Bagaimana rasanya melihat para pemain sepak bola wanita di lapangan hijau berjilbab?
Jawabannya sederhana, asli takjub. I extremely proud of them … so wonder! OMG!
[caption id="attachment_193807" align="aligncenter" width="381" caption="Berjilbab di Denmark, bisa main sepak bola (diperagakan Shenoa)"][/caption]
Bagaimana tidak? Dengan berpakaian serba panjang (kaos dan celana panjang) disertai penutup kepala yang hanya menyisakan wajah yang terlihat itu, ternyata mampu mengusir keringat bercucuran dan mengobarkan energi yang tak pernah padam. It’s really true.
Biasanya jika berolahraga, akan terjadi pengeluaran keringat yang membutuhkan jalan pernafasan. Apalagi lapangan sepak bola itu yah … masyaallah luasnya. Saya pernah beberapa kali main sepak bola waktu muda, sekarang mungkin sudah tak sanggup lagi. Ngos-ngos-an sudah …
***
Yup. Kami bertiga puluh, perwakilan dari Asia dan Eropa diundang untuk berkunjung ke sebuah sekolah sepak bola di Denmark pada akhir tahun 2003 (hiy lambreta amirrr). Dalam rangkaian program sekolah rakyat Denmark atau Volkhojskole di Brenderup, kami memang mendapatkan pengalaman berharga di kelas khusus internasional, international exchange selama 3 bulan. Salah satunya saat mata kami terkesiap melihat kelincahan para gadis berbaju serba tertutup, berlarian di stadion berebut satu bola. Gadis-gadis berjilbab itu benar-benar hebat tendangannya, euy!
[caption id="attachment_193810" align="aligncenter" width="370" caption="Pemuda Asia-Eropa di sekolah sepakbola Denmark"]
Game over, usai berganti baju dan mengobrol dengan kami, saya tanya dalam bahasa Inggris dan diterjemahkan oleh Thien (asli Vietnam, besar di Kopenhagen) dengan bahasa Danish. Mereka menyatakan sangat gembira bahwa orang tua mengijinkan penyaluran bakat dan minat bebas terbatas. Sementara itu kebahagiaan yang lain ada pada klub yang telah mau dan mampu menjadi wadah dalam membimbing dan mendidik mereka selama ini. Wew!!!
[caption id="attachment_193811" align="aligncenter" width="383" caption="Foto tim klub dan pernak-pernik sepak bola koleksi mereka"]
Saya, geleng-geleng kepala lantaran di Indonesia, waktu itu, belum pernah bertemu bahkan nonton pertandingan sepak bola wanita langsung di lapangan, sekalipun. Apalagi mereka adalah warga Denmark keturunan muslim dan berjilbab. Ya Allah, memang Engkau adil. Yes, women, we deserve to get what we want when we can. Don't follow me, follow the birds ...
Masih ingat kata seseorang pada saya waktu main bola, “Anak wedok, kok pakai celana pendek, nendang bola lagi … ora elok!” tapi tidak di Eropa seperti di Denmark itu, saya malah mendukung anak-anak perempuan (kami) pegang dan nendang bola asal tidak di dalam rumah saja … berekspresilah, Nak.
***
Sebelum acara pertandingan, pidato dari pimpinan klub dan pelatih waktu itu menggelegar, mereka memang tak membatasi talenta anak dikembangkan hanya karena jenis kelamin. No way. Untuk urusan jilbab, managemen tetap menyemangati. So, that is a kind of guarantee not to run mengirim anak-anak masuk klub ini dengan aman dan nyaman. They are really aware of this matter.
[caption id="attachment_193805" align="aligncenter" width="357" caption="Pidato pelatih, si bos duduk sambil udut"]
Baik tim laki-laki dan perempuan, dikatakan si bos klub, memiliki kesempatan yang sama dalam berkompetisi di berbagai negara. Kaos, cinderamata, piala, merchandize khas klub pengundang dengan beragam bahasa dan seterusnya nampak menghiasi kantor klub belajar main bola ini. Pertanda baik dan bukti praktek serta kepiawaian selama training di klub.
[caption id="attachment_193806" align="aligncenter" width="363" caption="Sepakbola,laki perempuan sama saja"]
Duh, sayang … kamera saya tidak menangkap dengan jelas gambar mereka yang berjilbab di dinding itu. Sedangkan autogram sebesar kertas A4 dari klub anak perempuan yang berjilbab itu ada di tanah air. Tak ada disini, tapi don’t worry, membekas di hati ini.
***
Penggunaan hijab/jilbab atau penutup kepala bagi pemain sepak bola wanita sempat distop sejak tahun 2007. Perjuangan beberapa feminis dan mereka yang mendukung pemakaian jilbab meski berolahraga, tak kunjung padam.
Sayang sekali dalam Olympic 2012 inipun, FIFA tetap tidak mengijinkan pemain sepak bola wanita berhijab/jilbab atau penutup kepala hingga leher selama pertandingan berlangsung dengan alasan keamanan. Jadi, kesempatan para gadis yang setara dengan kelompok Denmark yang saya tonton itu, tertutup rapat-rapat. Sorry to hear that …
“FIFA said Iranian officials were ‘informed thoroughly’ before the match that the hijab scarf covering a women's neck is banned for safety reasons.”
Syukurlah bahwa saya pernah very-very happy mendapat kesempatan menyaksikan kedahsyatan para perempuan berjilbab main sepak bola di lapangan, meski hanya pertandingan persahabatan tingkat lokal saja …
[caption id="attachment_193808" align="aligncenter" width="375" caption="Wir lieben Deutschland"]
Kebahagiaan lain? Kemarin Jerman beruntung menang 1-0 dari Portugal lewat sundulan Gomez di menit 73. Tak sia-sia jika rakyat Jerman sibuk menjemur bendera di tiang/balkon rumah, nyate dan nobar. Permainan tergolong kurang menggigit tapi was a good start. Keep it up, Deutschland! (G76).
Sumber:
1.Kunjungan ke klub sepak bola Denmark, 2003
2.http://www.newsy.com/videos/iranian-women-s-soccer-disqualified-over-hijabs/
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H