Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Artikel Utama

Ke Paris Jangan Lewat Rue St.Dennis, Banyak Penjaja Seks

2 September 2011   08:23 Diperbarui: 26 Juni 2015   02:17 3312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Karier. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

[caption id="attachment_132543" align="aligncenter" width="640" caption="Menara Eiffel dari www.visitingdc.com"][/caption] Di Indonesia, sedang demam lebaran. Di Eropa khususnya Jerman masih demam summer holiday. Liburan orang kerja hanya 3 minggu, sementara masa sekolah diliburkan mulai akhir Juli hingga minggu kedua bulan September. Hiyyy lamanya … Anak laki-laki merengek minta ke Paris untuk ke Disney World sama Eiffel, namun lantaran sudah berlibur ke Ceko dan keliling Jerman tempo hari, permintaan itu tak lolos seleksi. Bukankah uang tidak asal diambil dari pohon di kebun? Sebagai gantinya, saya bercerita tentang pengalaman saya dahulu di negara Perancis itu. [caption id="attachment_132513" align="alignleft" width="300" caption="Bandara Charles de Gaulle (CDG), Paris_Ganadok"][/caption]      

Sebentar menapakkan kaki di Charles de Gaulle, Paris saya sudah harus segera mengunjungi markas CCIVS UNESCO. Untung saya sempat menikmati air mancur yang eksotik dibandara, segarnya. Tapi … ternyata untuk masuk ke gedung PBB, tempat orang seluruh dunia berkumpul untuk berkarya atau sekedar berkunjung itu amat ketat. Saya digeledah seperti tradisi di bandara. Baju, jaket, tubuh, tas semua digeledah, sampai sepatu! 

Pfff … syukurlah saya dijemput salah seorang staf dari Jepang bernama N san, tak lagi tingak-tinguk (red: menengok kesana-kemari). Kami melewati beberapa ruangan yang diperuntukkan untuk badan-badan semacam UNICEF, UNDP dan lainnya. Suasana lengang, hingga kami masuki salah satu ruangan kecil.

Usai berdiskusi soal acara, salah satu staff lupa memberikan kunci penginapan khusus panitia pada saya. Walhasil nona N berdiskusi dengan direktris CCIVS, S dan menempatkan saya di sebuah hotel kecil beberapa blok dari kantor itu.

Pemandangan menara Eifel dari jendela kamar, membuat saya berseru, “Paris, I am in loved”. Betapa tidak, menara cantik ratusan meter itu menjadi pujaan orang di seluruh penjuru dunia.

Teman Perancis saya menyebut La Tour Eiffel itu sebagai La dame de fer, alias si nyonya besi. Menara yang bercokol di Champ de Mars, Paris ini didesain Gustave Eiffel tahun 1889 hingga menjadikannya sebagai menara tertinggi di Paris, sebagai aset wisata yang tak lekang oleh jaman. Hampir setiap orang yang saya kenal, ingin ke Paris dan melihat Eiffel …

Well … untuk menaiki menara, harga amat bervariasi; misalnya lift ke lantai 2 bagi usia diatas 25 tahun adalah 8.20€, 12-24 tahun membayar 6.60€, 4-11 tahun dan orang cacat dipatok 4.10€. Orang cacat boleh ditemani seorang teman dengan harga yang sama dengan orang cacat tersebut demi faktor keamanan. Lalu untuk lift hingga puncak menara berturut-turut adalah 13.40€, 11.80€, 9.30€. Untuk naik lewat tangga ke lantai dua lebih murah, yakni 4.70€, 3.70€, 3.20€. Voila!!!

[caption id="attachment_132532" align="alignright" width="300" caption="Montparnasse_Ganadok"][/caption]

Keesokan harinya, saya berjalan-jalan ke Montparnasse dengan seorang relawan asal Semarang. Tour Maine-Montparnasse atau menara Montparnasse ini adalah skyscraper dengan tinggi 210 meter.

Tour yang diperuntukkan bagi beragam perkantoran itu berkaca hitam mencakar langit. Puas memandanginya, kami melompat ke metro RER di Gare du Nord.

Pada hari berikutnya, saya mengunjungi Solidarites Jeunnes di Paris. Sebuah LSM yang bergerak dibidang workcamp dan sosial itu mengijinkan saya untuk tinggal barang dua-tiga hari untuk menjajah kota Paris sebelum kembali ke Indonesia. Tapiiii … penginapan khusus relawan itu ada di rue ST. Dennis. So, what gitu loh? Ya what-what lah … karena itu adalah kawasan rote Lampe alias jalur prostitusi! Makanya saya sempat heran, kok banyak wanita cantik dan seksi berjajar diluaran. Meskipun dengan jaket tebal nan cantik, mosok mereka tahan lama-lama didinginnya temperatur udara di sela-sela bar, restoran dan toko itu (misalnya toko sex shop yang menjual mainan pemuas nafsu seks baik untuk lelaki maupun perempuan). Teman-teman asal Perancis hanya menimpali komentar saya bahwa musim panas lebih seru karena baju lebih terbuka. Huh!

Terlihat warga yang tinggal disana karena memiliki toko misalnya, tetap berlalu lalang seperti tak ada yang istimewa. Mungkin saya saja yang salah tempat, merasa aneh menyusuri lorong yang digawangi gapura kuno indah diseberang sana. Hiks.

“Rue Saint-Denis is one of the oldest streets in Paris. Its route was first laid out in the 1st century by the Romans, and then extended to the north in the Middle Ages. From the Middle Ages to the present day, the street has become notorious as a place of prostitution. Its name derives from it being the historic route to Saint-Denis”.

 

Saya baca Wikipedia lagi, woooo … Perancis ternyata memang memberikan ruang bagi dunia prostitusi! Jadi memang tidak illegal untuk memberikan pelayanan seks berdasarkan ada badan ada uang. Tetapi tentu saja ini illegal bagi penjaja seks yang berusia dibawah 18 tahun. Kemudian pada masa Napoleon, negeri romantik ini ternyata dijadikan model atas pendekatan undang-undang prostitusi. Pada tahun 1946, rumah bordil menjadi illegal dan Perancis menandatangani Convention for the Suppression of the Traffic in Persons dan the Exploitation of the Prostitution of Others pada tahun 1960. Gerakan ini membuat negeri Eifel tower itu sebagai penyokong terbesar the international abolitionist movement, advocating the eradication of prostitution.

Itulah Paris, kota yang memang erat dengan padanan kata roman, cinta dan seks. Bienvenue ‘a Paris.

 

 

[caption id="attachment_132530" align="aligncenter" width="300" caption="Selamat datang di Paris_Ganadok"][/caption] Terakhir, pesan saya adalah; kalau ke negara Presiden Nicolas Paul Stéphane Sarközy de Nagy-Bocsa yang memperistri si penyanyi dan penulis lagu serta model cantik jelita Carla Gilberta Bruni Tedeschi tahun 2008 itu, sebaiknya jangan lewat Rue St. Dennis. Yang perempuan bisa dikira menjajakan seks, yang lelaki bisa menjadi sasaran empuk rayuan penjaja seks dan anak-anak bisa cerewet menanyakan apa yang sedang orang-orang kerjakan dijalanan itu. Olala! Alle, alle …

Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun