Mohon tunggu...
Gaganawati Stegmann
Gaganawati Stegmann Mohon Tunggu... Administrasi - Telah Terbit: “Banyak Cara Menuju Jerman”

Housewife@Germany, founder My Bag is Your Bag, co founder KOTEKA, teacher, a Tripadvisor level 6, awardee 4 awards from Ambassadress of Hungary, H.E.Wening Esthyprobo Fatandari, M.A 2017, General Consul KJRI Frankfurt, Mr. Acep Somantri 2020; Kompasianer of the year 2020.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ingin Pelihara Ayam Jago, Kakek Jerman Ijin Tetangga

19 Mei 2013   19:42 Diperbarui: 24 Juni 2015   13:20 1567
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ayam jago biasanya berkokok pagi-pagi sekali. Dahsyatnya kalau banyak orang yang memilikinya, para jago itu akan bersahut-sahutan. Tambah seru.

Kalau di kampung Indonesia, mungkin itu hal yang biasa. Wong namanya hewan, mana ada aturan harus bungkam? Ini akan lain jika memiliki ayam jago di Jerman.

Berikut pengalaman seorang kakek Jerman yang ingin memelihara seekor ayam jago; meminta ijin tetangga terdekat door to door agar diperbolehkan.

[caption id="attachment_262298" align="aligncenter" width="454" caption="Hey, ayam, berkokoklah sesukamu ..."][/caption]

***

Saya masih ingat, ibu saya pernah memelihara ayam betina setelah lebaran. Alasannya, ketika akan disembelih, malah bertelur. Kasihaaaan, begitu ujar ibunda. Seterusnya, ibu memelihara ayam dan piyik-piyiknya sampai besar. Belakangan, semua habis karena diambil maling. Halah.

Sebenarnya, dari awal bapak tidak setuju, selain tidak punya halaman, pekarangan sempit yang hanya ditumbuhi beberapa tanaman dan bunga itu akan kotor. Apalagi ini bisa memancing orang untuk mencurinya. Dan itu terjadi. Wah, seru, tengah malam nggrebeg orang maling ayam kami. Maling-maling-maliiiiiiiiiiiiiiiiiiing. Ternyata si pencuri masih tetangga. Ia itu memang suka mabuk dan berjudi, katanya demi dana penyalur hobi. Jiannn … seperti dalam drama babak sekian.

Niatan baik, justru membawa keburukan … memancing orang maling. Duh!

***

Lain waktu ketika saya tinggal di Jerman, pertama kali di sebuah daerah industri. Sebagian besar penduduknya adalah lansia. Sepi-sunyi-senyap-sendiri.

Setahun kemudian, kami memutuskan untuk pindah. Kami menemukan wilayah yang indah. Setiap hari seperti liburan, dihiasi pemandangan gunung dan hutan. Itu belum seberapa karena banyak tanah masih digarap untuk buah dan sayuran. Bau pupuknya, masyaallahhhh … melebih septiktank yang ....

Lalu, teriakan hewan-hewan seperti sapi, kambing, burung … bukan hal yang asing lagi. Tentu saja, mereka ini juga telah memiliki ijin memiliki kandang, ranch dan seterusnya, serta ijin memelihara hewan.

Seorang kakek depan rumah kami memang baru saja menjual 20 kambing dan domba, 2 ekor kuda poni. Pekarangannya depan hanya diisi 3 kambing muda. Pria rajin itu masih memiliki tiga ekor kuda, seekor fox, puluhan ekor kelinci, puluhan burung dara, beberapa burung hias, seekor anjing Sheperd yang kalau berdiri segede Gaban, seekor anjing kik-kek yang suka pipis dimana-mana dan beberapa ayam petelor (semua di kandang belakang rumah).

Suatu hari, ia mendapatkan warisan seekor ayam jago dari kawannya. Karena ia tahu bahwa kenyamanan tetangga juga penting, iapun menanyakan kepada kami, apakah merasa terganggu dengan kehadiran ayam yang berkokoknya masih gelap-gulita.

Suami saya menjelaskan bahwa ini malah baik, membuat saya kembali teringat masa lalu yang indah di Indonesia. Dan menceritakan kalau saya suka bangun jam 5, Shubuhan. Intinya, bunyi ayam jago berkokok biasa membangunkan orang agar cepat bangun dan beraktivitas. Masyarakat Indonesia masih menerima hal ini.

Si kakek menjelaskan, di Jerman lain, karena biasanya orang Jerman tidak Shubuhan dan keributan biasa boleh dilakukan setelah jam 7 pagi. Mana kalau musim salju itu kan jam 7 pagi masih gelaaaap. Bagaimana kalau berkokoknya jam 5-an?

Tetangga saya itu mengingatkan saya pada peringatan di Jerman, kapan orang boleh membuang gelas di tiga container kota (untuk botol warna coklat, hijau dan satu untuk putih). Di kota kami, hanya pukul 7 pagi sampai 20.00. Saya memahami ini, karena kalau memasukkan sampah disana memang glodhakan, keraaaas sekali bunyinya. Ramai.

Bayangkan keluarga yang tinggal di daerah sampah yang glodhakan begitu. Bisa jadi efek kejut yang tidak menyenangkan, bukan?

Itulah mengapa sang kakek yang konon dulunya Cassanova itu, meminta ijin kami dan beberapa tetangga dekat yang bersebelahan dengan rumah atau kandangnya. Supaya tahu apa komentar orang. Tambahnya kalau dianggap sebagai polusi suara, mau disembelih saja. Nyam-nyam.

Wooo … saya kira semua orang Jerman itu cuek beibeh. Ternyata tidak. Pria yang juga bangga disebut cowboy-nya kota kami lantaran sering berkeliling dengan kudanya itu, malah njawa. Ingin mendapat umpan balik atas kepemilikan ayam jagonya. Tak ingin dilaporkan ke pemda hanya karena kokok ayamnya buat pusing kepala tetangga.

Oalah, Pakdheee … silahkan memelihara ayam jago, yang katanya untuk menemani ayam petelor yang dimiliknya. Hey, ayam jago, berkokoklah sesukamu....

[caption id="attachment_262302" align="aligncenter" width="356" caption="Kakek yang punya ayam jago"]

13689671451097617718
13689671451097617718
[/caption]

***

Dari cerita di atas, semoga menginspirasi saya bahwa ada benarnya tetangga adalah saudara terdekat. Kalau ada apa-apa bisa saling bantu-membantu, wong saudara jauhhh. Untuk itulah memang patut hormat-menghormati dan bekerjasama antar tetangga. Jangan saling menyalahi atau mengganggu.

Yaaaah. Dulu waktu di kampung orang tua saya, kalau orang nyetel ndangdutan di kamar suaranya kenceng seperti ada orang mantu atau duwe gawe. Serasa dunia milik sendiri, yang lain ngontrak. Lah, kalau ada orang sakit gigi, apa nggak tambah senut-senut, tuh? Jangan-jangan giginya loncat sendiri.

Oh. Saya harus berhati-hati kalau menggoreng ikan asin, cabai, terasi atau makan durian di Jerman lantaran disini orang tidak begitu suka bau makanan tersebut. Wong tetangga saya yang orang Jerman saja mau piara ayam jago-yang suka mbrebeki kuping saja, minta ijin, sayanya santai leha-leha. Hahaha … tak mudah memang. Dimana bumi dipijak, saya kok jadi goyang. Pegangan!(G76)

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun