Gaganawati No.8
Kamu tahu, Gie? Hari kemarin sungguh melelahkan! Serasa Godam dan martil bertalu-talu, menghantam kepalaku yang oval....
Cerocos bibir tipis Nina semalam, seperti bunyi petasan yang mengagetkan sunyi. Mengurai drama antara Ran dan kamu. Melenceng takdir? Aaaahhhh.... Kuingat penuturan Mr. J waktu itu. Rupanya ia bukan pembual. Bukaaaan! Sama sekali bukan? Betulkah? Aku hanya bisa geram, Gie! Geraaaam sekali. Hatiku berusaha menolak paham yang baru saja hadir. Sedangkan otakku tak mau leluasa menimbang rasio. Sialan kamu, Gie....
Lalu, soal rem blong rekayasamu? Tak pernah kuduga orang yang pernah mencintaiku dan masih kucintai sampai hari ini begitu tega melakukannya. Bagaimana mungkin, Gie??? Aku tak percaya. Aku mau bukti! Kalau perlu, kusewa detektif swasta untuk membuka jendela fakta.
Dasar melankolis. Yang kulakukan semalaman hanya menangis, Gie. Membasahi bantal merah jambu motif Hello Kitty. Sayangnya, bukan bentuk hati dari apartemen kita, oh, bukan apartemen kita, lagi Gie ... tapi apartemenku!
Kali ini aku bukan menangisi “kepergian“ mu, Gie. Aku menangis, menyadari betapa kurang bersyukurnya aku. Nyatanya, aku lebih beruntung dibanding Nina. Bukan hanya kamu yang pernah mencintaiku lalu pergi. Masih ada para kumbang yang merindu separuh madu hatiku; Ran dan Mr. J. Pria-pria baik dan penyayang yang ingin membahagiakanku. Di antara kebimbanganku, bahkan mereka rela simpan janji setia. Menungguku. Kurang apa, Gie? Kurangajar. Iya, kamu yang kurangajar, Gie.
Lihatlah adikmu, Nina. Satu cinta seumur hidup saja dia belum pernah punya.
Nina bilang aku punya segalanya. Meski dulu iri, ia berharap aku jadi kakak iparnya. Bisa betul jadian sama kamu kayak sepasang merpati, Gie, bukan dengan Ran. Bagiku Ran adalah pelampiasan bulan mati. Ran adalah pria yang dicintai Nina setengah mati. Ninalah yang lebih pantas menikmati rangkulan tangan kekar Ran daripada aku. Sayangnya, justru kamu merebut Ran, satu-satunya cinta yang terharap. Kalian jatuh cinta, Gie.
Kamu tahu, Gie. Bahkan untuk upaya mendapatkan Ran, adikmu itu pernah meminta Ran mengembalikan Rhein padamu. Rhein itu aku yang kini sudah menjadi Anna. Adakah rasa bersama Rhein menggelora ketika aku, Anna masuk dalam hidupmu?
Dulu itu memang masa yang indah bersamamu, sebelum kau menghilang. Aku tak pernah alpa. Begitu indah keinginan Nina, Gie. Menjadi teman hidupmu sampai aku tak mampu lagi bernafas.
Tinggal di apartemennya, berbincang dengannya ... buat aku ingin menyayanginya seperti dulu. Tapi aku harus tetap hati-hati, tak perlu terburu-buru dan serta-merta menjadi Rhein yang kalian kenal. Gie, andai saja kesempatan merenda waktu bersamamu selalu adalah sebuah nyata dan bukan fatamorgana....