Sudah sejak lama UNESCO menganjurkan para ibu di dunia untuk mendukung program menyusui 6 bulan breast feeding demi menghindari kematian 1 juta bayi per tahun, menyehatkan bayi dan berhemat. Seperti hasil research Centers for Disease Control and Prevention tahun 2009 yang menyebutkan bahwa 74 % wanita (Amerika?) mulai menyusui, hanya 33 % melakukannya selama 3 bulan sedangkan yang sampai 6 bulan hanya 14%.
Sementara itu saya senang dan bangga bahwasannya pemerintah Indonesia sudah memberikan perhatian yang besar kepada warganya (khususnya perempuan) dengan Peraturan Menteri Kesehatan nomor 33 tahun 2011. Aturan itu mengatur kewajiban pemerintah maupun swasta untuk menyediakan ruang laktasi.
Hmm … tradisi menyusui sembarangan kaum perempuan Indonesia mungkin sudah lama terjadi sejak jaman nenek buyut, canggah, dhebog bosok … namun seiring perkembangan jaman modern ini sebaiknya diatur dengan etika dan tidak mengesampingkan faktor kenyamanan ibu.Semoga makin banyak ruang laktasi di bumi ini ....
[caption id="attachment_222266" align="aligncenter" width="393" caption="Ibu menyusui bayi di tempatnya (model: SP)"][/caption]
Pengalaman menyusui
Saya masih ingat betul pengalaman menyusui terakhir. Adik ragil memang saya susui selama 2 tahun 2 bulan setiap 2-3 jam an sekali. Wah kalau tidak dipaksa stop, si anak maunya sampai gedhe menyusu ibu terus, padahal giginya sudah banyak dan tajam. Hiiiiy banget, repot dan capek. Mula-mula saya kasih pasta gigi. Masih bandel. Lalu saya kasih obat merah dan bilang sakit, anak tetap merengek. Saya bubuhi paitan jamu, bocah sebentar meludah lalu kembali menyedot susu ibu. Akhirnya saya tempel plaster dan mengatakan saya sakit (ia memang suka menempelkan plaster bergambar cantik di tangan atau kaki meski berdarah sedikit). Mungkin saja ia memahami perasaan akan kesakitan ibunya, dengan bukti plaster. Berhasil!
Oh ya. Sebuah pengalaman memalukan sempat saya alami di Dubai tahun 2010. Dalam perjalanan 10 hari disana, salah satunya yang melelahkan adalah dashing di padang pasir. Hawa yang panas, perjalanan yang jauh dan lama, serta goncangan hebat dari Porsche Cheyenne membuat badan saya loyo. Mobil sewaan ditumpangi tujuh orang. Suami saya di sebelah sopir. Dua orang wanita berwajah Arab berhidung betet tapi selalu berbahasa Inggris. Dideretan paling belakang, saya dan kedua bidadari kecil (anak sulung tinggal bersama oma opa di rumah).
Perjalanan di padang pasir akan segera dimulai, karena merengek, adik Shenoa saya susui. Saya membuka baju atasan bukan dari bawah seperti biasanya, mungkin karena malas. Ya saya memang lelah sekali hari itu. Dan parahnya saya lupa membawa selendang gaya India yang selalu saya tenteng kesana kemari. Kalau siang jadi kerudung. Kalau malam menutupi leher dan badan biar hangat. Jadi waktu menyusui bagian tubuh atas ada yang sedikit terlihat.
Tak dinyana, seorang perempuan berbaju ketat berlengan you can see di depan saya melotot dan meminta saya segera menutupi bagian yang terbuka, “Close your bra, please ….” Alasannya, ia yakin si sopir melirik dari kaca spion depan yang bisa jadi bisa melihat apa yang terjadi di dudukan paling belakang.
Segera saya sudahi masa penyusuan, untung mata anak tlah terpejam.
Puuuuuuh. Pengalaman yang bikin deg-degan, kaget, takut dan malu … kapok jadi wanita yang menyusui sembarangan dimanapun sedang berada! Duh ….
Ruang laktasi
Saya menyambut gembira akan perhatian pemerintah dalam mengatur pengadaan ruang laktasi sejak tahun 2011. Selain ibu merasa nyaman saat menyusui, ketenangan ruangan membuat proses menyusui lancar. Biasanya kalau saya sedang stress ASI tidak banyak sedangkan saat gembira, melimpah ruaaaahhhh. Tentu saja pasupan makanan dan minuman ibu juga mempengaruhi.
Tapi namanya aturan, kadang dilaksanakan kadang dilanggar. Mungkin belum semua tempat menyediakan ruang laktasi karena masalah dana dan seterusnya. Pelan tapi pasti semoga ini terwujud, breast feeding room atau lactation room alias ruang laktasi di setiap titik utama di tanah air ini.
Great. Tahun 2012 segera berakhir. Semoga tahun depan baik perkantoran, pusat perbelanjaan, bandara, pelabuhan dan tempat umum lainnya dapat segera menyediakan ruang laktasi yang representatif (meja, kursi, out let plug in pompa ASI, kalau perlu musik dan lainnya). Ini demi menyemangati para ibu untuk tetap memberikan hak bayi mendapatkan ASI eksklusif meski sedang dalam perjalanan/kesibukan atau sekedar memompa susu untuk dimasukkan ke botol dan diberikan bayi di rumah saat harus bekerja di kantor (bukannya berlama-lama di toilet untuk hasrat mulia ini).
Seperti halnya membuang sampah. Jika tak ada tempat sampah, itikad untuk membuang sampah sembarangan semakin besar. Begitu pula dengan menyusui, jika tak ada tempat khususnya … vulgar-pun jadi. Tapi semoga tidak lagi … malu, ah. Mari wanita Indonesia tetap memberi bayi ASI setidaknya 6 bulan pertama sejak lahir, tapi jangan di sembarang tempat. Ayo dong Indonesiaku, segera perbanyak ruang laktasi! (G76)
Sumber:
1.Pengalaman pribadi
3.http://edition.cnn.com/2010/HEALTH/04/09/breast.feeding.society/index.html
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H