Jakarta Undercover (2006) termasuk sebuah track film kontroversial di tanah air. Di festival film di Köln (Jerman) menjadi the best Asian Movie 2006, namun disebutkan amat kontroversial karena mereka menganggap ini ironi terjadi di negeri yang berpenduduk paling besar beragama Islam.
Pemeran seperti Luna Maya cs. mencoba menggambarkan sebenar-benarnya kehidupan malam Jakarta. Saya kira kota-kota lain juga memiliki cerita malam yang serupa tapi tak sama, hanya saja belum sempat diekspos seheboh ini. Betul?
Yang ingin saya tarik dari Jakarta Undercover ini:
Penulisnya adalah jebolan pesantren! Yang namanya pesantren, saya kira pendidikan Islami amat mendalam nan kental didalam kehidupan santrinya. Moamar Emka pernah mengaku kepada saya dan pendengar bahwa ia memang termasuk santri mbalelo. Sebelumnya, pengetahuan keagamaan dan generasi Qurani benar-benar didoktrinkan padanya.
Namun, mengapa ia menyelinap kedalam kehidupan hitam Jakarta hingga dibukukan? Pastilah ada nurani dan tujuan kuat yang ada dalam diri lelaki yang waktu itu berjanggut dan berambut gondrong (sekarang masih tidak, mas?)
Dalam pengakuannya waktu saya wawancarai pasca rilis buku, ia amat dekat dengan kaum jet set Jakarta yang akrab dengan dunia malam. Istilahnya ia sebagai ‘tong sampah‘ keluh kesah mereka. Apakah ini berarti ia juga ikut basah dalam kerasnya dunia malam (drugs, seks, etc?) … ia hanya tertawa lebar menggelegar memperlihatkan gigi geliginya. Ya ampun, khas orang Jawa seperti saya yah … hahaha.
Yup. Pro kontra pada buku JUC (dan film JC) pasti ada dari rilis hingga kini. Tak ada gading yang tak retak rupanya.
Misalnya, saya pernah membaca di internet saat salah seorang adik kelas di asrama Al-Aziziyah menuliskan bahwa buku kondang milik MM, kakak kelas itu tak berfaedah. Dan adik seperguruan itu mengolok-olok bahwa MM sering bangga berpidato di depan cermin layaknya Bung Karno.
Atau ketika seorang bule menuliskan dalam sebuah ulasan di blognya, bahwa pria asing itu kecewa tak bisa menemukan versi bahasa Inggris dari ketiga JUC yang ditulis MM, kecuali satu saja yang ia temukan dan terbaca. Tambahnya, ia tak habis pikir bagaimana seorang MM bisa masuk dunia malam dari satu tempat ke tempat yang lain dan membukukan pengalamannya itu secara mendetil.
Dan tentunya Larangan dari Lembaga Sensor Film itu …
***
Siapa MM?
Moammar Emka Kelahiran Jetak, Montong, Tuban, Jawa Timur pada tanggal 13 Februari 1974. Ia pernah mengenyam pendidikan pesantren di Tuban, MA di Jombang dan IAIN di Jakarta, sembari menulis di beberapa Koran regional dan nasional (poleksosag).
Berita Yudha, Prospek dan Popular adalah kolom yang ia terjuni.
Lalu perannya sebagai konsultan dan kontributor majalah X Men’s, host SCTV’s ‘MALEM2’, seorang freelance writer dan photographer mengikuti multi talentanya.
Karya MM judulnya aih-aih aduhaiiii deg-deg sirrrr, antara lain: “Red Diary”, “Jakarta Undercover: Night Carnival” (plus JUC 2 dan 3), “Ade Ape dengan Mak Erot”, “Tentang Dia”, “Siti Madonna”, “265 Days 3 Lovers 2 Affairs”, “Beib, Aku Sakau”, "2 Selingkuhan", dan "In Bed with Models".
Lohhhh, bukankah buku-buku tersebut amat jauh dengan dunia pesantren dan membuat orang melayangkan pikiran pada remang-remang dunia malam (red: dunia esek-esek)? Apalagi JUC yang dicetak sampai 35 kalian itu …
Itulah Moamar MK, jebolan pesantren yang diharap menjadi generasi cinta al-Qur’an, namun telah sangat open minded-berwawasan luas (seperti harapan pengurusnya) dan berhasil mengepakkan sayapnya setinggi mungkin, hingga sempat bersarang bertahun-tahun di dunia gemerlap malam untuk urusan investigasi (personal talk, clubbing, interview …) lalu jadi buku! Wow!
Pria ramah itu tak hanya berhasil mengajak masyarakat Indonesia melihat kehidupan malam yang benar-benar ada di tanah air, menyodorkan realita, menguak kemunafikan tapi juga menyadarkan masih ada karakter baik, penolong dan jujur di kota besar (yang contohnya digambarkan dalam film JUC; teman akrab Luna Maya, penjaga warung dan kuli bangunan).
MM, saya sebut pemuda yang berprestasi dalam menguak tabir kehidupan manusia Indonesia, potret bangsa yang kira-kira berpenduduk 250 juta jiwa, dari sisi lain dan ditransfer dalam sebuah buku. Buku JUC misalnya amat ber-‘nyali’ dan blak-blakan, tak semua orang bisa dan berani begini. Lelaki berkacamata yang waktu itu (saat menyamar-selesai editing) pastilah belum menginjak klub 30, benar-benar lolos dalam uji nyali!
Bagaimana dengan generasi muda Indonesia lainnya? Siapa penerus MM? Mungkin mereka memiliki gagasan yang berbeda namun tujuan yang hampir sama yaitu memberi manfaat tak hanya untuk diri sendiri tetapi juga orang lain, berprestasi, maju dan tak malu-malu …
Saya sebut potret bangsa malu-malu karena biasanya manusia tempatnya lupa hingga terkadang menutupi kenyataan (dunia gelap) yang ada di negeri tercinta karena malu. Oh, saya juga manusia ….(G76)
[caption id="attachment_180845" align="aligncenter" width="307" caption="Moammar MK dan Gana (dok.pribadi) sorry blur dari HP."][/caption]
Sumber: pengalaman pribadi dalam wawancara dengan MM saat rilis sebuah buku dan terinspirasi saat menonton JUC kemarin.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H