Tanggal 22 Desember, hari ibu. Sebuah momen yang istimewa bagi bangsa Indonesia, khususnya perempuan, sejauh mana menempatkan diri atas peran dan tugas yang dijalankan selama ini. Thanks God, I'm a woman and a mother.
Pun istimewa lagi karena tinggal beberapa hari, bulan Desember usai dan berganti tahun baru. Tak terasa selama 12 bulan di tahun 2014, sudah banyak yang saya lakukan bersama Kompasiana dan Kompasianer. Asyik, benar-benar mengisi hidup saya lebih berarti. Banyak hikmah dan manfaat yang saya ambil selama bergabung di sini. Terima kasih, Kompasiana dan Kompasianer. Saya hitung, sudah ada 8 buku yang lahir pada tahun 2014. Kalau buat sendiri pasti tak akan mampu diri ini ... anak tiga seperti punya anak 30 saja. Rasanya mau mbledhossss.
Berikut buku saya/kami (baik sendiri maupun bersama kawan-kawan Kompasianer):
1.“38 Wanita Indonesia Bisa“
[caption id="attachment_385054" align="aligncenter" width="640" caption="Hadiah yang indah (dok.Gana)"][/caption]
Januari adalah bulan yang sangat berarti bagi saya. Ya, karena saya lahir di bulan ini. Tambah tua dan usia di bumi berkurang. Saya ingin menandainya dengan meluncurkan buku sendiri. Saya manfaatkan manfaat naskah yang ditolak penerbit ternama di Jakarta. Akhir tahun 2012, saya diinbox pak Thamrin Sonata. Siapa yang tidak kenal sosok Kompasianer yang telah berhasil merangkul banyak kompasianer untuk menulis buku keroyokan atau single lewat Peniti Media Jakarta?
Inbox itu pula yang menjadi titik awal untuk segera mengedit naskah jadi terdahulu agar pas di kantong dan mendapatkan kata pengantar dari menteri peranan wanita dan perlindungan anak waktu itu, ibu Linda Gumelar dan endorsement dari para kompasianer (Faisal Basri, Christie Damayanti, Ellen Maringka, Pepih Nugraha) serta bapak saya yang menanam benih pada ibu hingga menjadi seorang Gaganawati.
Sempat jatuh sakit dan “berdarah-darah“ mengedit bukunya. Ngebuuuut. Alhamdulillah, pada Januari 2014 cetak 1000 buku! Sampai hari ini paling tidak sudah 400 eks “terjual“ di seluruh dunia (dibeli, dihadiahkan dalam lomba, hibah dan seterusnya di pulau Jawa, Sumatra, Madura, Batam, Sulawesi, negeri Jerman, Belgia, USA, Belanda, Inggris, Malaysia, Afrika, Australia, Swiss, Austria, Rumania ...).
Sesuai usul pak TS, buku dihargai Rp 70.000. Saya belum menghitung seluruh transfer uang di bank Indonesia yang masuk. Sudah bagus. Terlihat banyak manfaat yang bisa diambil dari feed back teman-teman yang membaca kisah cekak 38 nara sumber yang berpartisipasi (seperti Kompasianer Maria Soemitro-kompasianer of year 2012, Kompasianer Arida Prasteya, kompasianer Edrida Pulungan dan Kompasianer Sri Sulastri). Wanita memang bisa apa saja, di mana saja dan kapan saja.
Terima kasih, Pak Thamrin Sonata dan para nara sumber yang bersedia catatan tentangnya diangkat.
2.“Kami (Tidak) Lupa Indonesia.“
[caption id="attachment_385056" align="aligncenter" width="525" caption="Tidak boleh lupa ...(dok.Nurul)"]
Buku ini atas prakarsa admin Kompasiana dan penerbit Yogyakarta, Bentang Pustaka. Terima kasih sekali lagi kepada semua pihak yang terlibat dalam pembuatan proyek kerjasama ciamik ini.
Oh, ya. Prosesnya? Setelah membaca pengumuman admin tentang proyek buku, saya mengirim artikel dan diseleksi. Oiii ... empat artikel saya lolos. Senang. Sempat repot juga karena saya tinggal di Jerman, harus mengirimkan perjanjian dengan materai dan dikirim ke Indonesia.
Untung masih ada nilai ekonomi di sana, honor per artikel dan diskon sekian persen jika pesan ingin membeli. Lebih dari itu, kesempatan langka ini memang luar biasa, tidak setiap Kompasianer punya. Tahu kan ada berapa anggota K? Manfaat tersirat atas buku ini ada, pasti ada.
Asyik lagi waktu membayangkan buku itu dipasang di toko buku dan web milik penerbit (dijual on line). Repot lho, menjual buku indie, sendiri. Enakan begini, pasrah bongkokan.
Nah, buku yang terbit pada bulan Maret 2014 oleh Bentang Pustaka Yogyakarta inidisunting Ryan Sugiarto. Dengan nomor ISBN 978-602-291-004-6, buku ini dibandrol Rp 49.000. Bersampul merah, bergambar burger tempe. Mix yang mantab dan bikin manggut-manggut!
Isinya? Ini tentang kisah Kompasianer yang jadi diaspora, menjadi duta bangsa lewat apa yang mereka lakukan di negara tempat mereka berada. Negeri kedua setelah Indonesia. Tulisan yang sudah pernah diposting di K lalu dipotong karena proyek buku ini. Ini yang saya ingat, menabung tulisan di K, lalu memotongnya ketika jadi buku nanti.
3.“25 Kompasianer Wanita Merawat Indonesia“
[caption id="attachment_385057" align="aligncenter" width="518" caption="Karya Kompasianer wanita (dok. Dee Rumah Kayu)"]
Menjelang hari Kartini, 21 April 2014, yakni pada Maret 2014 terbitlah buku ini lewat Peniti Media Jakarta. Pak Thamrin Sonata mengusung tulisan 25 Kompasianer wanita yang menuliskan tentang cara mereka menjadi wanita dan merawat Indonesia. Sebelumnya, pak TS menghubungi kompasianer wanita tersebut dan mengirimkan rancangan buku seperti apa.
Tulisan yang bisa ditemukan di sana adalah milik Aridha Prassetya (Perempuan Jangan Hanya Belajar Menjadi Ibu), Arek Tembalangan (Aku Belajar dari Mama), Bu Anni (dalam Cermin Bangsa Yang Sakit: Anak Memperkosa Temannya), Cay Cay (Sekali Masinis Tetap Masinis), Dee Rumah Kayu (Obat Tradisional Untuk Ambien, Batuk dan Demam), Dewi Sumardi (Sudah Cukup Bijaksanakah Aku Sebagai Seorang Ibu?), Elly Yuliana (Tak Ada Ranking Murid TK di Belanda), Edrida Pulungan (Meretas Jembatan Indonesia-Aussie Melalui Diplomat Citizen), Find Leilla (Bunda, Tidak Ada Tangan Yang Bagus atau Tidak Bagus, Ya), Gaganawati alias saya (Jadi Anak Jerman Rasa Indonesia), Isti (Ketika Engkau Hanya Seorang IRT), Josephine Winda (Anak-Anak Hebatkan Diri, Kau Cermin Ibumu), Lis S (Antri? Emangnya Gue Pikirin), Mutiaraku (Impian Kecil di Perumahan Mungil), Maria Margaretha (Kedisiplinan), Ngesti Setyo Moerni (Daur Ulang Pakaian Masih Layak Pakai), Parastuti (Merawat Pertiwi Dari Luar Indonesia), Theeadomo (Merawat Pemberian Tuhan), Puri Areta (Bijak Menggunakan Internet), Rita Kunrat Ada Ibu di Belakang Sukses Anak (Sebuah Renungan), Rokhmah Nurhayati S (Peran Ibu di Era Digital: Suatu Pengalaman Pribadi), Roselina Tjiptadinata (Mempersiapkan Anak-Anak Agar Berguna Bagi Nusa dan Bangsa), Sri Sugiastuti (Sudahkan Kaum Ibu Merawat Aset Dunia dan Akhiratnya dengan Tepat?), Tytiek Widyantari (Perempuan, Tangan dan Pikirannya) dan Vely Zega (Lain Padang Lain Belalang).
4.“Valentinsiana“
[caption id="attachment_385059" align="aligncenter" width="448" caption="Valentinsiana (dok.Lipul El Pupaka)"]
Valentin adalah hari kasih sayang yang diperingati kebanyakan negeri di dunia. Di Indonesia mungkin ini tidak sepopuler di Amerika Serikat atau Jerman. Namun, hari itu, kami anggota Fiksiana Community, berhasil mengejawantahkannya dengan menerbitkan sebuah buku sebagai hasil dari event Valentinsiana (Benci tapi rindu). Waktu itu, jadwal posting adalah tanggal 14 Februari 2014 untuk kategori cermin dan puisi, 15 Februari 2014.
Oh jeeee. Saya dijodohkan admin dengan Kompasianer Nuzulul Arifin dari Yogyakarta. Kami pun menulis bersama lewat maya, terlahir “Kisah Dua Hati“ dan“Nathalie oh Nathalie.“ Salah satu tulisan kolaborasi masuk dalam buku.
Kemudian hari, pemesanan buku lewat mbak Deasy. Sayang, saya belum pulang, buku masih ada di tempat ibu di Semarang.
5.“Bertahan di Ujung Pointe“
[caption id="attachment_385060" align="aligncenter" width="426" caption="Memoir (dok. Nana)"]
Buku ini paling lama lahirnya. Dimulai tahun 2010, baru tahun 2014 (September). Suabarrrrr banget, padahal saya bukan tipe penyabar lho yaaa...
Berawal dari kesenangan saya melihat anak-anak kursus balet (sekarang sudah mandeg lagi), saya ingin menulis buku tentang balet. Agar anak-anak tertarik untuk belajar menari balet dan meyakinkan orang tua bahwa balet itu menyenangkan. Kekuatan sang balerina dan anaknya dalam menekuni balet adalah sebuah inspirasi tinggi bagi para pemerhati atau balerina yang bisa dipetik dari membacanya.
Terima kasih yang tak terhingga kepada mbak Jetty yang mengiyakan kisahnya ditulis, mbak Nana Listyani, sang editor Gramedia dan ... mas Budi Maryono yang banyak membongkar pasang tulisan dalam buku itu bahkan sampai tahap rewrite. Rombakan yang luar biasa hasilnya. Juga mas Firdaus atas kepiawaiannya menyulap cover.
Ada enaknya memang kalau buku diterbitkan (bukan dicetakkan), tak perlu repot mengatur launching, penjualan dan seterusnya. Lebih enteng, profesional bahkan biasanya penerbit besar kan memberikan pembagian royalti secara terinci, tersistem dan tertulis. Saya memang tidak terlalu menekan diri dapat duit berapa, tapi kalau satu bukunya saja sudah dijual Rp 80.000 di seluruh TB Gramesia, lumayan ya?
6.“Sepucuk Rindu untuk Aisyah yang Setia“
[caption id="attachment_385062" align="aligncenter" width="420" caption="Cantik (dok.Dody Ananda Daulay)"]
Buku ini digagas seorang kompasianer Edrida Pulungan. Pengumuman di FB itu menarik perhatian saya untuk menulis sebuah puisi untuk adik Aisyah yang pasti keadaannya sudah lebih baik. Dead line tanggal 11 April, mengundang donatur dan partisipan sebanyak 16 orang untuk menulis puisi dan cerpen. Mereka adalah Ando Aja, Haerul, Rifki Feriandi, Mas Wahyu, Surbekti Astadi, Iswanto Junior, Ay Mahening, Lipul El Pupaka, Syafriansyah Viola, Yani Handayani, Rahab Ganendra, Jenna Harun Wardana, Edrida Pulungan, Conni Aruan dan Fitri Manalu.
Saya baru tahu kalau buku itu akhirnya, diterjemahkan pula dalam bahasa Inggris oleh tim mbak Ed. Beberapa apresiasi dan penghargaan diterima mbak Ed selaku pemrakarsa. Selamat, semoga bermanfaat bagi semua juga.
7.“Pancasila (Rumah Kita Bersama)“
[caption id="attachment_385063" align="aligncenter" width="448" caption="Pancasila (dok.Thamrin Dahlan)"]
Lagi-lagi, pak Thamrin Sonata tak pernah lelah untuk mengajak kompasianer menulis buku bersama lagi. Menjelang 10 November, kami sudah berbaris dengan artikel masing-masing untuk dibukukan.
Caranya? Seperti biasa, pak Thamrin menghubungi kami dan mengirimkan dasar dan tata cara pembuatan buku ini. Buku diedit pak TS dan tim. Setelah iuran, buku jadi dan dikirimkan ke alamat masing-masing. Saya masih kemecer membaca isinya.
8.“Fiksi Kartini“
[caption id="attachment_385064" align="aligncenter" width="420" caption="Versi Cerpen (dok.Liez Ardian)"]
Mbak Desy Desol mengumumkan di akun Kompasiana (Fiksiana Community) soal even fiksi Kartini. Para fiksianer menuliskan sebuah cerpen tunggal bertema kebangkitan perempuan (minimal 1200 atau maksimal 2000 kata) dan dikirimkan ke FC community dalam kurun waktu 1-30 April 2014. Admin menghubungi saya sehubungan dengan pengeditan naskah saya. Baik banget. Thanks FC!
Asyiknya, semua karya dibukukan, lho. Tinggal membayar sesuai berapa buku pesannya dan ongkir, beres. Jadi, karya saya “Kartiniku, Frau Wintermantel“ bisa dinikmati di buku ini bersama karya Fiksianer/Kompasianer yang lebih hebat lagi. Sumbangsih sederhana di dunia fiksi Indonesia, bukan? Memang saya baru dalam tahap belajar sih ... haha.
Selain itu, ada proyek tahun 2014 yang seharusnya lahir ... entah kabarnya gimana... semoga jadi:
1.Cinta dan Pernikahan
Event ini atas prakarsa mas Wahyu dan mbak Lien (didukung admin FC) sehubungan dengan pesta perkawinan mereka. Saya mengirim sebuah cermin solo (300-750 kata) ke alamat email mbak Lin dalam kurun waktu 18-30 September 2014. Selain tiga karya terbaik yang mendapat hadiah uang dan dibukukan, 50 karya terbaik juga diambil. Salah satunya, punya saya. Tulisan saya berjudul “Jalan Buntu.“ Padahal saya termasuk orang yang memang kurang bisa berfantasi.
2.Event Surat-Menyurat.
Setelah saya (bersama FC) mengadakan event kirim kartu pos ke Jerman, ada event yang lebih heboh lagi di FC, yakni mengirim surat silang. Perjodohan dilakukan oleh admin. Terima kasih, mbak Coniiiiiii yang cantik dan baik hati. Saya mengirim surat ke Fiksianer yang juga kompasianer di Hongkong, seorang kompasianer Belanda mengirim pada saya dan seterusnya ...
Hasilnya? Saya kira saya menang dari kategori penampakan, soalnya saya bikin cantik itu kertas surat (sama anak-anak). Eeee, salah sangkaaaa ... malah menang kategori isi! Berarti tulisan saya, cerpen berjudul “Kalung“ diapresiasi. Dapat kadoooo. Sayangnya, karena pesertanya kurang banyak, tidak jadi deh rencana dibukukan ... ya, sudah, nanti kalau cerpen saya sudah banyak, dibukukan sendiri saja ... xixixi... Thank you, Fiksiana Community. Maju teroooss.
Lantas selanjutnya???
Tanpa bergabung dengan komunitas yang lahir di Kompasiana, sebuah hil yang mustahal saya menulis buku sebanyak itu. Bersatu kita teguh, bercerai jangan sampai. Gabung terussss.
Oh, ooooh. Tahun 2015 sebentar lagi, di depan mata. Ini menjadi cambuk bagi saya untuk terus menerus menulis. Menulis yang baik dan bermanfaat (setidaknya untuk diri sendiri dulu hehe kalau untuk orang lain belum tentu, bisa ya, bisa tidak).Entah menulis di blog atau buku (single dan atau keroyokan) tak boleh mandeg, dunia nyata jalan lurus. Apa yang saya lakukan mungkin sederhana bahkan kurang, dibanding Kompasianer lain. Tapi tak ada salahnya memotivasi diri sendiri dengan mencatat dan mengenang tulisan yang sudah lahir solo atau bersama-sama alias keroyokan, dalam tulisan ini, ya? Ketimbang lupa, hayooo? Amnesia gak asyik, lupa daratan apalagi ... bisa dibalang sandal!
Baiklah. Berharap bahwa komunitas lain yang ada di Kompasiana, juga melahirkan buku-buku di masa mendatang.
Way to go. Hmm ... siapa bilang bergabung di Kompasiana merugi? Banyak kebaikan dan keuntungan yang bisa didapat di sini, kok. Kalau niatnya baik pasti dapatnya baik. Betul? Ayoooo, semangat semuanyaaaaa .... nulis yaaa. Ke dokter gigi dulu, deh. Selamat sore. (G76).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H