Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kamis “Kotor“ Jerman, Schmotzige Donnerstag

16 Februari 2015   00:24 Diperbarui: 17 Juni 2015   11:08 89
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kompasianer punya blek roti, kaleng bir, panci bekas atau sejenisnya? Barang tersebut tidak dibuang lho, justru masyarakat Black Forest menggunakannya sebagai alat musik setahun sekali. Reuse, seruuu .....

[caption id="attachment_397153" align="aligncenter" width="436" caption="Reuse dari kaleng bir"][/caption]

[caption id="attachment_397154" align="aligncenter" width="451" caption="Pakai panci mama juga boleh ...."]

14239954611533927348
14239954611533927348
[/caption]

Yup. Hemndglonker nama tradisi tersebut. Selain memukul alat musik buatan itu, atribut lain adalah baju tidur jaman dahulu. Lho, kok baju tidur? Iya karena baju tidur berwarna putih itu memang banyak digunakan masyarakat ini pada jaman dahulu. Jadi ini barang warisan nenek moyang.

Melakukannya pun pagi-pagi mulai pukul 06.00. Bayangkan, di antara temperatur udara yang sangat rendah sampai minus, salju berserakan di mana-mana, masih ngantuk-ngantuk ayam pula, mereka tetap semangat keliling kampung. Banyak orang yang masih menarik selimutnya. Ah, jadi ingat di tanah air kalau orang bangunin sahur, “Sahur-sahuuuuurrrr ...“ Kalau yang ini tanpa suara hanya dumbrang-dumbrengsaja ... haha, heboh!

Padahal kalau saya amati selama tinggal di Jerman, orang Jerman tidak suka orang berisik. Kalau berisik yang ini, justru wajib.

Tradisi ini jatuh pada Schmotziger Donnerstag atau Kamis “kotor“, satu minggu sebelum Ascher Mittwoch, rabu abu (18 Februari 2015). Dikatakan schmotzig atau schmutzig barangkali karena pada hari ini, orang membuat minyak jadi kotor. Misalnya dengan menggoreng Fastnachtküchle. Kue yang mirip bolang-baling. Bahannya telur, tepung terigu, mentega, ragi, gula dan garam. Selain mengotorkan minyak, masyarakat mulai menyembelih hewan dan memasak dagingnya, mumpung belum jatuh masa puasa paskah. Makan daging!

[caption id="attachment_397155" align="aligncenter" width="410" caption="Para Narrengruppe masuk balai (dok.Gana)"]

14239955311595763767
14239955311595763767
[/caption]

[caption id="attachment_397158" align="aligncenter" width="410" caption="Para Narrengruppe naik panggung"]

142399579383489030
142399579383489030
[/caption]

Hebatnya, tradisi yang banyak ditemukan di Ulm, Konstanz, Radolfszell, Donau, Allgäu, Hegau, Tuttlingen ini sudah dimulai sejak tiga ratusan tahun yang lalu! Mulai dari eyang debog bosok. Luar biasa bukan? Masyarakat Eropa yang maju dan modern seperti Jerman ini saja, rakyatnya masih banyak yang bersemangat untuk melestarikannya. Kita bangsa Indonesia, nggak boleh kalah ya?

Ayo, tradisi apa yang bisa dikembangkan dan tetap lestari di daerah Kompasianer? Masih hidup tidak? Menarik juga kalau masih bisa dinikmati bukan? Tidak boleh lupa.

Selamat sore. (G76)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun