Gaganawati No.22
Rumania, bersama tas punggungku. Pecahan niat menemukan sisik melik pria yang selalu hadir dalam mimpiku itu begitu menyesakkan dada.
Dia, pria Transylvania berambut coklat dengan gelora mata hijaunya.
***
"Pria yang kau maksud, fatamorgana" pemandu wisata begitu sadis mematahkan semangatku.
"Lantas mengapa kastil ini masih menyimpan auranya?" Kesal. Aku bersikeras menolak kecewa yang menusuk dada.
"Negeri ini takut miskin, menjual cerita tentang pria itu, sebuah taktik komersil belaka. Tolong jangan dekati peti itu." Guide bertubuh gemuk itu membuat kerut di keningku bertambah satu.
Hari kian larut. Rombongan kembali ke Bucharest. Aku sendiri, sengaja bersembunyi.
Kupandangi lukisan di dinding. Hey, wajah ganteng yang kuburu itu tersenyum padaku! Seringai gigi-geligi putih dan panjang yang kukenal, menghipnotisku. Kelebat jubah bergerak keluar dari kerangka emas.
Oh, tanpa kuminta, dia memelukku dengan hangat, memabukkan! Tak ada jarak sesentipun yang memisahkan kami.