Menurut pemahaman saya selama tinggal di Jerman, Leihoma atau Leihopa, adalah istilah untuk nenek atau kakek pinjaman yang tidak memiliki hubungan darah. Leihoma/Leihopa berasal dari kata leih/leihen=meminjam, oma/opa=nenek/kakek.
[caption id="attachment_357032" align="aligncenter" width="481" caption="Leihoma dan Leihopa mencari cucu "][/caption]
Mengapa muncul tradisi ini?
Saya taksir, ini karena hubungan kekeluargaan di Jerman yang tidak seperti kita di Tanah Air. Saya melihat masih banyak nenek-kakek Jerman yang menjalin hubungan baik dengan anak dan menantu serta cucu-cucunya secara rutin, intensif, dan harmonis. Banyak juga yang sudah pasang pagar berduri bahkan pakai strom (istilahnya). Dekat di mata tapi jauuuuuuuuh di hati. Maksud saya, sudah tidak ada hubungan harmonis lagi. Lantas, suburlah kebiasaan meminjam nenek-kakek ini. Untuk mendapatkan Leihoma atau Leihopa ada webnya. Ada nilai bisnis di sana (?) sepertinya gratis karena simbiosis mutualisme alias sama-sama butuh atas dasar suka sama suka (tidak dipaksa). Jadi, rasa kasih sayang tetap ada dan dimiliki nenek-kakek pinjaman ini pada cucu pinjaman.
Nah, sebab lain munculnya tradisi meminjam ini adalah jarak yang jauh sehingga tidak memungkinkan untuk bertemu namun selalu ada asa untuk memiliki masa hubungan manis antara cucu dan nenek kakek. Ya, sudah, pinjam.
Atau karena nenek kakek dari pohon keluarga sudah meninggal dunia, tak ada yang tersisa dari kedua belah pihak dan tidak ada kesempatan lagi memilikinya. Makanya, ada nenek-kakek sambung, Ersatzoma atau Erzatsopa. Sedangkan si nenek-kakek yang dipinjam, tidak memiliki cucu atau punya tapi jauh.
Saya pernah meminjam orang tua seumuran ibu-bapak saya (tetangga dan budhe, kakak mertua) untuk menghadiri sebuah acara di taman kanak-kanak yang diperuntukkan khusus bagi nenek-kakek murid. Orang tua saya ada di Indonesia sedangkan mertua Jerman tidak memiliki itikad yang baik untuk hadir. Ya, sudah. Oh, ya. Saya lebih menyebut mereka Ersatzoma (Ersatz=tambahan) bukan Leihoma. Karena masih orang tua dari kami berdua alhamdulillah masih lengkap, ini tambahan saja.
Bulan September ini, Jerman di negara bagian tempat kami tinggal masih punya 2 minggu liburan sekolah (dari 6 minggu yang dimulai sejak akhir Juli lalu, weeeeh lama ya liburnya?), Leihoma/Leihopa memang tidak sesemarak di kota besar di negara bagian lainnya. Tapi tetap ada dalam hitungan jari.
Mengapa mereka tidak memilih babysitter atau the nanny?
Banyak sebab mengapa kebiasaan memanfaatkan Leihoma/Leihopa ini begitu menarik dan disukai para orang tua Jerman (khususnya ibu-ibu) dibanding yang muda-muda:
Antara lain karena kesibukan pekerjaan orang tua, ingin pergi melepas rutinitas dengan pergi shopping, ke bioskop, nonton konser atau theater, ingin memiliki waktu khusus berdua dengan pasangan, ingin berlibur tanpa anak-anak,saat musim liburan sekolah, ada jadwal ke dokter, ingin tidur lebih lama dan nyenyak, mau agar anak-anak bisa berinteraksi dengan orang lansia, ingin membaca buku kesukaan tanpa khawatir mengurus anak dan masih banyak lagi alasannya.
Sedangkan baby sitter, biasanya memang ada SIM-nya (kursusnya mengajarkan pula cara merawat bayi dan anak, P3K dan sejenisnya). Bersertifikasi. Baby sitter rata-rata masih muda umur belasan, pastilah berbeda dengan oma/opa umuran 50 tahun ke atas. Tarif baby sitter dipasang 1 jam 10€ sedangkan Leihoma/Leihopa biasanya gratis, saya tidak tahu kalau ada yang komersial. Biasanya babysitter tendensinya untuk uang saku saja, jadi orang tua yang memanfaatkannya ikut membantu masalahkeuangan. Sama-sama butuh.
Ya, memilih Leihoma/Leihopa lebih diutamakan tentu saja karena nenek-kakek sudah dianggap berpengalaman dan dipercaya kebanyakan orang tua, karena mereka pastilah sudah pernah memelihara anak sendiri dengan baik dan benar. Sudah bersantan. Secara jasmani dan rohani. Merasa nyaman meninggalkan anak-anak di bawah umur di tangan yang benar, selama berjam-jam.
Saya pikir tidak ada yang rugi dalam tradisi ini. Pihak oma/opa sendiri juga mendapatkan manfaat untuk mengisi masa tua dengan kebahagiaan bersama cucu pinjaman. Daripada nglangut terbunuh sepi. Mengisi hari dengan hal-hal positif penuh cinta dan kasih sayang.
Apa yang bisa dilakukan Leihoma/Leihopa?
Mulai dari bermain mainan kesukaan, membacakan buku, mendongeng, jalan-jalan, pergi ke taman bermain, masak-memasak atau membuat kue/kek dan lain-lain. Sudah tidak asing lagi kalau anak-anak Jerman itu sangat menyukai alam, dekat dengan dapur dan buku. Jadi tidakhanya duduk manis seharian menonton TV, lho.
Apa pendapat kompasianer? Seru ya, tradisi unik Jerman ini?
Apalagi, soal pinjam oma opa ini ternyata bukan hanya disuka orang tua Jerman di kota besar seperti di Berlin, Hamburg, Frankfurt, Köln, München tetapi juga kota besar lain di negeri tetangga seperti Wina (Austria), Brussel (Belgia) dan Zurich (Swiss). Ada formulir bagi para nenek-kakek yang berminat menjadi Leihoma/Leihopa (seperti melamar/mengiklankan diri) dan formulir orang tua yang mencari Leihoma/Leihopa).
Contoh iklan Leihoma seperti ini:
Seorang nenek yang baik ingin merawat anak-anak
Saya seorang nenek berumur 75 tahun yang baik hati, energik dan suka humor. Saya ingin memiliki cucu sendiri, sayangnya anak-anak kami belum dikaruniai. Karena memiliki waktu luang yang berlebih, saya ingin membantu sebuah keluarga yang manis, di mana saya bisa sedikit membantu. Dahulu, saya pernah menjadi guru TK. Banyak waktu dan energi yang saya gunakan bersama mereka, sayang waktu itu telah berlalu. Suami saya sudah menyetujui rencana menjadi Leihoma. Jadi tak hanya mendapat Leihoma, Leihopa pun jadi.
Contoh iklan mencari Leihoma:
Sebuah keluarga muda dan berkarir ingin mendapatkan seorang nenek yang baik
Saya seorang hairdresser yang memiliki anak gadis usia 2,5 tahun. Ia senang jalan-jalan dan memasak di dapur. Adakah oma yang berniat merawatnya? Saya bisa sesekali menata rambut Anda secantik mungkin sebagai balas jasanya. Bukankah ini menyenangkan karena kita saling membutuhkan. Atau, kitabisa berbelanja bersama-sama. Sangat berbahagia sekali kami kalau kita bisa bertemu dan saling membantu.
Cool!
Bagaimana dengan Indonesia? Sepertinya, tanpa meminjam atau mendapat pinjaman pun masih banyak nenek-kakek dari tetangga atau saudara yang akan semangat membantu merawat anak-cucu orang lain yang manis dan lucu-lucu, apalagi anak dan cucu sendiri. Entah karena masih tinggal berdekatan bahkan serumah atau memang karakternya begitu. Kalau ini sudah jarang terjadi, saya miris, ini krisis budaya nenek moyang Indonesia! Semoga tidak terjadi. Selamat siang.(G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H