milik saya agak mudah, karena gampang untuk melilitkan alat pada rambut dan hasilnya tahan lama. Apalagi dengan krim dan hairspray. Wow! Jangan lupa pengerjaannya perlapis. Bagi rambut menjadi dua bagian. Saya mulai dari bagian bawah, ambil rambut kadang banyak, kadang sedikit agar bervariasi. Level panas dari alat bisa disesuaikan dengan tebal tipis rambut, agar tak rusak. Hitung selama 10-30 detik saat menjepit rambut dengan alat. Awas, pegang alat sebenar-benarnya agar tidak memanasi kulit wajah atau tangan. Ini paling cocok untuk orang sabar karena saking lamanya pengerjaan. He he …

[caption id="attachment_131263" align="aligncenter" width="300" caption="Model: Ladina"][/caption]

4.Catok

Namanya orang, baik pria atau wanita, kalau sudah lurus minta keriting pasti ada orang keriting minta lurus. Bagi rambut setidaknya menjadi 7 bagian dari atas kebawah dan jepit satu persatu. Salah satunya adalah bagian uyeng-uyeng (red: pusaran kepala). Alat ioning yang bagus kata guru saya, dari keramik. Saya paling suka alat setrika rambut ini dengan gigi sikat. Sementara tangan lain memegang sisir roll untuk menyisir rambut agar mudah dilewati alat. Bagi Anda yang kurang sabar, sebaiknya tidak mengambil style ini. Waktu minimal 30-1 jam (bahkan lebih kalau rambutnya tebal) dengan sengatan panas dan resiko tersengat kalau tidak konsentrasi, akan membuat Anda BT. Jangan lupa memberi jarak paling tidak 1 cm dari kulit kepala agar tidak terjadi iritasi dimana pengerjaannya sebaiknya dari bagian bawah rambut, lapis demi lapis. Satu lapis biasanya sampai sepuluh kali tarikan catok dari atas ke bawah.

[caption id="attachment_131264" align="aligncenter" width="300" caption="Model: Chayenne"][/caption]

5.Wig

Lah, ini yang paling praktis bagi pria dan wanita, dari anak-anak hingga manula dan yang kaya atau sederhana boleh saja. Tinggal menyisir rapi rambut asli dan mengikatnya agar tidak menyembul di rambut palsu itu. Efek yang sering terjadi adalah rambut gatal bukan karena kutu dan rambut asli kempes atau bau. Jika pemasangan tidak sempurna, wig gampang joget (red: berubah letak). Rambut bongkar pasang ini pastinya ditawarkan dengan berbagai harga, kualitas dan warna. Saya ambil wig blonde dan rambut kepang panjang saja. Hehehe … saya berhasil menyulap anak laki-laki menjadi cantik, karena anak perempuan sedang tidak berada ditempat. Oh, ya … wig ada yang separoh dalam artian bisa dikenakan sebagai penjepit kucir dan rambut akan menjadi lebih bervariasi. Misalnya lebih panjang bagian belakangnya, lebih mengembang, atau lebih keriting dibagian yang diikat, bahkan bisa lebih warna-warni. Jika sedang ada persediaan sanggul cepol berbagai bentuk, pasti juga pas dengan baju lebaran. Sayangnya di Jermantidak ada yang jualannnn … Hiks.

[caption id="attachment_131265" align="aligncenter" width="300" caption="Model: Kelvin&Mattias"][/caption]

6. Mama Afrika

Pilinan rambut ala mama Afrika ini paling trend dikalangan anak perempuan di Jerman. Mulai dari yang dari rambut asli sampai tambahan benang warna-warni. Biasa dipatok 5-10 euro per-ikat. Saya terkadang mengerjakannya sendiri. Rambut anak saya ambil sedikit pada bagian samping kanan/kiri atau bagian depan, lalu dibagi tiga bagian kecil sebelum dikepang. Kepang bisa bervariasi mulai dari satu ikat sampai berikat-ikat. Untuk penambahan benang rambut berwarna harus benar-benar teliti dan hati-hati agar menyatu dengan rambut asli dan rapi. Penggunaan gel dan hairspray juga amat membantu. Kalau rambut tambahan sudah melorot dalam beberapa minggu kemudian, lebih baik diulangi lagi atau dilepas saja.

[caption id="attachment_131266" align="aligncenter" width="300" caption="Model: Kepala boneka"][/caption]

That’s all salon keluarga saya, yang mungkin bisa menjadi wacana bagi salon keluarga Anda di hari Raya. Kalau bisa mengerjakannya sendiri, why not? Bagi Anda yang tidak mau mengambil resiko, “Don’t try this at home … it’s dangerous!”.

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun