Barangkali itu pelajaran kemarin yang saya dapat dan tanamkan dalam diri, “Jangan Biasakan Menyebut Hewan dari Kebun Binatang.“ Ini bukan sok suci, tapi mendengarkan kata atau kalimat buruk dari orang lain, saya kok jadi tidak enak hati sendiri. Serasa tidak pantas. Life is so short.
[caption id="attachment_379743" align="aligncenter" width="512" caption="Smile, no dirty words today!"][/caption]
***
Awalnya, hari Minggu, ada sebuah Weihnachtsmarkt atau pasar natal yang kabarnya menarik. Itu di kota lama di Engen, Altstadt.
Benar ... bangunan dengan arsitektur kuno begitu menarik untuk diamati, begitu pula dengan pernak-pernik natal yang ditawarkan di pasar. Termasuk, jajanan. Haha jadi ingat KPK, Kompasianer Penggila Kuliner. Gerebek pasar natal-pasar natal di Jerman. Berani?
Jajan di pasar natal ini macam-macam. Jenis yang gampang ditemukan adalah Crepes, Beragam buah dilapisi coklat, Waffel, Bratwurst ... bahkan Langos dari Hungaria pun ada! Harganya pastilah lebih mahal dari hari biasa. Namanya juga menjelang natal, seperti lebaran kan, harga naik. Mana kalau jaga kedai kan dingggggiiiiin.
Nah, sudah saya tebak, anak-anak rewel minta dibelikan Crepes ketika melewati kedai di sebelah kiri. Kami pun berhenti. Waktu itu tak terlihat orang berbaris antri, hanya dua pembeli yang dilayani dua penjual. Sementara beberapa orang tampak bergerombol melingkar di depan kedai.
Kami pun berbaris di belakang dua pembeli yang segera selesai membayar. Berturut-turut, tiga anak, suami dan saya.
“Schw*in! ....“ Sebuah suara terdengar dari gerombolan di belakang kami.Karena saya sudah tahu bahasa Jerman, saya jadi tahu, itu artinya “B*bi!“ Saya kaget. Suami juga. Akhirnya, suami meninggalkan barisan. Barangkali ia merasa yakin 1000% yang dituju adalah kami ... menyerobot barisan. Lah, bukankah mereka tidak berbaris? Antri ya harus tertib dong, bukan melingkar tapi lurus barisnya, menghadap penjual. Memangnya seperti kejadian di Indonesia, antri tapi tak ada orang hanya sandalnya yang jejer-jejer rapi. Duh, biyung! Saya berharap terlalu banyak bahwa gerombolan itu tadi memperingatkan kami bahwa mereka sudah antri sejak tadi dan kami menyerobot. Bukankah sama-sama enak jadinya?
“Kamu saja yang baris ... “Suami saya memang tidak ingin makan Crepes. Hanya saya dan anak-anak saja, jadi kami saja yang berbaris.
Tak berapa lama, dua pembeli tadi pergi, di depan saya kosong. Saya tarik anak-anak untuk mundur, memberi tempat agak longgar di barisan depan. Saya colek satu-satunya perempuan yang bergerombol dengan tiga lelaki, umurannya masih muda dari kami.
“Entschuldigung, sind Sie zuerst?“ Saya menanyakan apakah si perempuan sudah lama antri dan berhak untuk maju di antrian pertama. Si perempuan tidak menjawab. Barangkali lagi sakit gigi atau lagi menstruasi. Entahlah. Telunjuknya hanya menunjuk ketiga lelaki di dekatnya. Saya mengangguk dan mempersilakan ketiga anak muda tadi tanpa kata. Oalah tho, Maaaas ...lapar ya? Sopan sedikit tidak bisa? Malu sama anak-anak kecil yang saya bawa tidak sih? Pakai menyebut kebun binatang segala. Kok gampang banget mengotori mulut dengan kata yang tak perlu dan tak pantas.
Badan suami saya lebih besar dan lebih tinggi dari ketiga lelaki muda tadi. Menurut saya suami saya tidak takut tapi tidak mau ribut. Peace adalah ciri khas suami saya, yang kadang saya sendiri tidak terima. Haha. Lagian, benar juga sih, kalau seandainya mereka sampai bertengkar gara-gara sebutan tadi, buat apa? Hanya gara-gara antri Crepes? Walaaah, isin.
Begitulah. Orang baik, orang jahat ada di mana-mana. Normal, tergantung bagaimana kita menyikapinya. Tak enak rasanya kalau kata-kata kasar dari orang lain menusuk hati, berarti sama halnya ketika saya akan mengeluarkan kata-kata kasar hingga menusuk hati orang lain. Menjaga mulut dari menyebut orang dengan sebutan layaknya hewan di kebun binatang, saya kira keputusan yang baik. Ora elok. Selamat pagi. (G76)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H