Kompasianer punya blek roti, kaleng bir, panci bekas atau sejenisnya? Barang tersebut tidak dibuang lho, justru masyarakat Black Forest menggunakannya sebagai alat musik setahun sekali. Reuse, seruuu .....
[caption id="attachment_397153" align="aligncenter" width="436" caption="Reuse dari kaleng bir"][/caption]
[caption id="attachment_397154" align="aligncenter" width="451" caption="Pakai panci mama juga boleh ...."]
Yup. Hemndglonker nama tradisi tersebut. Selain memukul alat musik buatan itu, atribut lain adalah baju tidur jaman dahulu. Lho, kok baju tidur? Iya karena baju tidur berwarna putih itu memang banyak digunakan masyarakat ini pada jaman dahulu. Jadi ini barang warisan nenek moyang.
Melakukannya pun pagi-pagi mulai pukul 06.00. Bayangkan, di antara temperatur udara yang sangat rendah sampai minus, salju berserakan di mana-mana, masih ngantuk-ngantuk ayam pula, mereka tetap semangat keliling kampung. Banyak orang yang masih menarik selimutnya. Ah, jadi ingat di tanah air kalau orang bangunin sahur, “Sahur-sahuuuuurrrr ...“ Kalau yang ini tanpa suara hanya dumbrang-dumbrengsaja ... haha, heboh!
Padahal kalau saya amati selama tinggal di Jerman, orang Jerman tidak suka orang berisik. Kalau berisik yang ini, justru wajib.
Tradisi ini jatuh pada Schmotziger Donnerstag atau Kamis “kotor“, satu minggu sebelum Ascher Mittwoch, rabu abu (18 Februari 2015). Dikatakan schmotzig atau schmutzig barangkali karena pada hari ini, orang membuat minyak jadi kotor. Misalnya dengan menggoreng Fastnachtküchle. Kue yang mirip bolang-baling. Bahannya telur, tepung terigu, mentega, ragi, gula dan garam. Selain mengotorkan minyak, masyarakat mulai menyembelih hewan dan memasak dagingnya, mumpung belum jatuh masa puasa paskah. Makan daging!
[caption id="attachment_397155" align="aligncenter" width="410" caption="Para Narrengruppe masuk balai (dok.Gana)"]
[caption id="attachment_397158" align="aligncenter" width="410" caption="Para Narrengruppe naik panggung"]
Hebatnya, tradisi yang banyak ditemukan di Ulm, Konstanz, Radolfszell, Donau, Allgäu, Hegau, Tuttlingen ini sudah dimulai sejak tiga ratusan tahun yang lalu! Mulai dari eyang debog bosok. Luar biasa bukan? Masyarakat Eropa yang maju dan modern seperti Jerman ini saja, rakyatnya masih banyak yang bersemangat untuk melestarikannya. Kita bangsa Indonesia, nggak boleh kalah ya?
Ayo, tradisi apa yang bisa dikembangkan dan tetap lestari di daerah Kompasianer? Masih hidup tidak? Menarik juga kalau masih bisa dinikmati bukan? Tidak boleh lupa.
Selamat sore. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H